"Dari tadi bunyi terus." Pak Jihoon langsung menyambut kedatangan Jeongwoo dan Haruto di parkir depan Mabes Polri. Sepertinya ia terbangun karena sesuatu terjadi pada komputer yang sedari pagi diutak-atik Haruto.
"Hah? Bunyi?" tanya Jeongwoo kaget.
"Iya, mirip sama bunyi komputer sini pas lo meretas dan ngasih tau lokasi lo dulu."
"Sejak kapan bunyi Pak?"
"Setengah jam yang lalu."
"Bunyinya nggak berubah tapi?"
"Enggak stabil ada suara 'nging' doang."
"Bagus!" tanpa menunggu Pak Jihoon dan Haruto yang hanya bengong melihat tingkahnya, Jeongwoo bergegas ke ruang interogasi. Saat ia tiba, layar komputer yang dilaporkan Pak Jihoon sudah berubah tampilan. Ada sebuah gambar jam pasir animasi yang bergerak-gerak tak beraturan. Di sudut kanan atas, ada sebuah tulisan kecil seperti kolom password namun tidak menggunakan bahasa Indonesia.
"Jeo, ada apa?" tanya Haruto begitu ia sampai dengan nafas tersendat karena lelah menaiki tangga.
"Suhu senjata gue nggak stabil, Ru. Dan itu artinya kalo nggak cepetan distabilkan, dia bisa meledak."
"Jadi kita bisa tau posisi senjata itu di mana?"
"Nggak jauh. Di Bandung."
"Bandung?"
"Diem dulu sayang, gue nggak bisa konsentrasi."
Haruto langsung terdiam tanpa memprotes kelakuan menyebalkan Jeongwoo. Baru setengah jam yang lalu Jeongwoo melamarnya dan sekarang dia bahkan bersikap seperti orang lain.
"Cruel, lo balik deh. Balik, ni cowok lebih nyebelin dari pada lo pas udah di depan komputer gini." ucap Haruto bernada. Sialnya, Jeongwoo bahkan tidak perduli dengan nyanyian asal Haruto.
"Berhenti ngomongin Cruel kalo lo nggak mau gue nikahin besok pagi!" gumam Jeongwok tanpa mengalihkan pandangannya dari depan layar komputer.
"Cruel, Cruel. Di mana engkau berada?" nyanyi Haruto justru makin menjadi.
"Pak Jihoon bisa tolong cariin alamat ini?" Jeongwoo menoleh Kombes Polisi di sampingnya tanpa mempedulikan Haruto. Wajahnya yang tadi tampak frustasi terlihat semakin kusut.
"Ini alamat Everclear?"
"Minta tolong cariin dulu, itu penting banget buat gue." pinta Jeongwoo serius.
Pak Jihoon mengedikkan bahunya pelan dan tanpa bertanya lagi, ia keluar ke bagian teknis. Jeongwoo hanya memberi sebuah nama dengan jenis kelamin laki-laki serta riwayat pendidikannya. Baru kali ini ada teroris berani menyuruh seorang petugas, jika bukan si Lemot pasti tidak akan ada lagi.
"Gue mau pulang duluan." Haruto berdiri bosan dari kursinya, ia merasa diabaikan.
"Iya, hati-hati, gue nggak akan pulang, Ru. Besok pagi gue jemput lo aja ya?"
"Nggak perlu. Biar gue berangkat sendiri. Lagian lucu, lo-nya udah di sini terus pake acara jemput gue buat balik ke sini lagi, nggak mau ah."
"Siapa bilang balik ke sini? Pokoknya lo siap-siap. Jam delapan pagi gue tunggu di parkir apartemen. Minta tolong bawain baju gue ya, lengkap dengan jasnya." pesan Jeongwoo mewanti-wanti.
"Sebenernya kita mau ke mana sih?"
"Ada. Ini menyangkut hidup dan mati kita."
"Hidup dan mati kita?"
"Iya. Kalo nggak hidup ya mati. Iya, kan?"
"Jeongwoo, gue serius."
"Ini gue juga lagi serius. Kalo nggak serius meledak beneran lho senjatanya." ucap Jeongwoo meyakinkan.
![](https://img.wattpad.com/cover/315594272-288-k345572.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hurricane || jeongharu ✓ End
FanfictionEnd✓ Blinded by the fact Gimana sih rasanya punya pacar jenius yang ternyata kerjaannya mengguncang dunia? BxB Jeongharu! Jeongwoo dom! Haruto sub!