Hanan
September udah berjalan beberapa hari. Gue udah mulai terbiasa dengan hari-hari gue yang kembali sendiri. Tanpa seseorang yang biasanya gue temui minimal dua hari sekali.
Aktivitas gue enggak jauh dari kerja, nongkrong sama Jo dan Gio, dan pulang ke rumah. Setiap hari terus menerus mengulang. Meski kadang enggak ada nongkrong karena Jo dan Gio yang mulai sibuk dengan kerjaannya.
Mulai 05 September kemarin, gue udah mulai bekerja di salah satu perusahaan marketplace online sebagai social media analyst. Sedikit bersyukur karena dengan pekerjaan ini diri gue bisa lebih teralihkan dari kegalauan akhir Agustus kemarin. Meski jauh melenceng dari jurusan gue, gue tetap mengambilnya sebagai kesempatan diri gue untuk berkembang. Kalau kata Jo sih ini alasan, cuman biar enggak galau berkelanjutan.
Ngomongin pekerjaan, setelah wisuda kemarin gue udah mengundurkan diri sebagai asisten dosen. Meski sempat diminta Bu Yusi untuk bertahan sebentar, seenggaknya sampai beliau menemukan asisten yang baru. Sayangnya, gue enggak bisa.
Gue mau beristirahat sebentar. Itung-itung sebagai penghargaan untuk gue karena bisa lulus sesuai dengan target gue; tepat waktu dan cumlaude.
Sore ini gue telah menyelesaikan pekerjaan gue di pukul 17.00. Gue termasuk ke golongan tepat waktu, yang jam kerja beres langsung ilang dari kursi. Enggak peduli gue anak baru, karena menurut gue waktunya pulang kerja ya pulang. Apalagi kerjaan gue udah beres semua, apa yang harus gue tunggu sampai gue menunda pulang? Tapi beda cerita kalau jamnya pulang terus kerjaan lo belum beres. Itu sih salah sendiri ya, tanggung sendiri, dan gak usah nyindir orang yang pulang duluan karena sirik harus pulang belakangan.
Hari ini gue udah membuat janji buat ketemu sama Jo dan Gio. Janji kali ini agak beda karena pertemuannya enggak dilakukan di rumah Jo.
Sepertinya kali ini gue yang datang duluan karena enggak ada satupun dari mereka yang gue lihat menduduki tempat yang udah gue reservasi. Emang dasar pada demen ngaret.
Gue memesan bir dengan kandungan alkohol yang sedang. Mumpung gue enggak bawa mobil hari ini, lebih ke sengaja sih enggak bawa mobil.
Gue menikmati bir gue sambil melihat sekeliling. Sejujurnya gue enggak terlalu nyaman dengan tempat seperti ini. Tempat ramai dengan pertunjukan life musik dan DJ di malam-malam tertentu. Tempat yang dapat menjual minuman beralkohol dengan bebas.
"Tumben ngajak ketemu di 247." Jo datang dengan menenteng jasnya. Kemeja yang dia pakai udah terlihat acak-acakan. Belum lagi dengan tiga kancing teratasnya yang sengaja dia lepas.
"Lagi mau aja." Gue kembali meneguk bir gue. Menikmati setiap rasa yang diberikan bir saat masuk ke dalam mulut gue.
"Kangen Zora kan lo?" Gue tau nih siapa yang mulutnya kayak gini. Enggak lain, enggak bukan, ya Gio seorang. Gio datang dengan pakaian kantornya dengan dasi yang masih terpasang di lehernya. Rapih amat sih temen-temen gue kerjanya.
"Oh iya, lo pernah ngikutin Zora ke sini kan? Pas awal-awal. Gak usah ngelak, lo yang cerita sendiri." Ini lagi si Jo pake ikut-ikutan. Ngingetin gue sama diri gue yang dulu, saat masih sering ngepoin Zora sampai buntutin dia. Kalau dipikir-pikir, serem juga ya gue dulu? Untung aja enggak dikira penculik.
"Gak usah sok tau. Gue cuman pengen minum."
"Han, lo enggak baru seminggu jadi temen gue. Gue hafal galaunya lo gimana." Jo masih aja terus ngomporin gue. Dia meneguk wine miliknya. Salah satu minuman favoritnya.
"Faktanya gue enggak seperti yang lo pada omongin."
"Bohong lo terlalu kelihatan buat kita, Han. Kalau ada yang ganggu pikiran lo, bagi aja. Kita enggak akan menghakimi meski rasanya pengen banget ngehakimi."
KAMU SEDANG MEMBACA
92 Almost Forever
Ficción General"Kalau akhirnya lo yang jatuh lebih dulu, lo harus pergi sejauh-jauhnya dari hidup gue." "Deal." Hanan, seorang asisten dosen di salah satu prodi sekolah vokasi ternama yang hidupnya hanya berjalan sesuai dengan target yang telah dia buat. Terkesa...