Kantin yang terletak di sebelah aula pertemuan telah dipenuhi oleh seluruh siswa SMA Andorra. Suara bisik dari setiap orang mampu menghentarkan gelora ingin tahu Galen. Arah pembicaraan yang tak cukup jauh dari pernyataan Elenea kemaren. Tentang tiga anak baru yang akan menduduki bangku di SMA kesayangan.
Lantas cewek yang duduk berhadapan dengannya tak tergerak sedikitpun untuk ingin tahu identitas mereka. Bahkan saat beberapa orang mengklaim jika murid baru itu adalah anak dari penyumbang yayasan di sekolah favorit ini. Banyak rumor juga yang mengatakan bahwa mereka bukanlah pindahan dari SMA yang ada di kota metropolitan ini, lalu darimanakah mereka berasal?
Cewek berambut sebahu seraya menyedot es jeruk di sampingnya itu hanya mengangkat bahunya acuh.
Galen langsung mengubah pandangan nya. Menatap seorang Elenea yang masih bergelut pada somay di piringnya, sesekali juga membaca novel remaja yang telah terbuka di atas meja. Tak banyak yang difikirkan, tetapi beredarnya obrolan seputar anak baru itu membuat Galen sedikit tertarik. Pembahasan soal penyumbang yayasan yang belum Galen ketahui sepenuhnya. Tentang bagaimana kerja mereka di sekolah ini? Tentang Daniel yang terus berbuat ulah hingga alfa di setiap jam pelajaran, tetapi tak ada hukuman yang setimpal.
"El," panggil Galen dengan tatapannya yang mulai mengedar ke seluruh kantin. Berharap ada gerombolan tiga anak yang akan menjadi sorotan semua siswa-siswi di sana.
"Hmmmm ...."
"Lo gak pengen tau siapa tiga anak baru itu?" Galen mengerutkan keningnya. Mengalihkan perhatiannya penuh menghadap Elenea. Seolah-olah sang cewek di depannya itu akan memberikan jawaban yang sedang ia tunggu.
"Gak."
Seharusnya ia juga lebih tau tentang siapa Elenea, cewek gak mau tahu dan juga tidak akan mencari tahu. Menurutnya hanya membuang waktu saja untuk mengurusi mereka yang tidak ada kaitannya dengan hidupnya. Itulah Elenea, dengan segala kesederhanaan dan banyak misteri dalam hidupnya.
Galen lantas menghela nafasnya, tidak ada lagi yang harus ia lakukan untuk mencari tahu. Toh, cepat atau lambat anak baru itu akan segera diketahui. Yang kini harus ia lakukan adalah menghabiskan sisa pentol berkuah yang masih setengah mangkuk itu, mengingat juga bel masuk akan berbunyi sepuluh menit lagi.
Menggunakan sendok makan yang tengah ia pegang, dirinya melahap satu persatu pentol dengan benar. Mengunyah hingga tiga puluh dua kali sesuai aturan makan yang sebenarnya.
"El, lo mau nggak--?" tanya Galen dengan menelan sisa-sisa makanan dalam mulutnya.
"Gak mau."
"Gue belum selesai bicara kalau lo tau," jawab Galen tak terima.
"Gue gak peduli. Palingan juga gak penting."
"Suudzon mulu, kan, hidup lo."
Kring ....
Bel masuk menggema di sudut ruangan hingga seantero sekolah. Para murid di sana bergegas pergi dari tempatnya, bangkit dari duduknya kemudian berjalan cepat menuju kelasnya masing-masing. Begitupun dengan Galen dan juga Elenea, keduanya segera mengembalikan barang-barang yang telah mereka pergunakan. Mengusung piring yang penuh saos kacang, mangkuk yang berisi kuah, serta dua Hurricane glass dengan sisa lemon yang tertancap di bagian pinggirnya.
Galen dan Elenea berjalan sejajar, tetapi tidak ada obrolan dari keduanya. Si cewek yang fokus membaca novel yang bertumpu di tangannya, sedangkan Galen yang sibuk mengamati jalanan di depan untuk memastikan tidak ada yang menghalanginya berjalan. Lebih tepatnya jalan untuk Elenea. Sesekali Galen menyibak-nyibakkan tangannya agar beberapa orang yang depannya menepi dengan sendirinya. Tak lupa juga Galen menderetkan giginya rapat-rapat sebagai permohonan maaf.
KAMU SEDANG MEMBACA
GALEN KALENDRA (COMPLETED)✓
Roman pour AdolescentsTentang Galen Kalendra, cowok berusia enam belas tahun mantan anak jalanan yang nasibnya berubah 180° setelah menjadi anak angkat tunggal dari keluarga kaya raya. Kehidupan barunya mempertemukannya dengan cewek yatim-piatu bernama Elenea. Elenea Sya...