Indurasmi - Epilog

134 11 0
                                    

Dari luar terdengar suara anak laki-laki bernama Jenan Bantala yang berumur 5 tahun dan derap langkahnya amat sangat tergesa-gesa.

"Ayah . . " Teriakan itu membuat Auriga yang berada diruang kerjanya sedikit terkekeh. "Anak gue lucu banget." Auriga sangat tau bahwa anaknya ini setelah pulang sekolah akan mengganggu dirinya dan menceritakan seluruh kegiatan disekolahnya.

"Ayah." Diketuknya pintu itu oleh tangan mungil milik Jenan. "Do you want to hear my little story today?." Tidak ada jawaban, rupanya yang didalam sana Auriga sengaja untuk menjaihili putranya, menurut dirinya itu sebuah keasyikan yang tidak bisa ditemui dibelahan dunia mana pun.

"AYAH LET ME IN."

"AYAH."

Teriakan Jenan yang terdengar sampai ke bawah membuat sang Bunda ikut turun tangan. "Bunda aku mau ke Ayah." Rengek Jenan sambil mengayunkan tangan Bundanya. Ia mensejajarkan tubuhnya kebawah agar sama dengan Jenan. "Nanti aja ya, mungkin didalam sana Ayah masih ada kerjaan. Jenan sama Bunda dulu yuk, mau cerita kan hari ini disekolah ngapain aja." Jenan menggeleng tanda ia menolah ajakan Bundanya. "No!! Aku mau sama Ayah." Sang puan pun berdiri, jika sudah begini Bundanya lah yang akan turun tangan.

Diketuknya pintu itu cukup keras yang membuat Auriga kalah. Lalu detik berikutnya saat pintu dibuka, menampilkan sosok perempuan yang sejak dari dulu masih saja cantik dan sosok anak kecil yang sedang bergelendotan di kaki milik Auriga yang mana menjadi rembulan bagi dirinya dan juga keluarga kecil ini. Meskipun Jenan bukan anak biologis Auriga namun entah mengapa rasa sayang yang Auriga berikan sangatlah besar. Bagaimana tidak, pada saat Jenan masih berumur 5 bulan Auriga lah yang menjadi sosok pengganti Ayah untuk Jenan, ia akan melakukan apapun demi kebahagiaan keluarga dan ia akan berada di garda terdepan untuk melindungi keluarga kecilnya.

"Anak Ayah." Auriga pun menggendong Jenan dan didekap penuh sayang, Jenan melingkarkan tangan nya di leher Auriga cukup erat. "I'm sorry." Dikecup nya pipi gembil milik Jenan.

"It's oke Ayah." Jenan tetap mengeratkan tangan mungilnya itu leher sang Ayah dengan nyaman.

"Kamu ini jailnya dari dulu gak ilang-ilang."

"Hehe. Maaf sayang, aku sengaja soalnya."

"Yauda aku siapin makan siang dulu ya."

"Sayang kiss nya mana."

"Gaboleh, kamu lagi gendong Jenan."

"Ckkk . . Jenan tutup mata dulu ya Ayah lagi ada sedikit urusan sama Bunda, kamu gak boleh liat ya."

"Siap kapten."

Reenaya kalah dari Auriga. Pasalnya kini Auriga sudah mengecup bibir mungil milik Reenaya. Sungguh Auriga tidak bisa berhenti mengucap syukur karena saat ini wanita yang sejak dari dulu ia cintai kini berlabuh lagi padanya, meskipun harus melewati berbagai rintangan dan juga rasa sesal yang menumpuk. Tatkala dahulu ia lepaskan Naya nya begitu saja.

Tidak hanya diri Auriga, pun Reenaya juga sama setiap hari ketika berdoa pada Tuhan ia selalu mengucap rasa syukur yang tak kalah besar, sebab Auriga masih mau menerima dirinya yang mana ia malah menikah dengan pria lain ketika berada di singapore. Dikira Reenaya dapat bahagia setelah memutuskan menikah dan mempunyai anak, nyata nya tidak. Ia di telantarkan bahkan suami nya berubah ketika Reenaya memasukin kandungan 7 bulan. Suaminya setiap malam hanya pergi ke club lalu pulang dini hari dan membuat kekacauan.

Reenaya tidak bodoh ia ingin lari namun ia tak tega jika sang jabang bayi ikut serta dalam kekacauan ini, disaat Jenan lahir kedunia dan memasuki usia 3 bulan barulah Reenaya memutuskan untuk kembali ke indonesia.

Wina, Rexa bahkan Auriga dan juga keluarga Reenaya sangat geram setelah apa yang terjadi padanya. Bahkan Wina sendiri pun tak tau jika teman nya yang terlihat baik ternyata laki-laki bajingan yang tak mau bertanggung jawab atas hidup Reenaya.

Tumpah ruah tangis Reenaya dipeluk Rexa, sedangkan Auriga ia tak mau melihat ke arah Reenaya. Baginya ini lebih sakit ketika mendengar kabar pernikahan Reenaya. Setelah itu Reenaya menetap di Indonesia dan Rexa lah yang mengurus surat perceraian adiknya tersebut.

Disaat Jenan memasuki usia 1 tahun, Auriga melamar Reenaya. Pada awalnya Reenaya takut, ia takut membuat Auriga kecewa dan juga ia takut jika dirinya ditinggal kan lagi.

Stigma itu dipatahkan oleh seorang Auriga. Reenaya bisa melihat betapa Auriga yang sejak dahulu selalu menyayangi Reenaya lebih dari dirinya sendiri, meskipun saat ini ada Jenan yang mana bukan anak biologis Auriga, pun tetap menyayangi Jenan seperti anak sendiri.

"Sayang kok bengong, aku panggil-panggil juga dari tadi. Kenapa, ada hal yang bikin kamu gak nyaman?." Sambil memeluk Reenaya dari belakang, tak lupa kepala Auriga ia sembunyikan dileher sang istri. Sangat nyaman.

"Enggak ada. Aku cuman gak habis pikir sama takdir Tuhan. Kita di satukan kembali dengan jalan yang berbeda, aku aja gak kepikiran bakalan kayak gini. Tapi aku bersyukur, bahwa kamu itu orang nya."

"Sssttt udah sayang jangan ngomong gitu, yang penting sekarang kan kita sama-sama. Apalagi dengan adanya Jenan, kayak nya aku laki-laki paling bahagia didunia."

"Kamu mah lebay nya gak ilang-ilang."

"Hehe. Sayang udah mau 4 tahun pernikahan kita, terus tadi Jenan minta adek. Terus juga kita lakuin nya jarang, jadi yuk." Perkataan Auriga membuat mata Reenaya terbelak dan kini mereka saling berhadapan. Kedua mata mereka bertemu. Ini masih siang pikir Reenaya.

"Jenan mana?."

"Tidur, diruang kerja aku."

"Tapi pelan-pelan ya jangan berisik, nanti Jenan nya bangun."

Auriga mengangguk, lalu ia pun tersenyum penuh kemenangan, detik berikut nya ia gendong Reenaya ala bridal menuju kamar tidurnya dan siang itu menjadi siang terpanjang, yang mana ruangan yang mereka tempati dipenuhi kegairahan dan suara-suara menuju kenikmatan surga dunia.












TAMAT . . .

AU-riga; || HAECHAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang