Part 17

5K 655 276
                                    

Tak tahu apa yang salah. Bukankah daun tetap jatuh ke bawah dan langit tetap memayungi dunia. Lalu mengapa semua terasa berbeda, hari yang dilalui menjadi tak sama, seperti ada bahagia yang menginggalkan relung hati yang lambat laun menjadi sepi.

Tyaga di sini, beberapa hari bahkan terus menemani Raddine di rumah. Mereka habiskan waktu berdua, malah hanya keluar kamar jika perlu saja. Selebihnya mereka nikmati waktu yang berlalu tanpa pengganggu. Seperti pengantin baru, kan?

Tapi ... Yang mendekap Raddine dan mencium mesra hanya raga saja. Nyawanya seolah tak ada. Pria itu di sini, namun pikirannya entah ke mana.

Mungkin memang ada yang salah. Mungkin saja Raddine melewatkan sesuatu yang membuat Tyaga tersenyum tanpa cahaya. Tapi semakin dipikirkan, Raddine makin tak menemukan jawaban.

Dia dan Tyaga tidak sedang dalam masa gencatan senjata. Aman tanpa perdebatan. Malah kali ini berbeda dari beberapa waktu lalu, dia dan Tyaga terasa lebih tenang tanpa keributan di tiap bulan. Terakhir hampir ribut adalah saat Tyaga membohongi ia soal jadwal kerja. Ya ... Katanya di kantor ternyata di luar entah ke mana.

Tapi sudah terselesaikan dengan baik dan cepat. Setelah itu tak ada hal yang bisa dijadikan bahan untuk cekcok, karena Tyaga tak pernah membuat salah lagi, pun dengan Raddine yang sudah lebih banyak di rumah dan selalu ada untuk suaminya.

Pernikahan yang sedang dijalani seperti teratai yang tenang di atas air tanpa gelombang. Tapi hanya indah di permukaan saja, karena nyatanya Raddine merasakan hal yang berbeda.

Mengapa Tyaga sering melamun saat Raddine lengah sebentar saja. Pria itu ada untuknya, tumben sekali kan tak berangkat bekerja selama tiga hari. Bahkan Rissa sampai menanyai alasannya dan Tyaga hanya menjawab istirahat dengan nada ketus.

Waah, biasanya mana berani sang suami melakukan itu. Apalagi dengan Rissa yang jelas terkejut diketusi oleh putra kesayangan. Tapi wanita itu tak marah. Hanya menegur Raddine di kemudian hari.

Mengatakan agar ia menjadi istri yang pengertian.

Maksudnya rajin lah melayani suami agar tak kelelahan.

Ya ... Raddine mendengar nasehat itu, jadi di pagi ini, di saat hati tengah penuh tanda tanya mengapa Tyaga begitu murung padahal tak ada hal yang harus pria itu sedihkan ; Raddine baik-baik saja dan pekerjaan Tyaga di kantor tak ada kendala. Raddine yang bangun lebih pagi langsung bergegas membersihkan diri.

Ini bukan mandi besar. Tak ada apapun yang terjadi antara dia dan Tyaga meski berhari-hari bersama. Sang suami hanya memeluknya sambil mendengarkan ia bercerita. Tyaga tak banyak bicara.

Raddine hanya ingin tampil berbeda pagi ini. Sudah wangi dan cantik saat sang suami membuka mata. Padahal tak perlu Raddine lakukan ini. Seperti memiliki bibir parfum di tubuhnya, tanpa harus mandi pagi wanita itu sudah memiliki aroma susu di badan.

Bahkan alis yang sudah terbentuk sejak lahir tak butuh tambahan apapun hingga saat baru terbangun, ia sudah tampak mempesona. Belum lagi pipi yang mudah kemerahan meski hanya mendengar suara parau khas Tyaga di pagi hari. Uh ... Raddine seperti menggunakan blush-on.

Sudah sesempurna itu dirinya. Tapi masih ingin tampil lebih sempurna lagi.

"Eengh!"

Suara geraman Tyaga yang menggeliat. Langsung menoleh ke belakang, Raddine yang berada di depan meja rias memberi senyum. "Pagi sayang."

"Heem. Pagi." Belum sepenuhnya membuka mata, Tyaga duduk sambil menguap lebar sebelum kemudian pandangan telah sempurna, pria itu tatap istrinya dan senyum yang terpatri di bibir berganti dengan kernyitan dalam di kening.

"Hey ... Mau ke mana? Kok udah dandan cantik."

Dan lihat, pipi yang sudah memerah karena bubuk warna jadi kian terang warnanya.

Kali KeduaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang