Pria itu diam terpaku di dalam ruang kecil yang di sekelilingnya hanya ditutupi oleh selembar kain berwarna hijau muda. Suara di balik tirai masih terdengar, meski berbisik namun ia bisa menangkap apa yang mereka bicarakan.
Untuk sebuah prestasi, Tyaga akan begitu bangga jika dirinya dijadikan pusat atensi. Tapi menghamili wanita yang tak terikat pernikahan dengannya, ada beban mental yang ia sangga namun seberat apapun itu ia harus bersikap biasa-biasa saja.
"Masa sih itu suaminya?"
Bisik-bisik yang meragukan itu terdengar lagi tapi ... Keraguan itu benar adanya. Zinia bukan istri Tyaga tapi wanita itu tengah mengandung dan kemungkinan besar janin yang bersemayam di janin Zinia adalah milik Tyaga.
Apa yang harus pria itu rasakan kini. Sedih? Untuk bayi yang sudah begitu ia damba hadir di dalam pernikahannya, Tyaga tak sanggup untuk bersedih atas datangnya buah hati yang tak tahu mengapa harus tumbuh dari rahim yang bukan istrinya. Bahagia? Tak tahu apa yang membuat dirinya senang jika kabar kehamilan bukan dari wanita yang ia nikahi, tapi dari gadis yang dirinya nodai.
Jadi hanya mampu terpaku dengan iringan bisik-bisik di sekitarnya yang makin lama makin tak terdengar, suara lirih dari wanita yang duduk dengan lutut terlipat di atas ranjang pesakitan membuyarkan seluruh perasaan kosong di hati Tyaga.
"Maaf."
Semestinya kata itu Tyaga yang mengucapkan. Dia yang telah merusak masa depan seorang wanita, tapi dia lah yang berlagak sebagai korban.
"Ma--" Isak menghentikan ucapan Zinia yang mengalun bersama getar terluka.
Wanita itu menunduk, menenggelamkan wajah di antara lutut. Meringkuk pilu dengan bahu bergoyang, namun tak ingin ada yang mendengar, wanita itu menahan suara tangis sekuat tenaga.
Tyaga tak semestinya diam.
Kejahatan yang ia lakukan akan mengorbankan dua orang, Zinia dan janin yang tumbuh di rahim wanita itu. Jadi daripada terus meratapi kesalahan yang tak bisa diperbaiki karena waktu tak akan lagi kembali ke belakang, Tyaga harus mengambil tindakan.
"Saya akan gugurkan."
Deg!
Jantung Tyaga sontak berdenyut nyeri satu kali sebelum pemompa darah itu bergerak cepat di luar kendali. Tapi ini berbanding terbalik dengan kemampuan bernapas yang seolah tak lagi Tyaga ingat caranya hingga paru-paru menyempit, mencipta sakit yang lebih dahsyat lagi.
"Pak?"
Raut pucat Zinia dapati dari atasan yang selama dua bulan ini menganggap dirinya mahluk tak kasat mata.
Memanggil perlahan, Zinia tak mampu mengerjap saat mendapati Tyaga yang langsung menarik napas dalam-dalam seolah di dunia ini akan kehabisan oksigen sebentar lagi.
"Bapak ... Bapak kenapa?"
Tatapan tajam Tyaga tertuju pada Zinia. Kobar marah dan tak suka terlihat jelas membuat wanita yang ia pandang ciut di tempatnya.
Zinia tak tahu apa salahnya, karena dibanding Tyaga, ia lah yang semestinya berhak marah. Benar, kan?
"Saya akan membesarkannya."
Tanpa berpikir ulang seolah rasa sayang seketika timbul pada janin yang tengah berkembang di rahim Zinia, Tyaga mengambil keputusan
Ya ... Keputusan yang sontak membuat ia diam dan mengurut pangkal hidung yang terasa panas.
Dia bisa gila memikirkan ulah Laura yang ingin menjebaknya namun malah berakibat lebih fatal. Zinia yang menjadi korbam ketidaksengajaan ini tapi di sini malah Tyaga yang bersikap seolah ia yang harus lebih dikasihani. Lalu kini sesuka hati ia putuskan untuk merawat bayi yang bahkan belum lahir dengan kondisi Zinia yang tak mungkin mengandung dengan status lajang.

KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua
RomanceOrang ketiga masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya yang harmonis. Merusak kebahagiaan yang ia punya, menggantikan dengan duka bertubi-tubi. Dengan hati yang tak baik-baik saja, Raddine memutuskan untuk bercerai. Namun menanti semua kembali sepert...