Raddine merasa tak nyaman. Sejak tiba di rumah, mungkin sadar tak mendapati kabar dari sang suami yang hanya menghubungi sore tadi, membuat ia gelisah.
Bahkan biasanya ia berbincang sebelum tidur meski berjauhan. Tapi Tyaga sulit sekali dihubungi. Tak seperti biasanya.
Tidur setelah memaksakan diri untuk terlelap bersama gawai yang terus ia sanding, alarm subuh membuat ia terbangun dan yang pertama ia lakukan adalah memeriksa ponsel, apakah ada panggilan atau sekadar pesan dari sang suami.
Tapi nihil.
Bersama rasa khawatir, ia mendesah kecewa.
Raddine : Beeeeee ke mana? Kok ga ada telepon atau chat sih?
Merasa berat menimpa dada, Raddine turun dari ranjang dengan lesu setelah ia mengirim pesan singkat untuk sang suami.
Dia takut terjadi sesuatu dengan Tyaga. Berpikiran untuk menghubungi Zinia, namun ia takut mengganggu atau malah dianggap istri posesif. Subuh begini menanyai kabar. Mungkin benar, Tyaga masih tidur. Mungkin semalam pulang terlalu larut. .
Keluar kamar, jika tak ada kegiatan ia memilih untuk membantu bik Vina di dapur. Biasanya jika tak ada Tyaga, Raddine akan langsung bersiap-siap pergi bekerja. Tapi dia sudah tak bekerja, kan?
Kejutan untuk sang suami ketika pulang nanti.
Membayangkan bagaimana respon Tyaga nanti saat tahu ia tak lagi bekerja, membuat Raddine senyum-senyum sendiri.
"Loh non? Kok ke dapur?"
Langsung menggulung lengan tangan, Raddine berjalan menuju kulkas. "Aku bantu ya, bik?"
"Emang ngga kerja, non?"
Raddine menggeleng dan memberi senyum tipis pada bik Vina. "Istirahat dulu," jawabnya kemudian membantu bik Vina sambil mendengar cerita asisten rumah tangga tentang keluarga atau harga bahan pokok di pasar yang meroket tinggi.
Raddine tak tahu masalah yang banyak ditimpa ibu rumah tangga. Dia tak pernah belanja ke pasar tradisional, juga andaikan ke supermarket, ia tak pernah melihat harga untuk barang yang ingin ia beli.
Posisi yang diinginkan bik Vina dan beberapa ibu rumah tangga lainnya.
"Loh, kamu ngga kerja?"
Mendengar suara ibu mertua, Raddine praktis menoleh dan memberi gelengan pelan. "Ngga, ma."
Sebelah alis Rissa menukik ke atas. "Kamu masak?" Belum tanyanya dijawab, Rissa sudah kembali mengimbuhi ucapannya. "Tyaga ngga ada."
Respon dingin Rissa mendapati dirinya di dapur sedikit menyentil rasa sungkan Raddine namun wanita itu tetap tersenyum. "Sesekali, ma," jawabnya kemudian menarik napas dalam, mencoba melegakan dada yang disambangi rasa sesak.
Raddine tak tahu mengapa akhir-akhir ini ibu mertua jadi jauh lebih ketus dengannya. Raddine tak mengetahui apa salahnya, dicari-cari pun tak kunjung ia temui mengingat interaksinya dengan Rissa yang termasuk minim sekali.
"Bik, cari Ripah untuk beresi kamar saya."
Bik Vina yang tak berani menoleh saat Rissa datang baru kemudian menatap majikannya setelah ia dipanggil. "Iya, nya."
Kemudian menatap kepergian Rissa yang berlalu begitu saja bahkan tanpa meninggalkan ucapan manis kepada Raddine yang memilih untuk melanjutkan masak.
"Non."
"Heem?" Sedang mengupas kulit bawang, Raddine menoleh pada Bik Vina yang memegang tombol cooper blender namun tak kunjung ditekan. "Kenapa, bik?"
"Eem." Tampak sungkan di raut bik Vina yang kemudian agak mendekat pada Raddine. "Maaf nih non."

KAMU SEDANG MEMBACA
Kali Kedua
RomanceOrang ketiga masuk ke dalam kehidupan rumah tangganya yang harmonis. Merusak kebahagiaan yang ia punya, menggantikan dengan duka bertubi-tubi. Dengan hati yang tak baik-baik saja, Raddine memutuskan untuk bercerai. Namun menanti semua kembali sepert...