Aku nggak pernah tau cinta yang sempurna seperti apa? Sampai akhirnya aku menemukanmu di ujung penantianku.
-Puzzle-
Shaira menatap ragu rumah yang ada di depannya saat ini. Rumah yang menjadi saksi tumbuh kembangnya. Rumah ini juga yang menjadi saksi betapa sedih dan sepinya kehidupan Shaira. Sampai akhirnya gadis yang disapa Sha itu memberanikan diri memilih jalan hidup sendiri.
Tanpa orang tua. Tanpa teman. Bahkan tanpa sanak saudara. Shaira memilih pergi ke kota yang jauh dari tempat asalnya berada. Kota yang sudah membawanya ke dalam hidup yang memiliki warna selama dia hanya mengenal hitam dan putih.
Tapi semesta berkata lain. Semesta Kembali menghancurkan warna yang sudah Shaira buat sedemikian sulitnya. Warna itu kembali lagi menjadi satu monokrom.
"Sini neng, mamang bantu bawa kopernya," ujar supir pribadi Shaira mengambil alih koper dari tangan Shaira dan membawanya masuk ke dalam rumah.
Berulang kali Shaira membuang napas. Berharap jika semua ini adalah mimpi. Kenyataan untuk kembali ke rumah adalah fatamorgana yang harus Shaira terima. Fakta selanjutnya yang lebih menyakitkan pun harus sekuat tenaga Shaira hadapi.
Keras kepala kedua orang tuanya. Terutama Mama, Wanita yang saat ini sedang berjalan menghampiri Shaira dengan senyum iblis. Senyum yang Shaira yakin menyimpan hal buruk untuknya.
"Anak Mama akhirnya pulang juga. Gimana perjalanannya?" tanya Mama Kay.
"Aku capek," ucap Shaira melangkah pergi tanpa menerima sambutan hangat dari Kay, Mamanya.
"Mama tanya, Sha!" teriak Kay menginterupsi langkah kaki Shaira.
Rahang Shaira mengetat. Dia capek itu benar. Setelah perjalanan jauh yang hampir menghabiskan waktu selama satu hari, membuatnya ingin segera mandi lalu tidur. Apa tidak bisa Mama pahami itu? Shaira hanya butuh waktu istirahat dan sendirian.
Butuh waktu juga untuk menerima kenyataan bahwa mulai hari ini kehidupan sepi dan sedihnya akan kembali seperti dulu. Kehidupan tanpa ada tawa di dalamnya.
"Sha capek Ma! Izinkan Sha istirahat sebentar aja... please," mohon Shaira dengan tatapan sendu miliknya. Mata indah itu menatap Kay penuh dengan permohonan. Dia hanya ingin menenangkan diri. Itu saja.
-Puzzle-
Di atas balkon. Di bawah malam. Shaira menatap bulan penuh dan bintang yang kerap kali terlihat lalu semenit kemudian menghilang. Sulit sekali mendapatkan banyak bintang di langit Jakarta.
Jika saja Shaira masih berada di Jember. Mungkin malam ini dia masih bisa menyaksikan banyak bintang tanpa takut menghilang. menyaksikan bulan tanpa harus berada di atas balkon rumah. Malam ini, selepas tidur singkat miliknya. Shaira merasa kosong. Dia merindukan Fahira, sahabatnya. Menyedihkan, apa Fahira masih menganggapnya sahabat setelah apa yang sudah dia lakukan kepada Fahira?
Atau mungkin saat ini sahabatnya itu sudah membencinya dan mengutuk Shaira sebanyak mungkin atas tindakan kriminal yang sudah Shaira lakukan. Ini Namanya pembohongan, lucu sekali.
"Gimana cara minta maaf yang benar ke kamu ya, Ra? Aku paham seharusnya dari awal aku nggak lakuin itu... tapi aku belum bisa Ra. Ketakutan membunuh rasa percaya diri aku pelan-pelan. Aku takut..." Shaira memeluk kedua lutut sambil menatap langit.
Depresi atypical, hasil diagnosa dokter Syifa terhadap dirinya. Dari luar, Shaira selalu tampak ceria. Ia adalah orang yang ringan bercanda, mudah tertawa, bahkan sering jadi tempat teman-temannya bercerita. Ia tahu caranya menyembunyikan lelah, menyapu tangis dengan senyum, menyembunyikan patah hati di balik kesibukan. Tapi ketika sendiri, kamar menjadi ruang pengakuan, ia mengeluh dalam diam, menangis dalam sunyi, dan sering merasa hampa meski hari penuh interaksi.

KAMU SEDANG MEMBACA
Puzzle Piece (Selesai)
ChickLitBiarkan aku menyusun satu persatu puzzle permasalah dalam hidupku, nanti setelah semuanya selesai. Biarkan aku menetapkan pilihan. Menata masa depan denganmu atau tanpamu... -Shaira Ai Darnisha- - DILARANG PLAGIAT cover & cerita : DISAFRA