14 | That's okay !

6 4 1
                                    

Aku selalu membaca kalimat ini
"Anjing adalah salah satu hewan yang memiliki hati yang tulus sama seperti manusia"


| Until We Meet Again |

"Aku tidak akan meninggalkan dia."

begitulah ucapan terakhirnya sebelum sang ayah memutuskan untuk pulang karena ada hal yang harus dikerjakan. Meninggalkan jeongin dengan segala rasa takut dan kecewanya.

Langit sudah menggelap dan jarum jam sudah berada di angka tujuh. Sudah waktunya ia makan malam namun sejak tadi nafsu makannya hilang entah kemana.

Umo sudah memakan makan malamnya duluan daripada jeongin. Kini umo hanya duduk diam melihat sang tuan yang sedang memotong sayuran.

Tak! Tak!

Suara ketukan pisau saling mengadu dengan alas memotong. Setiap ketukan terdengar semakin lambat dan keras hingga terdengar suara ringisan dari sang empu.

"Awh!"

Umo menggonggong keras dan melompat-lompat kearah jeongin. Darah menetes dari ujung jari jeongin. Jarinya terluka karena kesalahannya sendiri.

"Diam umo."

Kalimat yang diucapkan jeongin bukanlah perintah. Namun nada bicaranya terdengar tegas dan ia sedang serius membuat umo meringik sedih.

"Nghh.. ngg.. tuan terluka!"

Jeongin menghembuskan nafas lelahnya, memilih masuk ke dalam kamar dan tak sengaja membanting pintu kamarnya hingga tertutup rapat. Umo yang mengikutinya dari belakang dibuat terkejut.

"Nggg..ngg.. tuan sedang sedih."

Umo dengan sabar menunggu didepan pintu kamar. Ia duduk, ia berbaring, ia terlentang, bahkan ia mengendus-endus sudut pintu kamar jeongin.

Cklek!

Pintu kamarnya terbuka. Umo memasang raut wajah senangnya karena dapat melihat tuannya lagi. Namun jeongin tetaplah jeongin yang tadi. Wajah datar dan bahkan ia tidak melirik umo sedikitpun.

"Umo. Tidurlah diluar sini, jadilah anak yang baik. Selamat malam." ucap Jeongin pergi setelah meletakkan bantal dan selimut umo diatas sofa.

Belum umo masuk kedalam kamar. Jeongin sudah menutup pintu kamarnya lagi. Umo kembali meringik sedih.

Hari itu adalah pertama kalinya umo tidak tidur di kamar apalagi bersama tuannya. Selama semalaman umo hanya berjalan kesana kemari didepan pintu kamar jeongin. Dengan harapan tuannya akan membukakan pintu untuknya.

| That's okay ! |

Tiga hari kemudian.

Suasana rumah jeongin tidak sehangat sebelum sang ayah datang ke rumah. Jeongin menjadi jeongin yang pendiam, cuek, dan hanya fokus pada kesibukannya sendiri.

Jeongin sudah jarang menemani umo bermain. Umo lebih banyak tidur dan diam memperhatikan tuannya.

"Wough! Wough! Tuan, ayo main!"

"Umo jangan berisik. Bermainlah sendiri, aku ingin sendirian." kata Jeongin mengusir umo.

Umo menunduk sedih namun ia tidak pergi dari sana. Umo dengan tidak bersemangat berbaring diatas dinginnya lantai. Tapi, umo tidak putus asa. Ia kembali mencoba menarik perhatian tuannya.

"Guk! Guk! Guk! Tuan, ayo jalan-jalan! Kita makan kentang rebus kesukaanku!"

"Umo, tidurlah. Aku butuh istirahat." kata Jeongin sembari masuk dan menutup pintu kamar.

Umo semakin tidak bersemangat. Aura semangat dan suasana hangat dirumah itu menjadi dingin. Umo kembali mengelilingi rumahnya, sesekali ia mendorong bola mainannya dengan ujung hidung.

Waktu berjalan terus hingga malam kembali tiba. Hari ini adalah hari yang tidak istimewa sama sekali untuk umo maupun jeongin. Keduanya sama sekali tidak bermain seperti biasanya.

Angin malam hari sangatlah dingin. Angin malam hari cukup kuat membuat daun-daun di tanaman maupun pepohonan saling bergesekan. Jeongin saat ini sedang duduk di teras rumahnya.

Ketika ia merasa lelah, gelisah, atau frustasi, ia pasti akan duduk sendirian di belakang rumahnya. Jeongin menatap langit malam, dibekakangnya ada umo yang sedang duduk juga. Namun jarak memisahkan mereka, sebuah pintu kaca menghalangi keduanya.

"Jangan keluar umo. Bermainlah didalam." kata Jeongin sembari menutup pintu belakang.

Umo dengan mata anjingnya seperti bintang kecil yang sedang bersinar didalam sana menatap jeongin dengan penuh harap. Jeongin sesekali melirik umo. Ia juga merasa bersalah.

"Aku sedang lelah umo. Aku bingung dan kecewa dengan kedua orang tuaku. Aku tidak tahu ingin bercerita kepada siapa. Aku akan merepotkan seungmin jika bercerita padanya." cerita Jeongin dengan kepala menghadap langit.

Selama beberapa saat tidak terdengar suara apapun.

"Kenapa aku dilahirkan jika orang tuaku sendiri tidak menginginkan aku. Apa aku memiliki alasan untuk bertahan? Apa alasannya? Apa lagi yang harus aku lakukan?" keluhnya.

Suasananya kembali sunyi hingga suara pintu dibelakangnya terdengar bergeser. Tiba-tiba saja ia merasakan telapak tangan kecil diatas kakinya.

Umo duduk tepat disamping jeongin. Ia membuka mulutnya dan menatap jeongin dengan penuh perhatian.

"Umo.."

"Wough! Wough! Jangan bersedih tuan.. tidak apa.. ada umo disini!"

Setetes demi setetes air mata turun membasahi kedua pipi tampan itu. Tangisan jeongin pecah ditemani oleh Jeongin dan suara jangkrik disekitar rumah.

"Terima kasih.. hiks.. maaf karena aku tidak bermain denganmu.."


| Until We Meet Again |

Another side of Yang Jeongin.

"Suasana hatiku sedang tidak baik. Aku tidak ingin melampiaskan amarahku pada umo yang tidak bersalah. Aku merasa heran dengan ayahku sendiri, kenapa ia rela memisahkan aku dengan umo. Aku merasa kecewa dan takut akan kehilangan umo..."

"Iya.. takut kehilangan."

"That's okay human!"


|   🐶🐶🐶   |

"Bahkan anjing jauh memiliki hati yang lebih tulus daripada manusia kan?"

Until we meet again | Yang Jeongin [ √ ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang