"Sakit! Sakit! Sakit!" Jeongwoo membuka matanya dan membentak keras-keras. Kepalanya mendongak menatap Haruto sebal.
"Lo?"
"Sakit! Biarin gue tidur lah. Jangan nangis keras-keras, Berisik! Dan tangan lo! Gue nggak bakalan kabur, jadi nggak usah kenceng-kenceng meganginnya. Sakit!" sungut Jeongwoo memanyunkan bibirnya kesal.
Haruto dan Asahi saling berpandangan konyol. Rupanya sepanjang perjalanan Jeongwoo tidak pingsan, tapi benar-benar tidur.
Tadi Asahi yang menemani Jeongwoo di mobil Patwal sedangkan Haruto menyusul bersama tim yang lain.
"Melihat semangatnya, saya yakin dia akan baik-baik saja. Peluru juga tidak menembus tubuhnya, hanya menyerempet sedikit. Tidak akan lama prosesnya. Silahkan menunggu sebentar di luar." ujar dokter yang menangani Jeongwoo.
"Iya! Gue bakalan baik-baik aja. Jangan nangis! Berisik, mending lo nyanyi biar nyenyak tidur gue." Jeongwoo menimpali.
"Kayaknya saya perlu nembak dia di bagian lain biar nggak pecicilan begini deh Dok!" Haruto menjitak kepala Jeongwoo seraya berjalan keluar pintu IGD mengikuti Asahi yang sudah tertawa cekikikan.
"Sakit!! Gue ini ketembak lho, seenaknya aja maen jitak!!" teriak Jeongwoo yang masih di dengar oleh Haruto.
Gimana?"
Haruto dan Asahi tersentak seketika memberi hotmat. Pak Jihoon diiringi ajudannya datang melihat keadaan.
"Akan sembuh dalam waktu cepat Ndan." jawab Asahi tegas.
"Bagus. Ini, sampaikan ke Cruel, baru tiga negara yang memberi, selanjutnya menyusul kalo Everclear sudah tertangkap." Pak Jihoon menyerahkan sebuah map biru berlogo Interpol.
"Everclear lepas, Ndan?" tanya Haruto kaget.
"Ya, bersama senjata pemusnah yang akan mereka jual. Pekerjaan berat menanti, Ipda Haruto, Ipda Asahi. Sudah bisa dipastikan dia tidak akan berani ke Indonesia setelah ini. Apalagi dia mendapat kewarganegaraan baru di Malaysia. Sementara tetap jaga Cruel. Dia kunci utama kita. Cepat atau lambat, Everclear pasti akan mencari dan memburunya karena kejadian hari ini. Juga karena dia satu-satunya yang tau kode aktivasi senjata pemusnah itu."
"Siap Ndan." ucap Asahi dan Haruto bersamaan.
"Mungkin Ipda Haruto bisa pulang terlebih dahulu, biar Ipda Asahi yang menjaga Cruel."
Haruto mengangguk patuh dan menepuk bahu Asahi pertanda ia mempercayakan Jeongwoo padanya. Setengah berlari, Haruto mengejar Pak Jihoon yang hampir masuk ke dalam mobilnya.
"Ijin Ndan." tahan Haruto.
"Ya?"
"Saya tau kode aktivasi senjata pemusnah itu, Ndan. Apa ada kemungkinan Everclear masih di Indonesia?"
"Saya belum tau, Ipda Haruto. Tapi menurut analisa tim Densus 88, bisa saja dia masih menunggu waktu untuk menghubungi Cruel atau bahkan menyerangnya. Dan, ikut saja dengan mobil saya. Kamu juga pasti terancam apalagi dia sudah melihat wajah kamu."
Haruto tidak punya pilihan lain kecuali ikut dengan mobil Pak Jihoon. Selain ia takut Everclear akan mendatanginya dan memaksanya bicara di mana Jeongwoo berada, ia juga takut akan dipaksa mengaktifkan senjata pemusnah massal itu.
"Saya antar kamu ke rumah?" tawar Pak Jihoon tulus.
"Tidak Ndan, akan lebih aman jika ke apartemen Doyoung saja. Bagian teknis. Saya bisa bersih-bersih di sana. Kebetulan banyak baju saya yang tertinggal di sana."
Pak Jihoon mengangguk setuju dan meminta sopirnya untuk berangkat. Mobil itu berhenti tepat di depan apartemen Doyoung. Setelah memastikan Haruto masuk dengan aman, baru Pak Jihoon bergerak pergi meninggalkan halaman apartemen.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurricane || jeongharu ✓ End
FanficEnd✓ Blinded by the fact Gimana sih rasanya punya pacar jenius yang ternyata kerjaannya mengguncang dunia? BxB Jeongharu! Jeongwoo dom! Haruto sub!