10

2K 296 13
                                    

Sampai di kediamannya, Haruto bergerak menuju ruang kerjanya seingatnya tas ransel hitam milik Jeongwoo masih ada di dalam sana dan berharap saja Jeongwoo tidak ikut membawanya saat menemuinya siang tadi.

Haruto baru ingat akhir-akhir ini Jeongwoo selalu menggunakan device yang berbeda untuk masalah pekerjaannya dan "pekerjaannya" yang satu ini, jika keduanya sama-sama berada di ruangan ini mereka duduk berhadapan dengan Jeongwoo yang sebisa mungkin menghindari benda apapun yang bisa memantulkan cahaya dari layar laptopnya.

Tas milik Jeongwoo masih tersimpan apik diatas meja, Haruto segera membuka mengeluarkan isinya, laptop berwarna putih kini berada di tangannya, menggeser beberapa barang diatas meja untuk meletakkan laptop itu disana.

Tidak sampai dua jam setelah jam pulang kantor Haruto. Jeongwoo di rumah Haruto, suasanya sudah gelap. Si jenius tidak langsung menyalakan lampu di ruang utama karena ia dapat melihat dari sinar yang masuk melalui kaca jendela mengira si pemilik rumah belum pulang. Sedikit menggeser posisinya ke arah kanan, Jeongwoo melihat ruang kerja Haruto terang pada satu titik ia merasa penasaran dan mendekatinya.

"Kenapa Cruel?" hampir saja Jeongwoo terlonjak kaget di tengah gelap. Suara dari sosok yang sangat dikenalnya sepertinya duduk di atas sofa.

"Haru?"

"Jawab aja kenapa?" suara itu bergetar seolah tengah menahan emosi.

"Aku nyalain dulu lampunya." Jeongwoo mencoba mengulur waktu dan menenangkan jantungnya yang masih berdegup kencang.

"Jangan!!! Gue nggak mau liat wajah seorang teroris yang ternyata begitu gue cintai!" larang suara tersebut membuat langkah Jeongwoo terhenti.

Oke, Jeongwoo merasakan aura kecewa dan kesal dari suara Haruto.

"Maksud kamu apa sih? Kenapa kamu terus-menerus nuduh aku kayak gitu?"

"Kali ini gue nggak asal nuduh, Jeo. Gue udah cek semua data di komputer lo. Bukti yang jelas akurat dan lo nggak bisa mengelak lagi. Di dalam laptop lo, gue nemuin struktur organisasi, rencana jangka panjang, bahkan target negara yang bakal lo ledakin. Lo salah ngajak gue ngeliat isi laptop lo semalam, Cruel!"

"Dari mana kamu tau password dan usernameku?" tanya Jeongwoo yang sudah ikut duduk di samping Haruto.

"Cruel kan username lo? Dan Haruto adalah password yang lo pilih? Lo emang jenius, Jeo, tapi gue tau lo selalu berfikir sangat sederhana." Haruto menggeser duduknya mendekati Jeongwoo. Ia menempelkan dagu runcingnya di pundak Jeongwoo sambil berbisik, "kenapa, Cruel?"

Jeongwoo terdiam. Jika ia mengelak, mungkin sudah tak ada lagi gunanya. Haruto sudah terlanjur tahu tentang isi laptopnya, bahkan cara kerjanya.

Enam bulan lalu saat kekacauan di Vietnam, Jeongwoo memang sudah meninggalkan petunjuk-petunjuk kecil seperti inisial dan kata-kata yang diselipkannya dalam pesan sebelum memulai aksinya agar interpol dapat membacanya dan tentunya memancing kekasih manisnya untuk menceritakan kekesalannya tentang bukti tkp target operasinya melalui pesan singkat tapi Haruto tidak melakukannya.

"Lo mengakui kalo lo Cruel?"

Jeongwoo dibawa kembali diingatan saat ini.

"Ya. Sekarang keluarin pistol di tangan kiri lo itu, dan bawa gue ke Mabes."

Haruto merasakan aura yang dikeluarkan Jeongwoo kali ini sangat berbeda, benar-benar beda tidak seperti semalam.

"Lo berubah, Jeo!"

"Menurut lo, gue berubah karena siapa?"

"Karena gue."

"Bukan. Karena sifat lo yang ngeremehin gue."

Hurricane || jeongharu ✓ EndTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang