Selir#14

309 62 13
                                    

Fugaku terkulai lemah tidak berdaya di atas ranjang. Pria itu dikelilingi para anak-anaknya dan juga sang ratu. Sedangkan para selir, mereka hanya bisa menunggu di luar kamar.

Mikoto tidak henti-hentinya menangisi keadaan suaminya, ia takut kehilangan Fugaku. Sementara itu, tabib kerajaan dibuat kebingungan dengan kondisi sang raja. Pria itu yang tadinya baik-baik saja langsung lemah seperti memiliki penyakit yang serius.

Sang Raja kembali membuka matanya secara  perlahan, Mikoto yang melihat itu langsung mendekat. Obsidian hitamnya beegulir menatap satu persatu orang yang mengelilingi nya, namun tidak juga dirinya menemukan Hinata.

"Dimana Hinata?" Tanya Fugaku dengan suara lemah. Mikoto kembali merasakan sakit di bagian dadanya, disaat sekarat pun Fugaku masih bisa mencari Hinata.
"Selir agung berada di luar, Yang Mulia." Jawab Itachi mewakili ibunya.

"Suruh dia kemari, a-aku ingin bertemu dengannya." Kata Fugaku dengan susah payah. Itachi mengangguk tipis, ia pun memerintahkan salah satu penjaga pintu untuk memanggil Hinata.

Tidak memerlukan waktu lama, Hinata pun telah masuk dengan berderai air mata. Ia berlari tergesa-gesa mendekati ranjang Fugaku, Mikoto hanya bisa menggeser tempatnya agar Hinata bisa lebih dekat dengan pria itu.

"Yang Mulia," Ucap Hinata pelan sambil terisak, ia menggenggam tangan Fugaku yang terasa dingin di telapak tangannya.
"Aku sangat mengkhawatirkan mu." Lanjutnya lagi, Mikoto memalingkan wajahnya. Ia benar-benar iri pada Hinata, bahkan disaat seperti ini pun selir itu tetap menjadi yang teristimewa bagi sang raja.

Fugaku menahan denyutan nyeri pada jantungnya, rasanya ia sudah tidak sanggup lagi menahan rasa sakitnya.
"Hinata, maafkan aku. Maaf karena tidak bisa berada lebih lama lagi di sampingmu." Suaranya terdengar sayup dan penuh getaran, namun Hinata masih mampu mendengarnya dengan baik.
Ia kembali meneteskan air matanya untuk segala emosi yang bercampur aduk. Fugaku kini beralih menatap Itachi, "Putraku, apapun yang terjadi, kau harus bisa melindungi kerajaan ini."
"Aku mengerti Yang Mulia," Jawab Itachi.
Fugaku tersenyum lemah, ia kembali menatap selir tercintanya dengan sendu.
"Aku juga menitipkan Hinata padamu, tolong lindungi dia, Itachi." Hinata yang mendengarnya langsung tergugu, ia tidak bisa menahan diri untuk tidak memeluk Fugaku. Dan semua terjadi begitu saja, Fugaku pun pergi tanpa meminta maaf terlebih dahulu pada satu-satunya wanita yang ia lukai sepanjang hidupnya.

**

Kematian sang raja sudah tersebar ke seluruh penjuru negeri, bahkan sampai ke negara tetangga. Upacara pemakaman nya akan dilangsungkan siang nanti, dan saat ini semua keluarga kerajaan telah bertolak ke paviliun nya masing-masing.

Hinata memasuki kamarnya untuk mengganti pakaian, karena upacara kali ini akan dipimpin oleh ayahnya sendiri.
Saat dirinya hampir mencapai ranjang, dari balik gorden Yahiko muncul dan mengejutkan Hinata.

Kedua pasang mata berbeda warna itu saling berpandangan satu sama lain. Yahiko menatapnya tajam, sedangkan Hinata menampilkan raut kewaspadaan yang begitu kentara.

"Tidak kusangka kau pandai bersandiwara." Yahiko memulai pembicaraan sambil mencoba untuk mengikis jarak antara dirinya dan Hinata.
"Menangis tersedu-sedu seolah kau sangat kehilangan Yang Mulia, namun nyatanya kau bermain api di belakangnya." Lanjutnya lagi dengan suara tegas. Hinata tertawa pelan, ia mendekati Yahiko dengan senyum cantiknya yang menawan. Sambil berjalan dirinya melepas satu persatu perhiasan yang melekat di seluruh tubuhnya. Yahiko menyerang Hinata dan mendorong tubuh sang selir hingga membentur lemari.
Hinata meringis kesakitan, namun meski begitu ia tidak sedikitpun menampilkan raut penuh ketakutan.

Yahiko menggeram kesal sambil mencengkram rahang Hinata, lelaki itu menatapnya marah karena terbakar api cemburu. "Aku melihatmu semalam, Kau bercinta dengan Tobirama." Desisnya dengan tajam. Hinata yang mendengarnya seketika merasa lemas.

Selir : The Bloody CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang