A - 004

821 48 0
                                    

Julian dan Agatha memanggil pelayan kemudian memesan makanan. Setelah itu, mereka menunggu sambil berbincang ringan.

"Bagaimana pekerjaanmu hari ini?" Tanya Julian.

"Pekerjaanku membuatku pusing. Musim salju akan segera tiba. Aku harus mengejar target produksi dan distribusi jaket berbulu style terbaru ke berbagai negara. Memikirkan itu semua membuatku sakit kepala," jawab Agatha dengan ekspresi lelah.

Julian tersenyum. "Kau mengkhawatirkan musim salju, padahal kita tidak akan melewati musim salju di sini."

"Parahnya lagi, pakaian renang yang sebelumnya sedang aku kerjakan juga masih belum selesai," ucap Agatha.

"Kau hanya mengandalkan satu pabrik garment, kan? Kenapa tidak mencoba menghubungi pemilik pabrik garment lain yang bisa mengerjakan sebagian produksimu?" Tanya Julian.

Agatha mencerna ucapan Julian. "Benar juga, ya. Tapi, sejauh ini aku hanya mempercayai satu pabrik garment yang sekarang memproduksi jaket dan pakaian renang. Mereka selalu memberikan hasil terbaik. Hanya 2.3% bahan yang terbuang. Bagaimana jika pabrik lain hanya akan menghabiskan bahan tanpa hasil yang maksimal?"

"Kau harus melihat hasilnya dulu. Kalau kau mau, aku akan membawamu ke pabrik garment milik kenalanku," kata Julian.

"Baiklah."

Pelayan datang dengan makanan dan minuman pesanan mereka. Keduanya makan dengan lahap.

"Aku merasa sedang berkencan denganmu," canda Julian.

"Apa yang kau bicarakan, kau bisa berkencan dengan gadis yang lebih cantik dan lebih baik dariku," gerutu Agatha.

Julian tersenyum sambil menggeleng.

Setelah makan malam bersama Julian, Agatha pun memilih menginap di hotel ketimbang pulang ke mansion.

Di hotel, gadis itu merasa lebih bebas dan suasana hatinya lebih baik. Ia berendam di bath up sambil bersenandung. Sesudah itu, Agatha mengganti pakaiannya dengan kaos putih dan celana pendek yang tadi ia beli sebelum ke hotel.

Gadis itu juga menyantap pizza yang baru saja ia pesan. Agatha tampak menikmatinya.

"Padahal tadi aku makan malam dengan Julian, tapi rasanya aku masih lapar." Gadis itu mengabiskan 3/4 pizzanya. Ia bersendawa.

Rasa kantuk tidak kunjung datang. Ia memilih pergi ke balkon. Sambil memakan kripik kentang, ia menatap langit yang bertabur bintang.

"Wah, kota Jakarta terlihat indah dari sini. Aku merasa seperti sedang berada di luar negeri. Ada bulan purnama juga." Agatha mengedarkan pandangannya.

Ponselnya berdering menandakan ada panggilan. Agatha kembali masuk ke dalam dan melihat nama Agriawan di layar. 

"Seharusnya dia tahu aku pasti menginap di hotel jika aku tidak pulang," kata Agatha sambil menolak panggilan tersebut kemudian mengubah mode panggilan menjadi mode pesawat.

Apartemen Agatha sudah bisa ditempati. Ia pun memindahkan semua barang yang ia punya dari mansion Hardiswara ke tempat tinggal barunya itu. Sebenarnya ia enggan melakukannya, karena bisa saja membeli barang-barang baru tanpa harus ribet, tapi ia tidak mau meninggalkan barang-barang lamanya di mansion Hardiswara.

Agatha berbincang sebentar dengan pengurus gedung apartemen.

"Di rumah ini ada 4 kamar, dua kamarnya merangkap dengan kamar mandi. Dua kamar lainnya tanpa kamar mandi, ada juga dapur yang merangkap dengan ruang makan, satu kamar mandi yang terpisah, ada ruang tamu yaitu tempat kita sekarang, dan ada satu ruang kecil untuk gudang atau ruang penyimpanan," jelas wanita itu.

Agatha mengangguk. "Terima kasih, Nyonya."

"Baiklah, jika ada yang diperlukan hubungi saja kami, sampai jumpa."

Setelah wanita itu pergi, Agatha duduk di sofa kemudian menatap langit-langit ruangan. "Ah, akhirnya aku terbebas dari orang-orang kejam itu."

🌠🌠🌠

13.40 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang