Chapter 13: Bincang asik

4.5K 368 9
                                    

Setelah pengakuan Awan kemarin siang yang begitu mengejutkan, hubungan Amora dan Awan kembali lengket. Awan yang semula membatasi diri juga sedikit kasar telah berubah sepenuhnya. Lelaki itu semakin manja serta pengertian. Meskipun sifat posesifnya masih menempel. Amora tak masalah. Yang terpenting, Awan-nya telah kembali ke pelukan Amora.

Amora mengetahui beberapa aktivitas Awan sehari-hari. Mulai dari sekolah, kerja, mengobrol dengan Amora semalaman, dan lain sebagainya. Dan, oh. Awan kerja paruh waktu di cafe milik ayahnya sebagai penyanyi di sana. Sungguh kebetulan yang menarik, bukan?

Amora juga tau perihal ayahnya Awan yang sering memukul kekasih hatinya. Tak heran Amora sering mendapati lebam di pipi Awan. Awan memberitahukan semua tentang kehidupannya kali ini. Tak ada yang ditutupi satu pun. Bahkan perihal sepupunya yang menyebalkan itu.

Awan dan Amora telah menyiapkan rencana, jaga-jaga kalau Intan datang dan mengganggu hubungan mereka lagi. Akan Amora pastikan di kesempatan kali ini, hubungan mereka tak akan hancur.

Amora mendengus kesal. Ia menatap langit-langit kamarnya dengan pandangan kosong. Ia teringat akan ucapan Awan, lelaki itu bilang jika Intan akan pindah ke SMA Bina Bangsa sekitar satu atau dua Minggu lagi.

Apa yang akan Amora lakukan jika bersitatap dengan gadis itu? Amora mungkin tak bisa menahan tangannya untuk menonjok wajah sok cantik Intan. "Sabar, Mora! Masih lama. Lo harus tenang dan nikmati waktu bareng Awan."

"Argh! Gue bosen!" Amora menendang angin saking kesalnya. Matanya melirik jam dinding berwarna biru langit. "Masih lama lagi Awan pulangnya."

Tok tok tok!

Amora terduduk. Mengerjap beberapa kali seraya mengingat siapa yang datang. "Tukang paket? Tapi gue gak ngerasa pesen apa-apa. Awan? Ah, gak mungkin! Selain dia masih kerja, Awan gak mungkin ngetuk pintu. Dia lebih suka ngetuk jendela kamar sambil senyum-senyum kek orang kurang waras."

Ketukan di pintu semakin terdengar keras. Kali ini lebih pantas di sebut gedoran di banding ketukan. Amora beranjak dari ranjang. Mengambil bando biru dengan hiasan telinga kucing dan berjalan ke luar dari kamar.

"Sebentar!" teriak Amora seraya berjalan ke pintu. Amora membuka pintu lebar, pandangannya berubah tak suka. Amora hendak menutup pintu. Namun, terhalang oleh sebuah tangan.

"Mau apa lo?!" tanya Amora dengan mata melotot lucu. Ada yang Amora lupakan. Dia dan Mawar telah berbaikan. Sifat gadis itu berubah drastis. Tak hanya sifat, cara berpakaiannya pun berubah. Dan yang paling menyebalkan, gadis itu semakin menempel pada Amora. Awan bahkan sering cemburu dan bertengkar dengan Mawar akibat memperebutkan Amora.

"Ada titipan dari om Gilang buat Kak Mora." Mawar mengangkat paper bag berukuran sedang dan menyodorkan pada Amora. "Menu baru di Sweetcheese Cafe."

Mawar nyelonong masuk ke rumah Amora tanpa mendengar perintah tuan rumah terlebih dahulu. Ia duduk di kursi anyam dan meletakkan paper bag di atas meja. "Kak, gak ada niatan buat pulang ke rumah?"

Amora yang baru sampai dari dapur sontak menaikkan sebelah alis. Ia meletakkan piring keramik serta sendok di meja. "Dalam waktu dekat, sih, gak ada. Gak tau kalau nanti."

"Tante Suci kangen banget sama Kakak."

"Tau. Tiap hari mami dan papi datang buat nganterin makan sama temu kangen." Amora mengeluarkan isi paper bag dan menuangkan makanan itu di atas piring. "Tumbenan makanan asin."

"Mau?" tawar Amora yang mendapat gelengan dari Mawar.

Mawar mengeluarkan ponsel yang bergetar, lalu menyodorkan pada Amora. Seakan paham akan kebingungan sepupunya, Mawar berceletuk santai. "Om Gilang."

