Selir#17

296 62 17
                                    


Hinata membuka kedua matanya dengan perlahan, ini seharusnya sudah pagi. Tapi entah kenapa dirinya terlalu nyaman berada di atas ranjang hangatnya.
Salah satu penyebab dirinya begitu nyaman adalah karena pelukan hangat kekasihnya yang tidak pernah lepas sedetik pun sejak semalam. Hinata tersenyum tipis, hidupnya saat ini benar-benar mencapai tahap sempurna.

Dalam keadaan tengah meresapi kenyamanan yang tercipta, ia tiba-tiba teringat jika Mikoto yang menamparnya kemarin. Rasa kesal kembali hinggap di Dadanya, "Haruskah aku menyingkirkan wanita itu?"  Batin Hinata.

Dengan hati-hati Hinata melepas tangan Tobirama yang melilit erat pinggang nya. Ia mulai beranjak dari ranjang dan secara pelan-pelan pergi dari sana.
Tobirama langsung membuka kedua matanya, dan pria melakukan hal yang sama seperti Hinata.

Wanita itu pergi menuju lemari dimana ia biasa menyimpan obat-obatan yang diberikan Ayahnya. Hinata mengambil salah satu dari ketiga cawan yang terbuat dari keramik itu. Ia mengintip isinya dan menghela nafas, "Hampir habis." Ujar nya pelan.

"Apa itu?" Tanya Tobirama dengan tiba-tiba hingga membuat Hinata terlonjak kaget. Wanita itu segera menyembunyikan obat tersebut dari balik gaun tidurnya.

Ia berbalik dan menatap Tobirama dengan senyum canggung.
"Kapan kau bangun?" Tanya Hinata mengalihkan pertanyaan dari pria itu.

Kedua mata pria itu memicing ke arah Hinata, ia tersenyum tipis lalu menarik tubuh wanita itu untuk ia peluk.
"Baru saja. Kenapa masih disini?"
Tanya Tobirama membuat Hinata bingung.
"Kenapa belum siap-siap, Hinata? Apakah kamu lupa jika pagi ini kamu harus memimpin upacara penyambutan terhadap ratu?" kedua iris mata Hinata terbelalak sempurna, dirinya benar-benar lupa tentang hal itu.

Melihat ekspresi wajah Hinata membuat Tobirama tersenyum tipis, ia kemudian mengecup dahi wanita itu.
"Segeralah bersiap-siap," Ujarnya lagi.
"Aku juga harus pergi menemui raja." Lanjutnya.

"Baiklah," Jawab Hinata pasrah. Wanita itu terdiam memperhatikan Tobirama yang telah menghilang dari kamar nya. Ia menghela nafas lega sambil menyentuh dada nya, dirinya benar-benar terkejut saat pria itu tiba-tiba berada di belakang tubuhnya.

"Kurasa dia tidak penasaran sama sekali. " Ucap Hinata sambil memegang erat cawan keramik miliknya.
Ia kemudian berlalu untuk pergi ke pemandian bersama para dayang nya.

Setelah kepergian Hinata, Tobirama kembali ke kamar wanita itu dan membuka lemari berisikan barang-barang Hinata. Ia mengambil ke tiga cawan dan mencium bau nya satu persatu. Tobirama kemudian merogoh saku hakama nya dan memasukkan bubuk obat tersebut pada kantong kecil yang sudah ia siapkan. Lalu dirinya segera pergi menuju suatu tempat tanpa Hinata.

.

Hinata tersenyum ramah menyambut kedatangan ratu baru Konoha, ia berdiri di depan sebagai pemimpin istana wanita. Temari balas tersenyum pada Hinata, dirinya cukup banyak mendengar tentang Hinata yang disebut sebagai selir kesayangan raja.

Saat melihatnya langsung, Temari kini paham kenapa Hinata begitu digilai oleh mendiang Yang Mulia Raja terdahulu, karena Hinata memiliki paras cantik dengan pembawaan yang tenang.

"Salam untuk Yang Mulia," Ucap Hinata seraya membungkukkan tubuhnya.
Temari mengangguk tipis lalu menyuruh Hinata untuk kembali menegakkan tubuhnya.

Setelah itu Hinata mengajak Temari berkeliling untuk mengenal setiap sudut istana bagian barat dimana itu merupakan tempat para selir dan putri raja.

"Aku mendengar Kau sangat dekat dengan Yang Mulia raja." Ujar Temari setelah keduanya duduk untuk menikmati teh herbal. Hinata terdiam sesaat, ia kemudian tersenyum tipis lalu menatap Temari dengan anggun.
"Kami cukup dekat karena mendiang Yang Mulia Raja Fugaku sempat menitipkan aku pada Yang Mulia Raja." Jawab Hinata.
Temari mengangguk tipis, "Beliau sangat mengkhawatirkan mu, bahkan di saat-saat terakhirnya." Ucap Temari kembali membuat Hinata bungkam.

Selir : The Bloody CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang