3. Menjadi Orang Yang Jahat

358 43 3
                                    

AYAH JISOO MENELEPON Jisoo tidak lama setelah kelas terakhir telah berakhir. Beliau memang tahu jadwal kuliah Jisoo hari ini karena sempat bertanya saat mereka menikmati sarapan bersama walaupun pada akhirnya sendiri-sendiri: Jisoo terburu-buru berangkat setelah dikabari oleh teman sekelasnya bahwa jadwal kuliah pertama sedikit dimajukan. Dalam percakapan singkat melalui sambungan telepon tersebut, ayah Jisoo meminta anaknya agar segera pulang begitu selesai kuliah. Jisoo sempat menanyakan apa alasannya, namun beliau hanya mengulangi permintaannya tanpa berminat menjawab. "Apa ini ada hubungannya dengan bisnis Ayah?" tanya Jisoo, lalu sambungan telepon tersebut langsung diputuskan secara sepihak. "Cih. Anak Ayah bukan hanya aku, tapi kenapa hanya aku yang diperlakukan seperti ini?"

Sebenarnya tidak. Jeonghan pernah berada di posisi Jisoo sebelum memperkenalkan Seungcheol kepada kedua orangtuanya. Dan juga pada awalnya tidak semulus sekarang karena syarat yang diajukan oleh ayah dan ibu mereka adalah keterampilan dalam mengelola bisnis, mengingat Jeonghan dan Jisoo merupakan pewaris yang sudah pasti, cepat atau lambat, mengambil alih perusahaan keluarga. Jadi mereka memberi syarat khusus bahwa masing-masing dari kedua putrinya harus memiliki pasangan yang dapat diandalkan dalam mengelola bisnis. Beruntung, Seungcheol memang demikian. Setidaknya itu terlihat dari pendidikannya yang sejalan. Meskipun sejujurnya Jisoo masih sangat ragu apalagi setiap kali mengingat bagaimana kondisi proyek khusus yang ayahnya serahkan kepada Seungcheol, tak jelas sudah sampai di tahap mana.

Kiamat terjadi begitu Seungcheol diterima di keluarga mereka. Semuanya, perjodohan, pertemuan yang merembet perjodohan, dan segala macam sejenis keloninya, menjadi bertumpuk kepada Jisoo.

Dan dugaan Jisoo kali ini pun tidak salah. Dia diminta langsung pulang begitu menyelesaikan perkuliahan pada hari ini adalah untuk terlibat dalam pertemuan bisnis yang diyakini akan diselipi kata-kata perjodohan. "Siapa kali ini?" tanya Jisoo, begitu masuk ke dalam mobil dengan hati seratus persen terpaksa. Enggan memasang sabuk pengaman. Juga enggan melihat ke arah kedua orangtuanya.

Sang ibu mengelus tangan Jisoo pelan. Bicara dengan tidak kalah pelannya usai menerima sinyal dari si suami bahwa dialah yang akan menjelaskannya kepada Jisoo. "Mulai hari ini Keluarga Wen akan tinggal di Korea."

"Wen?" Rasanya badai telah berada di depan mata. Jisoo masih ingat persis. Kelakuan putra dari Keluarga Wen itu bahkan jauh lebih idiot dibandingkan Choi Seungcheol. Membuat pening kepala. "Untuk apa?"

"Mereka akan meresmikan cabang perusahaan di sini. Jadi ya... Akan tinggal di sini. Sedangkan perusahaan di Tiongkok akan dijalankan oleh keluarga mereka."

"Jangan bilang aku disuruh ikut untuk meladeni Wen Junhui."

Ayah Jisoo tertawa. "Dia anak yang lucu. Ayah harap hari-harimu akan sangat menyenangkan nantinya."

Bagi Jisoo, dari sekian juta kebohongan yang ayahnya katakan sebagai alasan, kebohongan inilah yang paling nampak bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya.

Bagi Jisoo, dari sekian juta kebohongan yang ayahnya katakan sebagai alasan, kebohongan inilah yang paling nampak bertolak belakang dengan keadaan sebenarnya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
BAMBOOZLE (✔️)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang