A - 019

475 29 0
                                    

"Adikmu yang memberitahuku."

"Bocah itu." Wajah Fio terbesit di kepala Agatha. "Kau mau apa ke sini?!"

Erga memasang wajah berpikir. "Mau apa, ya? Aku lupa."

Agatha tetap berdiri dan waspada. Tidak sedikit pun ia mengalihkan pandangannya dari Erga.

"Letakkan pisaumu, aku jadi takut dan tidak bisa berkonsentrasi," gerutu Erga.

Agatha menggeleng. "Aku tidak akan pernah melepaskan pisau ini. Jika aku melakukannya, kau pasti akan melukaiku."

Erga memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Kapan aku melukaimu, Agatha? Kau yang meninggalkanku waktu itu."

"Itu karena kau gila!" Teriak Agatha.

"Aku gila dari mananya? Justru kau yang terlihat seperti orang gila." Erga menghampiri Agatha.

"Jangan mendekat!" Teriak Agatha memberikan peringatan.

Erga sudah di depannya. Pria itu mencoba menyingkirkan pisau dari tangan Agatha.

"Aduh."

Darah segar menetes disusul pisau jatuh ke lantai. Agatha memegangi jari telunjuknya yang mengeluarkan darah.

"Kau terluka? Sudah aku bilang jangan memegang pisau." Erga membawa Agatha ke dapur lalu membasuh luka kecil itu dengan air wastafel.

Agatha meringis merasakan perih saat air wastafel membasahi luka di jarinya. "Awww."

"Di mana kau menyimpan kotak P3K-nya?" Tanya Erga.

"Aku bisa melakukannya sendiri." Agatha berlalu ke salah satu kamar. Ia mengeluarkan kota P3K kemudian mengobati luka di telunjuknya. Setelah itu, ia memasang plester.

"Sudah?" Tanya Erga yang tiba-tiba berada di belakang Agatha membuat gadis itu terlonjak kaget. Ia lupa pria itu masih berada di dalam rumahnya.

"Ini semua gara-gara kau, pergi sana!" Gerutu Agatha.

Erga memundurkan wajahnya. "Kau yang membawa pisau, kau yang melukai tanganmu sendiri, tapi kenapa aku yang disalahkan?"

"Jika kau tidak ada di sini, ini tidak akan terjadi padaku," ucap Agatha pelan.

Erga menangkup wajah Agatha membuat gadis itu menatap padanya. "Kau tahu kenapa aku jauh-jauh datang ke mari?"

"Kau mengambil alih perusahaan ayahmu, kan? Itu sebabnya kau di sini. Tapi, entah kenapa kau malah datang ke mansion Hardiswara," jawab Agatha sambil menepis tangan Erga.

"Itu juga benar, sih. Selain mengurus perusahaan Ayah, aku juga ingin menemuimu. Hubungan kita belum berakhir, Agatha. Kau pergi begitu saja dariku," ucap Erga.

Agatha membuang napas kasar. "Aku sudah bilang ratusan kali sewaktu masih di Sydney, kalau hubungan kita sudah berakhir. Kau tahu aku tidak mencintaimu, Erga."

Mendengar ucapan Agatha, Erga mendecih. "Ayah dan ibumu menyukaiku. Mereka tidak keberatan saat aku bilang aku menyukaimu."

Agatha menatap Erga. "Berhenti menggangguku, aku tidak bisa hidup tenang setelah mengenalmu."

"Aku juga tidak bisa hidup tenang saat kau pergi dariku," kata Erga.

"Pergi dari sini atau aku akan menekan alarm," ancam Agatha sambil meletakkan tangannya di atas tombol alarm.

Sesaat pria itu menatap Agatha kemudian ia mengangguk. "Baik, aku akan pergi."

Sesampainya di pintu, langkah pria itu terhenti. Ia menatap Agatha yang juga tengah menatap ke arahnya. "Ketahuilah, hanya aku yang mencintaimu dengan tulus. Mungkin kau memang tidak mencintaiku, tapi aku mencintaimu tanpa pernah memikirkan apa kekuranganmu."

Agatha mencerna ucapan Erga. "Kau sudah tahu kenapa aku tidak mencintaimu, tapi kau tidak pernah berhenti membuatku tertekan."

Erga mendecih. "Apa pun yang terjadi, kau akan tetap menjadi milikku, Agatha Sabrina Hardiswara."

🌠🌠🌠

18.35 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang