Selir#4

543 106 9
                                    


Bagian Empat

Malam ini ada penjamuan penting di istana dalam, yang mengharuskan seluruh anggota inti kerajaan untuk ikut serta di dalamnya.
Sebuah makan malam untuk merayakan keberhasilan Hinata dalam rangka mendatangkan hujan.

Semua selir dan para pangeran beserta putri mereka telah berkumpul di aula. Disana telah disediakan banyak sekali jamuan.

Ino duduk di samping Sakura, mereka berdua masih suka mencuri-curi pandang pada Itachi yang sudah duduk di samping ibunda ratu.

Sementara untuk para selir mereka duduk sejajar menghadap meja makan yang bentuknya persegi panjang. Hinata duduk berada di paling ujung, karena ia merupakan selir baru. Wanita itu duduk dengan canggung karena merasa semua orang tengah memperhatikannya.

"Yang Mulia belum datang?"
Bisik Hinata pada Tobirama yang berdiri mematung disampingnya.

Mei menatap sinis, sungguh tidak sopan pikirnya.

"Belum"
Jawabnya dengan datar.

Hinata hanya mampu menghela nafas, ia benar-benar tidak nyaman dengan keadaan saat ini. Ingin rasanya semua ini berlalu dengan cepat sehingga ia bisa kembali ke paviliun miliknya dengan tenang.

Tidak berapa lama sang pemimpin pun datang dengan Obito, ia tampil dengan raut wajahnya yang selalu datar seperti biasa. Semua orang yang ada disana berdiri untuk memberi hormat. Mikoto tersenyum kecil pada suaminya, namun pria itu tidak membalasnya sama sekali dan itu semua tidak luput dari perhatian Itachi.

"Baiklah, silakan duduk kembali"
Pria itu mempersilakan semuanya untuk duduk setelah ia sendiri sampai pada posisinya. Iris kelamnya menatap sejuk pada sosok wanita cantik yang berada di ujung meja sana. Lihatlah, meski berada jauh di pandangannya namun sosok Hinata selalu nampak berkilau dibandingkan yang lainnya.

"Aku mengundang kalian dalam makan malam ini karena ingin merayakan keberhasilan Lady Hinata"
Pria itu berucap dengan tenang, melupakan tatapan-tatapan sinis dari orang sekitar yang ditujukan kepada Hinata.

Mei menoleh pada Yang Mulia Ratu, wanita cantik itu tersenyum tipis namun penuh arti. "Yang Mulia sungguh murah hati, bukan begitu ratu?"

Mikoto terdiam, ia tahu maksud ucapan dari selir agung. Wanita itu menyindir sikap berlebihan Yang Mulia Raja yang hanya ditujukan untuk selir barunya.

"Ini sangat luar biasa mengingat hal yang dilakukan Lady Hinata begitu ringan" Ucap Mei kemudian.

Hinata terdiam, meresapi setiap perkataan penuh sindiran yang dilemparkan selir agung padanya.

"Bagaimana bisa kau menganggap apa yang dilakukannya adalah hal remeh?" Fugaku bertanya tidak kalah tajam. Ia sangat geram pada wanita itu, Mei selalu saja mencari-cari masalah jika itu berkaitan dengan Hinata.

"Air itu sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup. Apa kau yakin akan masih bisa bertahan jika kemarau ini terus berlanjut?"

Semua orang terdiam dengan ucapan Fugaku, semua yang diucapkan pria itu memang ada benarnya juga.
Manusia tidak akan mengalami kesulitan jika tidak ada air.
Para petani membutuhkan air untuk ladang mereka, tidak berbeda pula dengan para peternak. Dan jika tidak ada air, hewan-hewan juga bisa mati karena kekurangan sumber makanan mereka. Apalagi manusia.

"Tidak perlu diperdebatkan lagi. Anggap saja ini merupakan bentuk sebagai rasa syukur kita terhadap Dewa" Mikoto berucap untuk menengahi perdebatan antara suaminya dan Mei. Ia sakit hati untuk alasan tertentu, sebegitu cintanya pria itu pada Hinata. Hingga tidak segan untuk mendebat siapa saja yang meremehkan wanita itu.

Selir : The Bloody CrownTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang