EPILOG

434 42 22
                                    

PUTARAN BAN MOBIL melambat saat keberadaan plang Toko Roti Navi Luz mulai terlihat. Begitu turun dari mobil, ia pun disambut oleh trotoar yang basah akibat tanaman yang berjejer di sepanjang toko roti itu baru selesai disirami. Mingyu tak peduli. Dengan langkah tegas ia menjajaki trotoar basah itu bersama sepatu kulit yang berkilau. Berhenti sejenak di depan pintu kaca bertuliskan 'open'. Melepas kacamata, menyingsing kemeja biru berharga mahal, membenarkan posisi rambut. Mingyu siap tebar pesona.

"Aku dengar CEO kalian datang hari ini," kata Mingyu, usai menyebutkan menu yang ia inginkan sebagai sarapan.

Pelayan itu mengangguk. "Apakah Tuan hendak bertemu dengan CEO kami? Aku bisa memanggilnya jika Anda mau."

Mingyu senyum. Pelayan ini sungguh pengertian, pikirnya. Tapi itu wajar karena Mingyu sering melakukannya, meski sering kali berakhir tak menyenangkan. Entah itu karena orang yang dicari tidak ada, atau malah tengah bersama kekasihnya. "Ya, kalau tidak mengganggu."

Tatanannya tidak banyak berubah sejak pertama kali dibuka hingga kini memiliki begitu banyak cabang. Selain karena CEO-nya yang cantik, inilah yang menjadi alasan kenapa Mingyu begitu menyukai toko roti ini. menyukai suasana dan menu yang mereka tawarkan. Saat mengecek ponsel genggam, Mingyu mengumpat karena pesan singkat dari ayahnya. Tak membalas. Ia malah menghubungi Seokmin. "Tidak bisakah kamu menghentikan ini?"

"Apa maksudmu?"

"Kamu tidak kasihan padaku?" Bukannya menjawab, Mingyu malah balik bertanya.

"Ah..." Seokmin tertawa. "Ini bukan keputusanku, kamu ingat?"

"Ya, tapi kamu bisa melakukan sedikit drama. Itu keahlianmu."

"Kenapa tidak kamu saja yang memainkan dramanya?"

"Kenapa kamu begitu menyebalkan?" Mingyu merasa bebas berteriak karena seingatnya hanya ada dirinya di sana. Tidak ada pengunjung lain selain dirinya di lantai dua Toko Roti Navi Luz. Tapi ternyata ia salah. Jantung Mingyu jatuh ke usus saking terkejutnya. "Oh astaga, sejak kapan kamu ada di sini?"

"Bukankah kamu yang memanggilku? Kenapa malah terkejut?" tanya Seungkwan, sibuk menahan tawa.

Rusak sudah. Rencananya untuk tebar pesona gagal total. Mingyu menekuk wajahnya.

Tangan Seungkwan menopang dagu di atas meja. Memandang Mingyu penuh selidik. Kira-kira alibi apa lagi yang hendak Mingyu jadikan sebagai alasan untuk bertemu dengannya? Selain itu, Seungkwan jauh lebih tertarik dengan obrolan Mingyu di sambungan telepon tadi. "Ini sudah hampir dua bulan. Kamu masih begitu ketergantungan dengan Seokmin?"

"Cih, siapa bilang? Aku hanya mengadu padanya karena terlalu kesal."

"Seburuk itu kah asisten pribadimu yang sekarang?"

Mingyu menganggukan kepala sambil mengerucutkan bibir. Sekurangajarnya Seokmin terhadap Mingyu selama menjadi asisten pribadinya, masih jauh lebih menjengkelkan asisten pribadinya yang sekarang. "Dia melaporkan apa pun yang aku lakukan kepada Ayahku."

Seungkwan tertawa lagi. "Bukankah itu bagus?"

"Bagus apanya? Itu melanggar privasiku, tahu? Aku bahkan..." Ucapan Mingyu tertahan saat flash kamera tiba-tiba saja menyerang mereka berdua. Dengan penuh kemurkaan Mingyu berdiri dan berteriak. "Siapa itu? Jangan mengganggu privasi orang lain!"

Ada dua orang di sana. Tengah melakukan penyamaran. Bersembunyi di bawah meja. Laki-laki dan perempuan. Yang perempuan memukul lengan laki-laki. Mengumpatinya. "Dasar bodoh! Kenapa flash-nya tidak dimatikan?"

"Jeon Wonwoo?"

Mau apa lagi? Identitasnya sudah ketahuan. Wonwoo melepas wig dan kacamatanya. "Aish! Menyebalkan sekali. Soonyoung-ah, kamu harus mentraktirku makan hari ini sebagai ganti rugi!"

BAMBOOZLE (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang