"Aku merasakan perubahan baik pada diriku, bahwa aku bisa mengalahkan rasa takutku dan perlahan mulai membaik dengan memulai hal kecil"
-YangJeongin
| Until We Meet Again |"Itu tidak akan menghentikkanku untuk memberikan makanan pada mereka."
Jeongin bergumam sembari menatapi kucing-kucing di sekelilingnya. Langit berwarna orange jeruk menciptakan pemandangan yang indah untuk dilihat.
Jeongin bagaikan pangeran yang dikelilingi oleh kucing. Beberapa orang yang melewatinya menatap kagum karena ketampanannya juga karena kegemasan melihatnya.
Sudah beberapa Minggu berlalu sejak kedatangan ibunya. Jeongin semakin bersemangat dan gigih mengalahkan rasa takutnya dengan lebih sering memberikan makanan pada kucing liar.
Jeongin jadi tersenyum mengingat reaksi sahabatnya.
"Apa?! Kamu memberikan kucing diluar sana makanan?"
"Iya. Apakah tidak boleh?"
"Tentu saja boleh! Aku senang dan bangga padamu karena kamu berani menerima keberadaan mereka. Kerja bagus!"
Setelah matahari bergerak turun untuk menyembunyikan dirinya, Jeongin pulang ke rumahnya. Itulah rutinitas baru yang selalu ia lakukan setiap hari.
Namun hari ini, ia dibuat frustasi karena melihat ada banyak sekali makanan kucing berceceran hingga ke tengah jalan.
"Astaga, kan sudah kubilang berkali-kali untuk makan dengan baik. Kenapa semakin hari semakin berantakan." omel Jeongin.
Srrkkk... Skhh
Jeongin membulatkan matanya saat mendengar tanaman di belakangnya bergesekan. Langit mulai menggelap dan bulu kuduknya berdiri.
"Siapa disana?" Teriak Jeongin.
Tak ada jawaban. Jeongin memilih bangkit berdiri meninggalkan tempat itu. Namun ia hentikkan ketika ia kembali mendengar suara dari sana.
Jeongin dengan sedikit keberanian maju untuk menghampirinya. Ia perlahan menyingkirkan setiap daun pada tanaman.
Semakin dalam.. ia menyingkirkan setiap ujung daun.. hingga tiba-tiba..
Crakhh!!
"Awwwhh!"
Jeongin mendapatkan cakaran yang cukup dalam membuat kulitnya memerah. Jeongin kembali mengingat masa lalunya. Ia perlahan mundur dan berlari kembali ke rumah.
Jantungnya berdetak cepat dan ia menggenggam lengannya yang memerah.
"Tidak apa Jeongin. Tidak apa.. " katanya menenangkan diri.
Jeongin tidak akan berhenti untuk mengalahkan rasa takutnya. Mungkin kali ini ia tidak beruntung, tapi kedepannya ia berharap bisa berdamai dengan hewan liar diluar sana.
Hari itupun berakhir dengan kejadian masa lalu yang terulang kembali. Perih dan sakit ia rasakan pada lengannya, tapi semua itu perlahan hilang karena ia mulai tertidur dan masuk ke alam mimpi.
Hari yang baru kembali menyambut Jeongin dengan wajah manisnya. Ia berjalan keluar rumah, tidak lupa dengan masker dan jaket hangat.
Saat berjalan ke taman, ia melihat ada beberapa orang berkumpul melihat sesuatu di pinggir jalan.
Jeongin mendekati mereka karena penasaran apa yang sedang mereka bicarakan.
"Kasihan sekali mereka. Padahal mereka juga makhluk hidup seperti kita, tapi harus mati sia-sia karena kita juga."
"Lagipula bukankah tidak seharusnya mereka disini? Ini bukan tempat mereka. Tapi aku juga kasihan sih."
Jeongin mencium bau anyir seperti darah. Ia langsung bertanya apa maksud ibu-ibu yang sedang bicara tadi.
