NEW PEOPLE

48 4 0
                                    

Entah keinginan dari mana datangnya seorang Daniel yang kini telah berleha-leha di atas kasur empuk di ruangan bernuansa monokrom itu. Sang empu yang memiliki barang empuk itu hanya bisa berdecak pinggang, mengamati setiap gerak-gerik cowok yang sedang berguling-guling di atas benda empuknya. Lantas tidak ada yang ia bisa perbuat selain menerima, toh nasi sudah menjadi bubur. Dirinya juga tidak bisa mengusir cowok yang kini telah bertelanjang baju itu.

Tanpa mengurangi rasa hormatnya kepada tamu, Galen berjalan menuju kasurnya dengan santai. Meletakkan pantatnya dengan benar di atas kasur empuknya, menatap cowok yang kini juga tengah memperhatikan aktivitasnya. Kakinya terangkat sebelah, melepaskan alas kaki yang telah terpasang apik di sana. Begitupun selanjutnya, hingga kini Galen melonggarkan sebuah kain panjang yang melingkar di lehernya itu.

"Lo ngapain di sini? Main nylonong aja tanpa izin," gerutu Galen sambil melepas satu persatu atribut sekolah yang terpasang apik di tubuhnya.

Daniel langsung berubah posisinya, tangannya mengambil sebuah benda pipih yang tak jauh dari jangkauannya. Kemudian memperlihatkan room chatnya yang terakhir kali dengan Galen.

Galen lantas menghela nafasnya kasar, langkah kakinya berjalan menuju keranjang kotor berisi pakaian yang telah dikenakannya beberapa hari ini. Cowok itu segera memasangkan kaos oblong warna favoritnya 'hitam' serta mondobel kolor ijonya dengan celana tartan pendek untuk menambah kesan modisnya.

"Gue belum jawab kalau lo tau," jawab Galen singkat. Dirinya segera mendudukkan diri kembali pada kasur, tepat di sebelah Daniel.

"Yang penting sudah izin tuan rumah. Om Alby dan Tante Zelyn telah mengizinkan gue untuk tinggal di sini. Seminggu."

Seperti badai angin yang tiba-tiba menerjang, Galen terpenjarat hingga membelalakkan matanya lebar. Dirinya sangat tidak mengerti bagaimana cowok brandalan seperti Daniel belakangan ini berhasil mengelabuinya. Terlebih saat ia berbicara akan pergi selama tiga hari? Kini dirinya harus tinggal serumah bahkan satu kamar. Sungguh sial nasib dirinya kali ini.

"Seminggu? Mau ngapain lo lama-lama di sini?" tanya Galen tak terima. Wajar saja dirinya sangat merasa terganggu akan kehadiran cowok berambut acakan itu, belum juga satu jam ia telah membuatnya kesal.

Bagaimana tidak? Seperti sekarang cowok dengan tinggi semampai itu merogoh sekotak rokok dalam saku celananya, kemudian mematikkan sebuah korek di penghujung gilingan tembakau itu. Sedetik kemudian kepulan asap menyembul ke bagian ruangan, membinasakan sisa-sisa oksigen yang terdapat di sana.

"Lo kalau ngerokok gak tau tempat," cerca Galen sambil mengipasi bagian hidungnya yang berjibun asap.

"Memang di mana tempat merokok yang benar?"

Lantas Galen langsung terhenyak, ia memikirkan jawaban yang tepat untuk menjawab pertanyaan Daniel. Namun, otaknya itu seakan buntu, tidak ada satu kalimat yang pas untuk ia lontarkan. Memang jika difikir kembali di manakah tempat yang tepat untuk merokok? Siapa yang bisa menjawabnya? Dirasa memang merokok bukanlah hal yang benar, melainkan para lelaki selalu membuat pembenaran tentang khasiat merokok. Seperti bisa menghilangkan stres. Entah itu benar atau tidak, yang telah diketahui rumor itu sudah menyebar di mana-mana.

"Gak bisa jawab, kan, lo?" lanjut Daniel dengan senyuman meremehkan. Satu sembulan asap itu lagi-lagi mengenai wajah Galen.

"Tapi secara gak langsung lo njagak gue jadi perokok pasif. Dan lo tau resikonya lebih berat yang mana, kan?"

"Sering menghirup asap rokok secara pasif dapat meningkatkan risiko seseorang untuk terserang kanker paru-paru sebanyak 25 persen," tebak Daniel.

Kedua matanya langsung mendelik setelah mendengar ucapan itu, seakan-akan tak percaya jika itu semua terlontar dari mulut Daniel.

GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang