"Cause you look like his ex, not physically"
Sejujurnya aku mengerti maksud dari Malvin, tapi aku tidak menunjukkan kesedihan ku saat itu.
---
Kakak ku telah berbicara banyak tentang himpunannya yang mengadakan acara cukup besar yang diselenggarakan untuk pihak luar juga dengan tiket berbayar. Rencananya acara tersebut akan lebih banyak menjunjung tinggi tradisi Indonesia, maka dari itu Ia bermaksud mengajak ku untuk ikut acara tersebut sebagai anak sanggar.
"Kolaborasi dengan Andira aja mau?"
"Acara di sanggar kamu itu?"
Aku mengangguk.
"Harus pakai surat ndak dek?"
"Harusnya, nanti ku tanya ke Mbak Roro ya mas. Takut salah"
Mas Nara mengangguk, menurutnya jika harus bergabung dengan acara perminggu milik sanggar ku itu harus memiliki detail acara yang lebih banyak lagi. Sebari berfikir tangannya sibuk mengetuk-ketuk pulpen di atas lengan sofa.
"Mas diskusi aja sama Mas Jono, kan partnernya"
Mas Nara mengangguk mengerti. Kelihatan bukan perubahan Mas Nara yang kini lebih banyak berbicara dengan ku? Setelah kejadian waktu itu entah bagaimana Mas Nara selalu berusaha dekat dengan ku. Dibandingkan marah, Ia justru lebih banyak berdiskusi.
"Mas Nara, lapar deh" ucap Juna dari lantai atas, sedangkan kami duduk berdua di depan TV.
"Sini dek, turun dulu! Mas masak dulu Tri, udah ada yang petok-petok"
Juna turun membawa bukunya. Duduk di samping ku.
"Aku udah yakin seratus persen mau di negri" ucapnya memandang buku tebal dalam pangkuannya.
"Iya, Mbak ngerti. Tapi istirahat dulu, kamu jadi ketagihan belajar"
Ia menurut meletakkan bukunya di meja, sedangkan aku sibuk mencari-cari channel TV yang cocok dengan keinginan ku.
Kami sengaja memakai TV langganan karena lebih menyukai tontoan luar. Pengetahuan juga lebih banyak kami dapatkan dari TV karena hal itu. Dari asia hingga eropa semuanya ada. TV lokal kami gunakan untuk menonton bulu tangkis atau berita dan beberapa acara kesukaan Mas Nara.
"Nyari apa sih mbak?"
"Itu drama tentang polisi, harusnya jam segini tapi kok ndak ada ya?"
"Rookie? Atau Blue Bloods?" tanyanya.
"Hari ini harusnya sih Blue Bloods ya"
Ia mengambil remot dari tangan ku kemudian menekan-nekan tombol disana.
"Nah, nah ini. Eh kelewatan! Nah, bener!"
"Triya jangan teriak-teriak" suara Mas Nara terdengar dari dapur, seketika aku diam.
Besender di sofa sambil menikmati tontonan kesukaan memang mengasyikan, aku berdiskusi banyak dengan adik ku, walaupun dirinya tidak begitu tertarik dengan serial ini.
"Terus kalau satu keluarganya ada yang ndak mau jadi polisi kira-kira gimana ya mbak?" tanyanya.
"Mereka itu keluarganya suka ngobrol, makan malam itu penting di serial ini. Dari kakeknya, ayahnya, anak-anaknya, bahkan cucu-cucunya diberi kebebasan beropini"
"Kok keren deh Mbak, kayaknya akur terus mereka"
"Ndak juga, lihat nih pasti nanti ada masalah waktu ngobrol di meja makan" kemudian Juna mengangguk menatap televisi sambil bertopang dagu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederhana
General Fiction"Jadi, nanti cerita kita hanya tentang kakak adik aja, Dek?" "Nggak, Mas. Kehidupan manusia kan bukan tentang keluarganya aja. Nanti orang bosan lihat kehidupan keluarga kita." Melihat dunia dari anak pertama, kedua, dan ketiga. Written by Gayatri...