Amora membulatkan bibirnya. Lantas mendekatkan ponsel Mawar pada telinga.

"Gimana sama menu barunya, Sayang?"

"Enak."

"Cuman itu?"

"Em, ada yang kurang, Pi. Kejunya kurang banyak, tapi untuk yang lain udah oke. Oh, ya. Tumbenan menu barunya makanan asin."

"Ya ampun, Mora. Padahal Papi ngasih kejunya banyak." Gilang menjeda ucapannya. "Minggu kemaren kamu bilang pengen makan cheese dakgalbi. Makanya Papi bikin menu baru biar kamu bisa makan sepuasnya. Udah dulu, ya? Nanti Papi telpon lagi. Dahhh, sayang!"

Telepon di matikan sepihak. Dan Amora melanjutkan acara makannya yang sempat tertunda. Dia melihat ke arah Mawar yang tengah memandangnya dengan tatapan yang entah apa artinya. "Gue tau gue cantik," celetuk Amora merasa risih dengan tatapan Mawar.

"Kakak emang cantik. Gak heran bisa jadian sama Awan yang ganteng, cool, dan sedikit kutu buku."

Amora mengaduk-aduk makanannya seraya melipat bibir ke bawah. "Gue bisa liat masa depan," ujar Amora. Ia memikirkan satu rencana bagus sekarang. Jika Mawar bisa berada sepenuhnya di pihak Amora, dia bisa memanfaatkan kebar-baran Mawar untuk melawan Intan. Ralat, bukan memanfaatkan. Hanya saja, Amora yakin Mawar pasti akan membelanya.

"Serius?!" tanya Mawar tak percaya. Seperti yang Amora kira. "Kak Mora bisa liat jodoh Mawar siapa gak?"

"What? Buat apa nanya itu? Bukannya lo udah punya pacar?"

"Hehe, siapa tau Kevin bukan jodoh aku, Kak. Jadi bisa persiapan gitu." Mawar menggaruk kepalanya yang tak gatal, lalu menyandarkan punggung pada sandaran kursi.

"Gue gak tau kalau itu. Yang gue liat ... beberapa hari ke depan bakalan ada murid baru. Murid baru itu bakal berusaha buat rusak hubungan gue dan Awan."

"Hah?! Seriusan?!" Mawar berdiri dengan tiba-tiba hingga menimbulkan derit. "Gak bakal Mawar biarin dia rusak hubungan, Kak Mora! Percaya sama Mawar, Kak!"

Amora tersenyum puas. Lihatlah! Mawar sudah berada di pihaknya. Amora percaya sepenuhnya pada Mawar jika gadis itu tak akan membiarkan Intan merusak hubungannya dengan Awan.

Pintu kembali diketuk. Kali ini Amora langsung membukakan pintu sebelum si pengetuk menggedor pintu. Amora mundur beberapa langkah sesaat setelah mendapatkan pelukan erat. Amora terkaku. Namun, tak urung membalas pelukan itu.

"Awan kenapa?"

Awan tak menjawab. Lelaki itu malah semakin mempererat pelukan.

"Mau masuk ke dalam?" tanya Amora yang dijawab oleh gelengan. Amora merasa jika lehernya basah. Apa Awan menangis? Tapi karena apa? Dan, mengapa Awan ada di sini? Bukankah jam pulang masih lama? Sekarang Amora yakin ada yang tak beres dengan kekasihnya.

"Sebentar ... aku butuh pelukan kamu," ujar Awan dengan nada bergetar dan teredam dalam lipatan leher Amora.

Amora berinisiatif untuk mengusap punggung Awan. Memberikan kenyamanan dan kehangatan untuk lelaki itu.

Sekitar sepuluh menit berlalu. Tak ada tanda-tanda Awan akan melepaskan pelukannya. Lelaki itu sangat suka dengan pelukan Amora yang memberikan ketenangan hingga gejolak batinnya hilang.

Setelah puas, Awan mengurai pelukan. Ia mengusap sudut matanya yang basah. Lantas menatap manik coklat Amora dan bertanya, "Mau ikut ke suatu tempat?"

Tanpa menunggu lama Amora mengangguk. Kemudian, masuk ke dalam untuk membawa tas dan melepas bando.

"War, gue titip rumah, ya? Bye!" Amora berlalu tanpa mendengar jawaban Mawar.

___________________________________________
31 Juli 2022

Second Life: Breytast Awan! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang