Aku harap, setelah semua yang terjadi. Kita akan baik-baik saja.
-Puzzle-
Suara dentingan sendok dan garpu menjadi sambutan istimewa di pagi ini. Shaira terbangun mendapati sang Papa yang duduk di atas meja makan dengan pakaian sederhananya.
Bagaimana tidak bahagia. Papa itu manusia super sibuk yang hanya bisa menghabiskan waktu sangat sedikit untuk keluarga. Shaira tentu sangat menunggu moment seperti ini.
"Bagaimana kuliah kamu?" tanya Aryo kepada putri sematawayangnya.
Shaira hanya mengangguk dan berkata, "Baik. Sebelum akhirnya Mama paksa Sha pulang ke rumah." Shaira sekenanya.
Tidak ada pembicaraan lagi setelahnya. Cukup canggung untuk sebuah keluarga. Kay juga tidak ada mendebat ucapan Shaira, tidak seperti biasanya.
"Pa..." panggil Shaira mencoba bicara mengenai hal yang memang seharusnya menjadi pembicaraan panjang.
Dokter Syifa bilang kalau sebenarnya akar dari permasalahan yang ada pada hidup Shaira karena komunikasi yang tidak lancar dengan kedua orang tuanya. Manusia pada dasarnya tidak bisa membaca keinginan orang lain, kecuali dia seorang cenayang atau belajar mengenai karakter orang lain. Itu pun tidak seratus persen benar.
Aryo menatap putrinya itu dengan tatapan bertanya.
"Apa Shaira harus seperti kalian? Apa Shaira harus menjadi PNS dan kerja di bidang tinggi seperti kalian? Apa Shaira harus menjadi apa yang tidak Shaira suka seperti kalian? Apa Sha nggak punya hak untuk memilih? Apa-"
"Shaira..." panggil Aryo memotong ucapan Shaira dengan cepat sebelum putri kesayangannya itu semakin bertanya hal yang tidak perlu ditanyakan.
"Sha belum selesai bicara Pa. Sha minta dengerin Shaira bicara, kali ini aja."
"Kamu masih kecil! nggak ngerti dunia kerja Shaira!" omel Kay yang sedari tadi diam mendengar pembicaraan anak dan suaminya.
Shaira menggeleng pelan.
"Sampai kapan sih Mama anggap Sha kecil terus? Sha tau pengalaman Mama lebih banyak dari Sha, tapi apa pernah Mama pahami apa mau Sha? Kalau memang langkah yang Sha ambil salah. Mama harusnya jelasin, bukan main nggak setuju dengan keputusan Sha tanpa alasan yang nggak masuk akal menurut Sha Ma," jelas Shaira panjang dengan nada dibuat sebisa mungkin tidak tinggi.
"Kamu nggak paham jadi orang tua Shaira!" balas Kay dengan nada kesal.
"Dan Mama yang seharusnya pernah jadi seorang anak harusnya paham bagaimana menjadi anak! Bukan salahin Shaira terus kaya gini!" balas Shaira dengan nada tidak kalah tinggi. Hancur sudah pertahanannya. Menghadapi Kay memang tidak pernah bisa dengan nada santai, harus selalu menggunakan emosi.
"SUDAH! Sudah Kay. Shaira bicara, Papa akan dengarkan," ucap Aryo bertindak tegas kepada anak dan istrinya.
Pusing kepala Aryo melihat perdebatan yang selalu menjadi topik di meja makan mereka. Dari dulu, sejak SMA. Aryo ingat sejak masa SMA, Shaira sudah berani menantang kata-kata Kay dan ikut berteriak keras di meja makan.
Belum lagi dengan sindir menyindir yang sering kali dilakukan ke duanya untuk menentukan siapa yang paling unggul dan akan memenangkan perdebatan hari ini. Dia akan menjadi ratu di rumah ini.
Sekarang. Hari ini sama seperti hari satu tahun lalu. Sebelum Shaira memutuskan untuk merantau dan pergi jauh dari Mamanya.
Tingkat rukun Mama dan anak itu sangat tipis persentasenya. Tiga puluh lima persen saja, sisanya lagi enam puluh lima persen dihabiskan untuk perdebatan yang berujung pertengkaran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece (Selesai)
ChickLitBiarkan aku menyusun satu persatu puzzle permasalah dalam hidupku, nanti setelah semuanya selesai. Biarkan aku menetapkan pilihan. Menata masa depan denganmu atau tanpamu... -Shaira Ai Darnisha- - DILARANG PLAGIAT cover & cerita : DISAFRA