Hanan
"Lo cemen banget sih, Han. Naik banana boat doang pucet." Gue dapet satu ledekan dari Zora setelah menyelesaikan permainan sore ini. "Bukan pucet, gue cuman kurang minum."
"Kurang minum gimana? Lo kan nelen air laut tadi." Tawanya meledak saat itu juga. Gue cuman bisa diem dan pasrah. Gue udah terlalu lemas buat melawan ucapannya.
Gue enggak secemen itu kok aslinya, cuman karena ini kali pertama gue naik banana boat jadi agak parno dikit. Lebih ke takut karena kecepatan melajunya yang sangat kencang buat gue.
Zora sih seneng-seneng aja. Buat orang penyuka tantangan seperti dia, naik banana boat gini bener-bener jadi hiburannya.
"Lagi yuk?"
"Lo aja gih, sendiri. Gue nunggu sini." Gue mendudukan diri gue di atas pasir putih dan meminum air putih sampai habis.
"Yaudah, gue naik ya?"
"Enggak. Sini aja, takut kenapa-napa." Gue menarik tangannya yang benar-benar mau menjauh dari gue.
Dia mendecih sebelum akhirnya ikut duduk di samping gue dan memesan dua es kelapa. Sore-sore gini emang seger banget sih buat minum es kelapa. Apalagi sambil liat laut.
Gue dan Zora udah ada di Pulau Beras Basah sejak pukul 09.00. Pagi banget memang, sengaja. Hari ini gue dan Zora melakukan banyak hal. Snorkeling, buat istana pasir, makan ikan bakar, hingga yang terakhir naik banana boat.
Hari udah semakin sore. Langit hari ini berawan. Tebakan gue sih sunset sore ini enggak sebagus kemarin. Meski akan tetap indah setiap kali dilihat.
"Habis ini ke mana?" Zora bertanya setelah meminum es kelapanya. "Pulang, besok pagi sampe siang istirahat aja di hotel. Malemnya dinner. Dandan yang cantik ya, lo besok akan jadi princess."
"Dinner dimana?"
"Rahasia."
"Gaya banget rahasia-rahasiaan." Dia mencibir gue. Maaf ya, gue enggak bilang ke lo yang sebenarnya karena ini memang akan sangat spesial buat lo.
Gue dan Zora sempat melihat sunset sebentar sebelum kembali pulang. Gue akan menyetir selama dua jam untuk kembali ke Samarinda. Sehingga gue menghindari kembali terlalu malam.
Perjalanan Bontang–Samarinda kali ini lancar, enggak ada hambatan. Gue dan Zora sampai di hotel sekitar pukul 22.00. Udah cukup larut, badan gue juga udah meronta minta rebahan.
"Sampai besok ya, tidur yang nyenyak. Selamat malam, cantik." Gue tersenyum ke arahnya. "Makasih ya, Han. Istirahat ya, selamat malam." Dia membalas ucapan gue dengan senyuman hangatnya dan masuk ke dalam kamarnya.
Gue kembali mengingat kalau ternyata lusa adalah hari kembali gue dan Zora dari Samarinda. Artinya, sisa dua hari waktu yang gue punya untuk menjadi pacarnya.
Sekarang gue udah bisa lebih menerima setelah semua hal menyenangkan yang terjadi di Pulau Beras Basah tadi. Meski harus berpisah, seenggaknya gue memiliki banyak memori yang indah tentangnya.
30 Agustus.
Hari udah berganti. Sepertinya tubuh gue benar-benar lelah karena kegiatan gue kemarin. Buktinya gue baru bangun dari tidur di siang hari. Melewati sarapan yang udah gue incar dari kemarin.
Setelah mengumpulkan nyawa gue, gue langsung menyiapkan diri gue untuk menyiapkan keperluan malam ini. Semuanya harus dalam kondisi yang baik dan siap. Gue enggak mau ada satupun hal yang kurang di malam ini.
Ternyata gue terlalu serius menyiapkan semuanya, hingga gue enggak menyadari kalau waktu udah semakin sore. "Ini udah sepakat designnya kayak gini aja kan ya kak? Enggak ada yang mau diubah?" Seseorang dari tim yang membantu gue menyiapkan semuanya mendekat ke arah gue dengan pertanyaannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
92 Almost Forever
General Fiction"Kalau akhirnya lo yang jatuh lebih dulu, lo harus pergi sejauh-jauhnya dari hidup gue." "Deal." Hanan, seorang asisten dosen di salah satu prodi sekolah vokasi ternama yang hidupnya hanya berjalan sesuai dengan target yang telah dia buat. Terkesa...