"Ada anak anjing dan ibunya ditemukan mati di dekat tanaman. Kemungkinan karena ulah pria yang suka bermabuk dan lewat sini setiap malam."
Jeongin terkejut mendengarnya. Ia berjalan lebih maju untuk melihat lebih jelas. Ia hanya bisa melihat dari celah kecil, ada banyak sisa makanan disana, berceceran dimana-mana.
Mata Jeongin membulat saat melihat mayat anjing itu masih disana menunggu petugas datang untuk membawanya pergi.
"Tidak mungkin... Yang semalam itu, apakah selama ini semua makanan yang kuberikan pada kucing diambil oleh mereka?"
| Stop Give Food for Them ! |Jeongin masih duduk terdiam di taman. Masih di hari yang sama namun matahari kini berada di puncak kepala. Keringat mengalir melewati dahinya.
Jeongin tahu ini bukan kesalahannya. Setelah mayat anak anjing dan induknya dibawa pergi, orang-orang yang tadinya mengelilingi ikut membubarkan diri.
Ia merasa bersalah karena kemarin malam, luka yang didapat di lengannya kemungkinan karena ulah anjing itu.
Ia begitu yakin dengan pemikirannya. Mengingat lukanya cukup dalam dan kuat. Ia gagal menolong anjing itu.
"Kenapa aku jadi merasa bersalah begini? Kenapa juga aku harus peduli pada mereka?" gumamnya.
Jeongin sibuk melamun tak menyadari panggilan wanita disampingnya.
"Hei. Halo? Apa kamu mendengarku?"
"Iya? Ada yang bisa saya bantu?"
"Apakah kamu anak laki-laki yang selalu memberikan makanan pada kucing liar disini?"
Jeongin menganggukan kepalanya ragu.
"Tolong hentikan apa yang kamu lakukan itu. Kegiatan yang kamu lakukan menganggu tetangga yang tinggal disini. Kucing liar diluar sana semakin banyak datang kemari dan merusak tanaman."
"Saya minta maaf. Saya tidak tahu jika mereka menganggu."
"Saya hanya mengingatkan. Apalagi tadi pagi ditemukan mayat anjing dan anaknya. Mereka juga pasti kemari karena melihat ada makanan."
Jeongin diam mendengarkan sampai wanita itu pamit pergi meninggalkannya.
"Rupanya apa yang kulakukan tidak sepenuhnya membawa hal baik." kata jeongin dengan sedih.
Jeongin perlahan melangkahkan kakinya menyusuri jalan di taman. Sesekali menendang batu kecil yang ia lihat.
"Padahal aku merasa lebih baik setelah memberikan mereka makanan. Apa aku harus cari daerah lain?" pikirnya.
Masih terus menendang batu hingga tak sengaja batu besar yang ia tendang terlempar ke antara semak-semak.
"Auhh..ghh.."
Jeongin mendengarnya. Persis kejadian semalam kembali terulang. Kali ini ia tidak akan kabur lagi. Perlahan ia memeriksa daerah semak-semak.
Mata Jeongin menangkapnya. Tubuh kecil itu meringkuk di atas tanah yang dingin. Beberapa tumpukan sampah kaleng juga batu yang ia tendang ada disana. Makanan kucing yang ia berikan juga ada disana.
"Aku akan menolongmu."
Itu adalah pertemuan pertamanya dengan si anak anjing.
| Until We Meet Again |
"Rasa takut tercipta dari apa yang ada di dalam dirimu, pada apa yang kamu pikirkan,rasakan, dan kamu sadari."
🦁
KAMU SEDANG MEMBACA
Until we meet again | Yang Jeongin [ √ ]
FanficKurasa kehidupanku adalah kehidupan yang paling membosankan diantara lautan manusia diluar sana. Aku menyukai diriku apa adanya, aku yang tidak memiliki banyak teman, dan aku yang sudah terbiasa dengan kesendirian ini. Namun tuhan mempertemukanku d...