18 | Sakit

21 4 0
                                    

"Aku" tidak minta dilahirkan,
Katanya "aku" hadir untuk membawa luka,
lebih baik "aku" tidak dilahirkan sama sekali
-18722


| Until We Meet Again |

Sakit.

Rasanya sangat sakit. Disini, sakit sekali. Aku menunjuk dadaku. Hatiku sakit, fisikku pun sakit. Aku memang bukan laki-laki yang kuat seperti mereka pada umumnya. Hati seorang jeongin sangat lemah bahkan sekarang aku menangis.

Mendengar bagaimana ibuku menyalahkan kehadiranku didunia ini. Bagaimana ia menceritakan nasibnya yang memburuk karena kelahiranku. Salah ya?

Rumah yang selalu tertata rapi, dan bersih karena setiap minggu selalu kubersihkan kini bagaikan kapal pecah.

Prank!! Prang!!

"Ibu! Berhenti.. kumohon berhenti melempar piring-piring ini." kataku dengan sendu.

Aku tidak bermaksud mengejek ibuku sendiri. Tapi seperti kerasukan, ia menggila. Ia merusak, melempar, bahkan menghancurkan semua barang barang dirumah.

Kugenggam lengannya, kupeluk dirinya, menahan dirinya untuk berhenti. Namun yang kudapat adalah tubuhku didorong olehnya.

Rambutku ditarik dengan paksa, ia menarikku hingga ke halaman belakang rumah. Aku meringis kesakitan. Air mataku sudah mengering diatas pipi.

"Ibu.. sakit. Tolong berhenti.. aku akan memanggil ayah. Kita bisa bersama-sama lagi."

kalimat yang selalu sama kulontarkan berulang kali. Memohon, bahkan dengan  keberanian yang kumiliki kusebut nama "ayah".

Ibu semakin murka. Ia mengambil selang air disudut rumah. Menyalakan keran dan menyiram tubuhku. Suhu air yang dingin membuatku menggigil.

Kudengar umo terus menggongong. Ibuku mengangkat kalung bername-tag umo dan memasukkannya secara paksa kedalam sebuah kandang berukuran sangat kecil. Kandang yang kotor, tak terawat, bahkan berkarat.

Kalung yang biasanya digunakan umo terlepas dari lehernya. Ringikan keluar dari umo, tanda jika ia kesakitan karena tercekik oleh kalungnya sendiri.

Ibuku melempar kalung bername-tag umo sejauh mungkin.

"Dengar baik-baik, aku sudah memintamu untuk memberitahu dimana kamu menyimpan uang itu. Aku tanya sekali lagi jeongin. Dimana uangnya? Bukankah mudah, kamu hanya cukup memberitahu ibumu dan kita akan tinggal bersama lagi."

Aku menggeleng lemah. Aku memberanikan diriku tuk menatap kedua mata itu, sorot matanya sangat tajam.

"Aku tetap dengan jawabanku. Aku tidak ingin ayah yang lain.. kumohon, kali ini saja aku bersumpah aku hanya ingin ibu kembali." kata jeongin berucap dengan jujur.

PLAK!!

Wajahku ditamparnya membuatku menolehkan wajah kesamping. Rasa panas menjalar di pipi, aku meneteskan air mata.

"GUK! GUK! WOUGH!"

Kudengar geraman dan gonggongan umo diujung sana. Di sisi lain aku dapat mendengar suara langkah kaki lain masuk kedalam rumah dan semakin terdengar ketika ia menginjakkan kakinya di teras rumah.

Aku mengangkat kepalaku dengan susah payah. Kulihat seorang pria yang tinggi, tak pernah kulihat wajahnya, berdiri disana dengan angkuh.

Ketika melihatnya, dan.. interaksi dengan ibuku. Membuatku paham jika dia adalah kekasih ibuku. Mungkin dalam waktu dekat ini mereka akan menikah dan mempunyai anak?

Pria itu mendekatiku setelah ibu membisikkan sesuatu padanya. Kurasakan lenganku ditarik olehnya, kekuatannya sangat besar membuat tubuhku yang lemah mudah ditarik olehnya.

Ia menghempaskan tubuhku ke dalam rumah. Keningku terbentur ujung meja membuat darah mengalir dari sana.

"Jadi kamu anak muda yang menjadi pemilik rumah ini? Seharusnya kamu menghormati ibuku, dasar anak tidak tahu diri. Apakah ayahmu tidak mengajarimu sopan santun?"

Aku mengepalkan kedua tanganku. Orang asing yang tiba-tiba datang ke rumah ini kemudian menjelekkan ayahku. Aku tidak terima.

BUGH! BUGH!

"Berhenti! Menjelekkan! Ayahku!! PERGI DARI SINI DASAR BRENGSEK! KAMU MENGACAUKAN KELUARGAKU! KENAPA KAMU HARUS BERSAMA IBUKU?! KENAPA?!" teriakku tak terkendali.

Kuberikan pukulan padanya sebanyak 2 kali. Tapi ia memukulku lebih dari itu. Tendangan, pukulan, lemparan gelas dan vas bunga kearah diriku.

Hingga rasanya kedua kaki dan tanganku mati rasa. Aku tidak bisa merasakannya. Lebam biru, keunguan, bahkan darah mengalir di berbagai titik.

Dengan pandangan yang mulai mengabur, aku bisa lihat ibuku sedang menarik paksa umo dan melemparnya begitu saja kearahku.

"HGGHHNG!"

Aku kembali meringis. Aku merasa sangat bersalah karena harus membuat umo menjadi korban dari masalahku. Mereka, ibu dan kekasihnya, memukul umo hingga ia berteriak kesakitan.

Tubuh kami tergeletak diatas lantai tak berdaya. Meskipun aku masih bisa mendengar geraman umo.

"Aku mendapatkannya. Ayo kita pergi sebelum ia memanggil ayahnya kemari. Aku tidak ingin terkena masalah lagi." kata ibu menunjukkan sebuah amplop berwarna cokelat dan kotak kecil berwarna hitam.

Ibu berhasil menemukannya. Amplop berisi sertifikat rumah, dan tabungan yang kukumpulkan diam-diam selama beberapa tahun.

Aku tidak akan mempedulikannya. Biarlah ibu mengambilkan, sebagai bentuk rasa maafku karena telah merusak kehidupan ibuku. Karena aku lahir kedunia.

Aku memejamkan mataku perlahan kearah langit-langit rumah. Kurapalkan dalam hati, mendoakan umo daripada diriku sendiri.

"Tuhan, aku minta maaf karena aku bukanlah Jeongin yang kuat. Jeongin yang dingin dan datar kini hilang, digantikan oleh Jeongin yang lemah. Tolong.. jaga umo ya.. umo tidak bersalah. Semoga umo baik-baik saja."

"Ayah.. Seungmin.. Umo.."

| Until We Meet Again |

"Dia" hanya ingin bersama keluarganya.
"Dia" hanya ingin ibunya ada bersama dengannya.

dan itulah alasan kenapa tuhan mengirim umo "untuknya" ; untuk "dia" si kuat.

Yang Jeongin.


"I hope you are okay human"

🐶 x 🦊

Until we meet again | Yang Jeongin [ √ ] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang