(Titipan dari Bayu untuk part sebelumnya)
-Nara, Jono, Damar dengan tatapan tajamnya ketika Triya beradu mulut dengan tiga mahasiswi-Written by Narayana.
Ia menyibakkan rambutnya dan kembali memasang kaca mata dengan framenya yang sedikit tebal itu. Duduk di kursi kantin yang terpisah dari gedung fakultas, diri ku bersama ketiga mahasiswa Bandung hanya dapat melihat dan berkomentar. Bian dan Chandra saling pandang, mata ku menatap Chenda membuatnya mengangkat kedua bahunya. Kami sama-sama bingung dengan ekspresi Damar di samping ku.
"Kenapa lo? Belum bayar tagihan kampus?" tanya Chandra.
"Hah, aing belum dapat surat apa-apa dari kampus tuh" Bian membalas.
Damar tampak gusar, kehilangan senyumnya dengan ekspresi dingin. Bibir ku bermain sambil berfikir apa yang terjadi dengannya hari ini.
"Triya?" tanya ku spontan.
"Hadeh, masalah kalian belum kelar-kelar?" protes Bian setelah mengetuk meja berkali-kali. Tubuhnya terhuyung setelah didorong oleh Chandra.
"Lo sumber masalahnya, mulut lo bau"
"Kumaha... aing cuman mau bantu, biar cepat kelarrr, clear, bersih kitu"
"Lo percaya aja sama orang ini Nar?"
Chandra menatap ku sambil menunjuk laki-laki bermata kecil itu. Aku menggeleng pelan, padahal memang marah betul saat itu. Siapa yang tidak kesal mendengar adiknya dipermainkan oleh orang lain?
"Bohong, dia sampai pulang waktu itu. Hayo loh Yan" celetuk Chenda, Yan adalah singkatan nama dari Bian.
"Hadeh, nih aing tanya Dam. Kamu sendiri gimana? Di mata kamu Triya itu... siapa?" Bian menggerakkan tangannya menunjuk matanya sendiri.
Damar memang tidak langsung menjawab, mungkin bibirnya kelu saat sedang buruk moodnya. Aku pura-pura memainkan ponsel ku meski tiada notifikasi pesan yang harus segera ku jawab. Akhirnya Damar tetap tidak menjawab pertanyaan dari Bian, justru memilih untuk membicarakan hal lain.
"Kasih ini ke adek lo, tolong" tangan Damar memegang sebuah surat dengan amplop putih terekat oleh selotip berwarna dengan motif kotak-kotak. Ku terawang dengan secercah cahaya mentari. Di dalamnya ada kertas sedikit tertekuk.
"Surat cinta buat Triya nih?" tanya ku, menunjukkan amplop tersebut padanya.
"Ingin tahu aja"
"Lho, gua kakaknya Bang" kembali ku dekatkan diri ku padanya yang mulai risih "ini apa Bang Damar?", matanya melirik ke arah tak tentu "voucher".
"Lagi? Ah, kasihan lo Bang. Nanti kalau dibuang gimana?"
Ku lihat betapa sederhananya pemberian ini. Amplop putih yang biasa terpakai untuk mengirimkan surat, voucher di dalamnya, dan selotip kotak-kotak ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sederhana
Ficción General"Jadi, nanti cerita kita hanya tentang kakak adik aja, Dek?" "Nggak, Mas. Kehidupan manusia kan bukan tentang keluarganya aja. Nanti orang bosan lihat kehidupan keluarga kita." Melihat dunia dari anak pertama, kedua, dan ketiga. Written by Gayatri...