A - 082

204 8 0
                                    

Mobil Julian berhenti di depan gedung apartemen tempat Rowena tinggal. Julian menggenggam tangan Rowena. Gadis itu agak terkejut. Ia mendongkak menatap Julian.

"Mungkin aku tidak bisa menyatakan perasaanku seperti kebanyakan pria yang suka bersikap romantis, tapi aku mencintaimu, Rowena," kata Julian.

Rowena mendengarkan.

"Aku tidak tahu kapan perasaan ini muncul. Aku tidak ingin membuatmu tidak nyaman padaku jika aku mengatakannya padamu. Selain itu, aku juga menghargaimu sebagai seorang aktris. Aku tidak ingin kau menjadi kontroversi jika aku terang-terangan menyatakan perasaanku padamu," jelas Julian.

Rowena tidak tahu harus bicara apa. Ia hanya diam mendengarkan.

Julian menatap Rowena dengan serius. "Maukah kau menjadi pendamping hidupku?"

Rowena menarik tangannya dari genggaman Julian. "Maaf, Julian, kau terlalu baik dan terlalu sempurna untukku."

Setelah mengatakan itu, Rowena keluar dari mobil dan pergi.

Julian masih terdiam. Ia mencerna ucapan gadis itu. "Terlalu baik dan terlalu sempurna? Apakah itu sebuah alasan untuk menolakku? Memangnya gadis Australia tidak menyukai pria baik?"

Di apartemen, Rowena tampak melamun. Ia tidak bisa tidur memikirkan ucapan Julian.

"Aku tidak pantas mendapatkan cintamu. Kau seharusnya mendapatkan gadis yang jauh lebih baik dariku," gumam Rowena.

Meski pun Rowena menolak Julian, keduanya tetap berhubungan baik sebagai seorang sahabat. Rowena terkadang merasa bersalah, karena sebenarnya ia juga mencintai Julian. Tapi, Rowena takut mengatakan perasaannya pada Julian. Ia tidak ingin Julian kecewa padanya karena masa lalu Rowena yang kelam.

Biasanya Rowena akan khawatir atau ketakutan saat ada pria yang bersentuhan dengannya, tapi saat Julian menyentuh tangan atau rambutnya, ia merasa baik-baik saja. Rowena merasa jika Julian adalah obat terbaik baginya. Pria itu berbeda dengan pria kebanyakan.

Rowena keluar dari gedung San Entertainment. Teleponnya berdering. Langkah gadis itu terhenti. Ia mengecek ponselnya. Ternyata Julian yang menelepon. Rowena mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Kau di mana? Aku akan menjemputmu," kata Julian.

"Aku baru keluar dari gedung San Entertainment," jawab Rowena.

"Tunggu sebentar, ya."

"Iya, hati-hati di ja...."

Duaaar!

Tiba-tiba terdengar suara ledakan dari seberang sana. Rowena membeku. Telinganya berdengung.

Terdengar suara beberapa orang yang berteriak dan meminta bantuan.

"Julian?" Dengan suara bergetar, Rowena memanggil nama Julian. "Julian?!"

Karena khawatir, Rowena segera menyetop taksi. Ia meminta sopir mengantarnya melewati jalanan yang  biasa dilalui oleh Julian saat akan menjemputnya.

"Nona, aku tidak bisa menerobos kemacetan ini. Tampaknya ada kecelakaan di depan sana," ucap sopir.

Rowena segera membayar sopir taksi tersebut kemudian ia keluar dan berlari ke sumber kecelakaan. Saat ini perasaannya sudah tak karuan. Buliran bening mengalir membasahi pipinya.

"Julian, tidak." Rowena mengelap air matanya. Ia melihat kepulan asap membumbung tinggi di depannya. Ia pun mempercepat langkahnya.

Terlihat dua mobil hitam yang ringsek dan terbakar. Beberapa orang tampak berkerumun. Mereka memberikan bantuan dadakan pada korban yang mengalami kecelakaan tersebut.

"Julian." Rowena berusaha menerobos desakan untuk melihat korban. Kedua mata Rowena membulat. Ternyata dua korban tersebut bukan Julian.

Terdengar suara sirene ambulans dari kejauhan. Setelah ambulans tiba, warga sekitar mengangkat tubuh korban dan memasukkannya ke dalam ambulans.

Rowena masih mencari Julian. Ia belum bisa tenang jika belum melihat keberadaan pria itu.

"Rowena."

🌠🌠🌠

10.10 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang