04

55 5 0
                                    

Zora

Gila.

Laki-laki di hadapan gue ini gilanya enggak ketolong lagi. Otaknya geser kali ya? Apa abis kejedot? Sinting banget kayaknya. Bisa-bisanya abis jadi penguntit malah ngajak pacaran. Tolong jelaskan dimana ada orang yang lebih sinting dari dia.

Hari ini gue bertemu dengan kakak asdos menyebalkan pangkat empat di sirkuit. Di tempat yang seharusnya gue jadikan sebagai tempat penghilang stres, gue malah bertemu sama salah satu sumber stres gue. Malah kayaknya dia nambahin stresnya gue deh.

Laki-laki di hadapan gue ini kelihatan cerah banget karena sinar matahari yang langsung mengarah ke wajahnya. Ganteng sih gue akui. Ditambah sama baju coklatnya yang malah bikin dia tambah kelihatan keren.

 Ditambah sama baju coklatnya yang malah bikin dia tambah kelihatan keren

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Tapi tetep aja, muka gantengnya kalah sama sikap nyebelinnya. Pengen banget gue loak ke abang-abang rongsokan nih orang kayak gini. Mana dari tadi mukanya songong banget lagi, pengen gue patahin deh rahangnya biar enggak ngomong-ngomong lagi.

"Lo gila?" Gue hampir melayangkan satu tamparan di pipinya, tapi gagal karena dia tangkis. Refleksnya bagus juga gue akui. "Enggak. Sehat, bugar, jasmani dan rohani."

Lihat kan, jawabannya nyeleneh banget. Habis ini kayaknya gue harus isi ulang stok sabar gue yang udah mau habis. Bukannya penjelasan yang gue dapat, malah omongan gak jelas dari laki-laki yang sama gak jelasnya.

Insting gue enggak pernah salah saat bilang kalau ada yang aneh sama dia. Dia selalu ada di manapun gue berada. Di kafe Dion, dia ada. Dia enggak ngapa-ngapain di sana, cuman beberapa kali lihatin gue lalu pergi gitu aja. Di acara konser yang udah gue tunggu-tunggu, dia ada. Dia sendiri duduk di atas tikar berwarna putih yang harganya sepuluh ribuan. Bahkan di 247 yang merupakan bar langganan gue, dia juga ada.

Gue enggak tau maksud dari kedatangannya apa. Gue juga enggak tau dia mendapatkan semua informasi tempat-tempat itu dari mana. Gue juga enggak ngerti kenapa sekarang laki-laki ini malah ngajak gue pacaran.

"Mau enggak pacaran sama gue?" Dia masih berusaha ternyata. Muka dingin dan songongnya masih terlihat. Malah menurut gue, mukanya enggak menunjukan keramahan sama sekali.

"Apa untungnya gue pacaran sama lo?" Gue bisa lihat dia sedikit menyeringai. Serem juga, mirip psycho. "Banyak, tapi bahagia dan keamanan lo akan jadi yang paling penting."

"Bukti?"

"Terima dulu, baru ada buktinya."

"Enggak, makasih." Mampus. Gue masih punya otak yang berjalan dengan lancar. Untungnya enggak ketipu sama muka ganteng lo. "Harus, gue maksa."

Beneran sinting ya kayaknya laki-laki bernama Hanan ini? Gak ngerti lagi gue sama cara otaknya bekerja. Beneran ada yang geser kayaknya di otaknya. "Lo mending tidur gih, otak lo kongslet kayaknya, ada kabel yang kendor."

"Hubungan ini bohongan doang kok. Cukup sampai gue wisuda. Start besok."

"Sin-"

"I'll send you the agreement by email. If you agree, we sign it. Terus lo resmi jadi pacar gue."

92 Almost ForeverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang