08

49 4 0
                                    

Hanan

11 Agustus 2022.

Hari bersejarah dalam hidup gue akan bertambah lagi. Hari ini gue akan resmi mendapatkan gelar sarjana yang telah gue usahakan selama 8 semester. Semua rasa lelah dan putus asa yang pernah gue rasakan, di hari ini berganti menjadi rasa bahagia.

Gue kembali melihat penampilan gue di depan cermin. Ganteng. Ganteng banget gue hari ini. Gak ada yang bilang ganteng sih, jadi muji diri sendiri dulu biar enggak gugup.

Gue akan berangkat bareng Jo dan Gio ke Graha Widya Wisuda. Gue akan bertemu keluarga gue di sana nanti. "Han, ayo jalan. Nanti macet." Jo memunculkan kepalanya di ambang pintu.

"Lo cukur Jo?" Gue baru melihat penampilan Jo yang baru ini. Rambut panjangnya udah gak ada dan terlihat dia dengan rambut yang lebih pendek. "Iya, bisa dikeluarin dari kartu keluarga kalau pas wisuda gue malah mullet hair."

"Rambut dia juga jadi item tuh Han, kemarin habis gue anterin ke salon." Gio baru keluar suara, gak tau deh dia ke mana tadi. "Lah, iya anjing. Lo mau wisuda repot bener." Jo beneran totalitas hari ini. Rambut kecoklatannya yang kemarin udah berganti dengan rambut hitam. Kebayang gak lo berapa duit yang udah dia keluarin.

"Biar kanjeng mamih enggak koar-koar." Jo langsung bergegas mengeluarkan kendaraan dari rumahnya. Gue sama Gio bagian enaknya aja. Jo yang punya mobil, Jo yang isi bensin, dan Jo juga yang nyetir. Definisi dari numpang nyusahin.

"Pacar lo pada dateng Jo, Yo?" Gue emang enggak tau gimana kabar mereka dengan pacarnya masing-masing. Mereka enggak pernah cerita kecuali lagi berantem. Enggak pernah nanya juga sih gue, males ngurusin percintaan orang. Mending urusin percintaan diri sendiri aja yang enggak jelas ini.

"Killa dateng, dia sampe izin magang. Gue jadi gak enak." Killa, pacar Gio yang masih jadi anak kuliahan semester 6 dan lagi magang di salah satu perusahaan startup ternama di Jakarta.

"Kristy juga dateng. Udah sama keluarga gue dia." Kristy, pacar Jo dari SMA. Mereka langgeng banget, adem banget lagi. Dari dulu kalau gue sama Gio lagi cerita masalah hubungan, dia can't relate karena hubungannya mulus-mulus aja. "Zora gimana Han?" Jo bertanya sambil melihat gue dari arah spion tengah mobil.

"Dateng lah."

"Kan ini tujuan hubungan lo, ya kan?" Sekarang Gio yang ngomong. Gue cuman berdeham sebagai jawaban. Enggak mau jawab karena takut memancing keributan antara gue sama Gio.

"Jadi penasaran respon ibu lo deh gue." Jo berbicara sambil meminum kopi yang dia beli tadi. Ralat, kita beli. "Ibu lo tau Han?" Gio nanyanya lebay, sampe nengok-nengok ke belakang padahal badannya lagi pake safety belt. "Enggak lah, gila. Mau diceramahin dari pagi sampe pagi lagi kali gue kalau dia tau."

Gak kebayang kalau ibu gue tau. Omongan pedesnya kayaknya bakalan keputar terus selama beberapa tahun dalam hidup gue. Bahkan kayaknya, kalau gue punya anak, anak gue tau cerita ini dari neneknya. Kalau masalah roasting gue, ibu emang paling jago.

"Zora gak lo jemput Han? Kasian amat berangkat sendiri." Ini masih Jo yang nanya. Jo, kata gue lo bawel pagi ini. "Dia yang maksa, lagian baliknya pasti sama gue."

"Mending jadi pacar beneran aja, Han. Daripada nanti pas udahan malah galau." Ini sih udah pasti ketebak Gio yang ngomong. Dia yang dari awal dukung gue dan Zora pacaran, pacaran beneran.

"Gak akan galau gue. Ngapain amat? Gue enggak secepet itu suka sama perempuan, apalagi baru kenal kayak Zora."

"Who knows Han? Your heart is the main character here, not even you. Let's see how the main character changes you." Jo kalau udah ngomong bawannya bikin gue pengen diem aja. Cara dia bicara boleh lembut, boleh tenang tapi kata-kata yang dia ucap bikin orang-orang mikir berkali-kali. Contohnya gue yang langsung mikirin ucapannya.

92 Almost ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang