ABOUT ELENEA

50 5 0
                                    

Elenea menghela napas panjang, sudah menjadi pilihannya kali ini untuk menunjukkan keberadaan rumahnya yang selama ini ia tutupi. Kakinya mulai beranjak turun dari angkot, di susul oleh Galen yang menginjak pedal rem vespanya yang telah kembali itu--tepat di belakang kendaraan umum itu. Cukup mengkhawatirkan bagi Elenea jika sampai Galen meresa dikelabui, mengingat juga ia sekarang adalah sepasang kekasih. Bukankah hal yang lucu jika hubungan yang terjalin selama 1x24jam itu akan berakhir hari ini.

Sebelum angkot dengan asap yang mengepul di bagian knalpotnya itu benar-benar hengkang dari sana, Galen kini masih mangkring pada motor. Wajahnya mulai tidak bisa berekspresi, bagaimana dirinya merasa terkejut akan ini semua. Sesuai dugaannya waktu lalu, ketika dirinya sempat meragukan tempat tinggal dengan palang polisi di sana--disaat ia bisa sedikit melupaka itu beberapa waktu yang lalu. Namun, fakta merujuk pada prsangka negatifnya yang pernah menguasai batinnya.

Ia melihat gadis itu, Elenea melangkah sambil merunduk--melewati batas-batas police line yang mengitari penyangga kayu yang terpasang di bagian kanan-kiri teras. Bahkan jika dilihat itu bukanlah pemandangan yang mengenakkan, bagaimana tidak? Elenea tampak mencongkel jendela yang sengaja di rancang di depan rumah itu, lebih tepatnya di samping pintu masuk. Bahkan dirinya tidak mempunyai kunci akses masuk? Lalu bisakah itu disebut sebagai tempat tinggalnya?

Sontak Galen langsung memarkirkan motornya di sisa area yang hanya berjarak sekitar dua meter dari jalanan aspal. Kakinya beranjak turun dari motornya, kemudian melangkah mengikuti jejak Elenea. Jika ia mau, sudah pasti sekarang dirinya akan melarikan diri, karena ketika dilihat pasti sang pemilik rumah itu mempunyai rekam jejak tidak baik dari kepolisian. Bukankah itu sangat mengerikan bahkan juga memalukan?

Namun, yang menjadi pertanyannya, apakah itu benar-benar tempat tinggal Elenea?

Galen mengangkat bahunya acuh, selanjutnya ia menjangkahkan kaki--melintasi jendela yang mungkin cukup untuk porsi dirinya.

"El, ini rumah lo?" tanya Galen seketika, ia mengedarkan pandangan di seluruh ruangan petak itu. Seperti apa yang ia lihat, itu adalah sebuah kamar. Dengan kasur minimalis, bahkan sprei tampak kusut dengan corak ornamen bunga yang bahkan sudah tak terlihat lagi.

Tanpa ada jawaban. Sosok cewek yang masih menggunakan aksesoris seragam lengkap itu tampak membuka pintu di bagian pojok belakang. Dirinya tampak berjalan ke luar, entah kemana?

Galen enggan mengikutinya, ia hanya mencoba mengenali ruangan yang berdebu dan penuh sarang laba-laba itu. Ia mendudukkan diri di atas kasur, yang di rasa sudah tak layak pakai--padat dan juga keras.

Tak lama kemudian, sosok yang meninggalkannya kini kembali dengan dandanan yang berbeda, juga membawa segelas air putih di tangan kanannya.

"Ini minum dulu, siapa tau lo syok, kan, setelah melihat ini semua?" Elenea mendaratkan pantatnya tepat di samping Galen.

Sangat kentara Galen terlihat bingung, penuh teka-teki yang masih belum bisa dipastikan itu apa. Sosok cowok tanpa almamater sekolah kini menaikkan salah satu alisnya.

"Bisa dikatakan begitu. Bukannya seharusnya tempat ini tidak bisa dihuni lagi? Lalu kenapa lo bisa tinggal di sini?"

Elenea tampak tersenyum miris. "Mau tinggal di mana lagi? Di jalanan?"

Galen mengangkat bahunya. "Bisa saja."

"Gue bukan lo kali. Ini penginggalan satu-satunya dari ayah-ibu gue. Gak mungkin gue tinggalin begitu saja."

Entah apa yang membuat jiwanya sedikit terusik, tanpa aba-aba seluruh tubuhnya terasa panas. Bahkan untuk duduk lagi sudah tidak nyaman. Galen lantas beranjak berdiri.

GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang