1:16

7 1 0
                                        

Denganmu aku sakit, tanpamu aku jauh lebih sakit...

-Puzzle-

Jemari Shaira menutup lembar terakhir buku Garis Waktu yang menemani healingnya di satu minggu ini. Buku yang mengajarkan Shaira tentang bagaimana menerima masa lalu dan menghapus luka yang semakin lama semakin menyesakkan dada.

Lagi, Shaira pikir dia sudah melupakan Zaidan secara utuh. Menerima satu titik kenyataan pahit dalam hidupnya untuk merelakan Zaidan setelah pertemuan kemarin. Membiarkan hati mengalah berlindung dibalik kata rela, padahal jauh dilubuk hati lain tidak ingin terima.

Kemarin hati Shaira kembali dipukul mundur oleh kenyataan. Kali ini rasanya jauh lebih sakit dibanding sebelumnya. Rasanya seperti dicubit berkali-kali tanpa ampun. Shaira sesak dan bingung harus bagaimana.

Shaira ingin perasaan ini hilang, tapi kenapa harus datang lagi tanpa disengaja. Dia capek. Ingin berhenti mengejar hal yang sudah tahu dari awal tidak pernah bisa dia dapatkan. Zaidan adalah kemustahilan untuk Shaira.

Shaira pikir dia baik-baik saja. Pertemuan kemarin akan merubah semuanya menjadi baik. Shaira pikir rasa yang seharusnya tidak ada itu sudah hilang. Sudah lepas mengikat dia. Tapi shaira salah. Rasa itu masih mengikat. Sakitnya masih terasa jelas ketika Shaira melihat Zaidan membawa kekasihnya menaiki bianglala impian Shaira.

Bianglala yang selalu menjadi impian Shaira jika dia dan Zaidan berpacaran nantinya. Bianglala yang tidak pernah Shaira naiki jika bukan bersama Zaidan. Bianglala yang selalu menghantarkan Shaira untuk tetap menunggu Zaidan.

Namun kenyataan menghancurkan segalanya. Shaira lupa pernah memimpikan itu. Shaira lupa pernah menginginkan itu. Sampai akhirnya dia melihat isi snapgram Zaidan bersama kekasihnya menaiki bianglala.

Pupus sudah semuanya. Shaira sakit. Shaira marah. Shaira lupa. Semua kembali seperti awal. Kembali menjadi Shaira yang masih menginginkan Zaidan.

Buku garis waktu yang Shaira baca. Dia ingat sekali kata-kata yang Bung Fiersa tulis dalam bukunya. Kalimat indah yang membuat Shaira berpikir jika dirinya dan buku garis waktu seperti sudah ditakdirkan.

Pada buku Bab yang bertuliskan Kalau Saja Aku Mampu bab yang menggambarkan Shaira saat ini. Penggalan kata kalau saja aku mampu yang selalu menjadi sisipan di awal kalimat.

Kalau saja aku mampu, sudah ku balikkan waktu agar saat itu tak jadi mengenalmu. Kalau saja aku mampu, sudah ku arungi hariku tanpa harus memikirkanmu. Kalau saja aku mampu, sudah kutarik jiwaku yang ingin berada di sebelahmu. Kalau saja aku mampu, sudah kuminta hatiku agar berhenti merasakanmu.

Hanya kata pengandaian, kalau yang mungkin saja tidak pernah terjadi karena fakta sampai saat ini rasanya tidak mampu.

"Zaidah itu nggak baik buat lo Sha! Kalau memang dia laki-laki baik...dia nggak akan pergi setelah tau perasaan lo buat dia...dia nggak akan ngasih kenangan bulshit buat lo tentang dia...dia nggak akan menikmati ciuman anjing yang nggak sengaja terjadi antara lo sama dia!"

"INTINYA...LO ITU NGGAK DIAJAK!"

Shaira berteriak kepada dirinya sendiri. Melepaskan rasa marah atas perasaan yang belum tuntas terselesaikan atau mungkin sebenarnya Shaira sendiri tidak tahu kapan rasa yang dia punya akan hilang.

Zaidan itu cinta pertama Shaira. Harus berapa kali dia bilang kebanyak orang jika jauh dilubuk hatinya hanya tertulis nama Zaidan. Harus berapa kali Shaira jelaskan jika dia sulit menerima orang baru jika standar menyukainya masih berpatok kepada Zaidan.

Bodoh. Katakan dengan lantang jika Shaira bodoh karena itu kenyataan. Jelas dia sakit karena Zaidan, dan jauh lebih sakit tanpa Zaidan.

Drrtt...

Puzzle Piece (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang