Ditemani angin semilir yang berhembus pada malam hari menusuk hingga ke tulang rusuk, semua itu tak ada apa-apa nya jika dibandingkan dengan apa yang sudah terjadi pada perempuan yang bernama Reenaya.
Sebenarnya ia hanya ingin tidak apa-apa ketika perasaan nya tidak baik.
Tak apa merasa buruk dan tetap melakukan hal hal baik tidak apa dilihat buruk dan tetap melihat dunia dengan cara baik, itulah yang dilakukan oleh Naya pada situasi dimana ia belum bisa menerima semuanya.
Dua sejoli yang memutuskan untuk tidak pulang, sebelumnya Naya bertanya terlebih dahulu apakah tak apa jika Auriga berkeliaran tengah malam bersama perempuan mengingat Auriga adalah sang idol ternama yang mana ia akan dikenali, Auriga pun mengiyakan ajakan Naya dan tak apa karena hari sudah mulai tengah malam, lalu mereka duduk ditepi sebuah jembatan dengan disuguhkan pemandangan gedung pencakar langit dan juga pohon-pohon rindang, yang mana jika siang atau sore hari akan ramai tapi malam ini tak begitu ramai karena sudah menunjukan pukul 11.30pm hanya menyisakan beberapa anak pemuda yang sedang main sketboard atau sekedar perbincang-bincang dengan teman nya.
Mereka duduk bersebelahan, hanpdhone Auriga ia letakan tepat di depan nya lalu mata Naya tak sengaja melihat rentetan notif yang berada diponselnya Auriga. Dengan nama yang berbeda dan beberapa kali panggilan tak terjawab.
"Pacar kamu ya?." Tanya Naya dengan tiba-tiba.
"Hah?."
"Itu Riga pacar kamu teleponin terus. Angkat dulu jangan bikin orang nunggu."
"Biarin aja."
"Riga, apapun alasannya jangan sakiti hati perempuan ya."
Ucapan Naya membuat Auriga sedikit menoleh lalu detik berikutnya ia membuang pandangan nya dan berdecih.
"Kamu yang bilang sendiri kan, kalau buang luka itu pada tempatnya tapi kamu sendiri malah buang luka sembarangan." Ucap Reenaya
"Mereka juga sama buang luka sembarangan. Jadi sama-sama buang sembarangan, impas dong." Jawab Auriga.
"Dengan cara melukai orang lain, luka kita gak akan sembuh Riga bahkan malah akan bertambah parah."
"Pokoknya mereka juga jahat sama gue."
Naya membuang nafasnya dengan gusar, ia lupa sedang berhadapan dengan siapa. Si Auriga manusia keras kepala. Mereka pun diam saling tenggelam di pikirannya masing-masing.
Katanya masalalu adalah guru kehidupan tapi mengapa mereka belum bisa menjadi murid yang baik. Sembuh butuh waktu tapi sembuh juga butuh obat, lain kali kalian cari obat masing-masing deh untuk bisa sembuh dari luka jangan hanya membuang luka sembarangan lalu dilampiaskan kepada orang lain.
Dalam hening Auriga ingin sekali bertanya, sebenarnya Naya dan Rexa ada hubungan apa. Tapi ia takut jika bertanya hal semacam itu akan membuat Naya risih atau bisa jadi ada hal lain yang membuat nya harus membuka luka lama. Ia urungkan lagi niat untuk bertanya, simpan dulu ia akan bertanya jika waktunya sudah tepat.
"Nay gue pengen deh jadi penjaga galaxy biar gue bisa liat siapa aja yang udah nembus langit, kalau orang jahat gak boleh masuk gue balikin lagi ke bumi." Ucap Auriga sambil menopang dagu di tangan nya.
Naya terkekeh lalu detik berikutnya perempuan itu tertawa terbahak-bahak, sambil sesekali bertepuk tangan. Pernyataan macam apa itu, sungguh ini kali pertama untuk Naya mendengar kalimat seperti itu dan lagi membuat ia tertawa.
"Kamu tuh hahaha kebanyakan nonton marvel." Ucap Naya masih dengan tawaannya.
"Hahaha lo Receh banget Nay, lucu." Bermonolog dalam hati.
Entah kenapa Auriga ikut terkekeh bukan karena perkataan yang di lontarkannya tetapi melihat Naya, perempuan itu manis sekali jika tertawa, bahkan ini kali pertamanya Auriga melihat Naya tertawa terbahak-bahak sampai tepuk tangan.
Kelakuan bodoh Auriga terkadang membuat orang lain tertawa bahagia padahal semua itu juga dibutuhkan oleh dirinya dan jiwanya.
"Itu yang gue lakuin ketika gue lagi gak baik Nay, jadi badut orang lain tapi gue tetap ikut ketawa kok." Ucap Auriga dengan kekehannya yang terdengar begitu miris.
Disana Naya masih tertawa namun detik berikutnya suara tawaan itu menjadi sebuah tangisan. Pundaknya naik turun, dadanya seperti tidak memiliki ruang, sangat sesak.
"Nay." Panggil Auriga
"Hikss, mami hikss, aku kangen mami."
Auriga menghela nafasnya dengan gusar.
"Hemmm. Gue juga kangen bunda." Ucap Auriga pelan bahkan sepertinya Naya tidak mendengar kata yang terucap dari mulut laki-laki yang kini tengah menemaninya.
Auriga membiarkan Naya menangis, tidak ia tidak ingin bertanya Naya kenapa, karena ia tau Naya sedang tidak baik. Hanya itu yang bisa Auriga lakukan, tetap berada disampingnya sambil menikmati suara tangisan yang keluar dari mulut Naya, hari ini ia melihat kerapuhan seorang Naya, meskipun begitu perempuan yang memiliki senyum indah itu, dia juga manusia sama seperti Auriga, kapanpun dimanapun bahwa dirinya adalah sebuah kerapuhan yang berpura-pura untuk selalu baik-baik saja didalam luka yang cukup mendalam.
Tanpa disadari Auriga ikut menitihkan airmatanya. Laki-laki yang memakai kaos putih itu ikut andil dalam tangisan perempuan yang berada di sampingnya.
Bukan terlalu mendalami peran hanya saja mereka butuh menangis agar bisa melanjutkan hari esok. Menangis bukan lemah, beristirahat bukan menyerah. Itu semua adalah jeda.
Mereka mungkin punya masa lalu yang sama-sama tidak bagus, susah menumpahkan luka, susah sembuh, terkadang ada kalanya mereka benci dengan dirinya sendiri, but it's okei God still love them, right.
Bersambung . . .
Mereka bukan menyerah hanya sedang jeda, perjalanan jauh membutuhkan banyak waktu untuk istirahat, agar tetap utuh ketika sampai ditujuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
AU-riga; || HAECHAN
RomanceDalam gelapnya kehidupan, kamu seperti Capella bintang yang paling terang yang berada di rasi Auriga selalu menjadi penerang disepanjang gelap yang tak berujung. Ya benar kamu adalah Capella ku.