1:05

11 1 0
                                        

Dia yang semula menyapa kini menunjukan aksinya...

-Puzzle-

Malam ini terasa sangat panjang. Shaira tenggelam dalam lamunannya, memandangi gelapnya jalanan kota yang sesekali diterangi lampu jalan. Di sisi lain, Aldan fokus dengan kemudinya, tatapan lurus ke depan, tak menunjukkan tanda-tanda ingin memulai percakapan.

Tak ada obrolan malam ini. Sama seperti malam-malam sebelumnya.

Ini sudah kali ketiga Shaira pergi bersama Aldan, dan setiap kali itu pula lelaki itu selalu diam selama perjalanan.

Dulu, Shaira bisa maklum. Mereka naik motor, jadi wajar jika tidak banyak bicara. Tapi sekarang? Mereka berada di dalam mobil, tidak ada angin kencang, tidak ada suara bising, hanya ruang yang cukup untuk sebuah percakapan sederhana, tapi tetap saja sunyi.

Shaira melirik sekilas ke arah Aldan, lalu kembali menatap jalan. Ia tak tahu harus bagaimana. Haruskah dia berbicara terlebih dahulu? Tapi mau bilang apa?

Sampai akhirnya—

"Mas, gangnya kelewat," ucap Shaira pelan, memecah keheningan saat menyadari mereka sudah melewati jalan masuk menuju perumahan kosnya.

"Saya tau," jawaban singkat itu membuat Shaira membelalak tak percaya.

Kalimatnya sederhana, tapi efeknya tidak sesederhana itu.

"Kalau tau kenapa dilewatin? Nggak ada niat mau culik aku kan?" tanya Shaira dengan tingkat percaya diri yang mendadak naik drastis.

Aldan masih diam. Fokus menyetir, seolah tak tergoyahkan oleh serangan tuduhan imajinatif Shaira.

"Nggak mungkin lah, aku makannya banyak, Mas. Jadi kalau mau nyulik aku tuh harus mikir dua kali. Rugi di ongkos dan logistik, tahu!" lanjut Shaira sambil manyun, tapi matanya tetap waspada melihat sekitar.

"Terus ini mau ke mana? Mas Aldan bisu? Tuli? Ya Allah, jangan-jangan—"

Aldan tetap sunyi. Jalanan makin sepi.

Shaira mulai gelisah.

"Mas Aldan nggak kesurupan setan budeg dan gagu kan? Astagfirullah, jawab atuh pertanyaan aku, Mas!" suara Shaira meninggi, antara panik dan drama.

"Ya Allah lindungi hambamu ini..." Shaira mulai mengangkat kedua tangannya ke atas dada, "...jika memang Mas Aldan berniat jahat dan mau ngapa-ngapain aku, tolong pukul kepalanya Ya Allah! Pake batako juga boleh, biar dia sadar dan tobat sebelum bertindak!"

Aldan masih diam.

Shaira makin menjadi. Mulutnya mungkin sudah lebih aktif dari mesin mobil Aldan.

"Emang kamu mau saya apain?" tanya Aldan tiba-tiba, akhirnya menanggapi doa dadakan Shaira yang panjang dan dramatis itu.

Shaira langsung menoleh dengan ekspresi terkejut, "Mas Aldan nggak kesurupan kan?"

"Nggak," jawab Aldan, tetap singkat tapi akhirnya buka mulut.

"Alhamdulillah..." Shaira menghela napas lega. "Terus sekarang kita mau ke mana?"

"Turun," ucap Aldan datar.

Shaira mengernyitkan dahi. "Hah?"

"Kamu mau di mobil aja?" tanya Aldan balik, masih tanpa ekspresi yang bisa dibaca.

"Hah?"

"Hah hoh hah hoh! Turun, cantik. Udah sampai," ujar Aldan sambil mematikan mesin mobil.

Shaira tertegun. Jantungnya seperti habis nge-sprint satu lap. Matanya membesar, kemudian buru-buru ia menunduk dan memalingkan wajah, mencoba menyembunyikan pipinya yang memanas.

Puzzle Piece (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang