A - 013

514 31 0
                                    

Keesokan harinya, Agatha tampak masih nyaman terlelap di tempat tidurnya. Karena ini hari libur nasional, Agatha tidak berangkat ke kantornya. Oleh sebab itu, ia bebas bangun siang.

Tiba-tiba Ponselnya berdering. Tangan Agatha bergerak mengambil ponsel tersebut dari meja dengan mata yang masih terpejam. Gadis itu mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Agatha, apa nanti siang kau sibuk? Datanglah ke mansion, kita makan siang bersama," ucap Nyonya Hardiswara.

"Iya."

"Kami menunggumu."

"Aku matikan teleponnya, ya." Setelah berkata demikian Agatha mengakhiri panggilannya kemudian ia kembali tidur.

Jam menunjukkan pukul 1 siang. Agatha baru bangun. Ia membersihkan diri lalu menyantap bubur ayam pesanannya.

"Ah, hari ini aku malas sekali." Agatha menghempaskan tubuhnya ke sofa sambil meneruskan memakan bubur ayam sambil tiduran.

"Kenapa aku bilang iya, kenapa semalam aku tidak mengaktifkan mode pesawat saja," gerutu Agatha.

Meski pun banyak mengeluh, gadis itu akhirnya pergi ke kamar untuk bersiap-siap. Ia memakai gaun hitam dan jas biru gelap lalu memakai high heels hitam dengan malas.

Tiba-tiba ponselnya berdering lagi. Agatha melemparkan sebelah high heels-nya karena kesal.

"Bukankah aku sudah mengaktifkan mode pesawat?" Ketus Agatha kemudian mengangkat panggilan tersebut.

"Halo?"

"Agatha, kau akan datang, kan? Ini sudah jam 1, lho," kata Agriawan dari seberang sana. Suaranya agak lembut kali ini.

Agatha mengernyit. "Aku sedang menyetir, jadi matikan teleponnya."

"Eh? Kau sudah di perjalanan? Apa kau datang sendirian?" Tanya Agriawan.

"Memangnya kenapa? Kau tahu aku sendirian, kan?" Ucap Agatha.

"Kau tidak datang bersama temanmu yang kemarin itu? Ajaklah dia, Ayah yang bilang," kata Agriawan.

Agatha tampak berpikir.

"Kau mendengarku?" Tanya Agriawan.

"Iya, iya."

Akhirnya Agatha menghubungi Rowena dan mengajaknya makan siang bersama di mansion keluarga Hardiswara.

Dalam perjalanan, Agatha yang menyetir sementara Rowena sedang memoles bibirnya dengan lipstik.

"Apa aku boleh bergabung makan siang dengan kalian?" Tanya Rowena sambil memasukkan lipstiknya ke dalam tas.

"Iya, kakakku bilang ini permintaan Ayah. Mungkin dia baru menyadari jika aku punya teman," kata Agatha.

"Aku lihat orang tuamu sangat perhatian dan baik," kata Rowena.

"Aku hanya akan jujur padamu, Rowy. Sebenarnya ibuku hanya menyayangi Fio karena Fio sangat mirip dengannya. Selain itu, Fio juga manja dan pandai mengambil hati orang. Ibuku tipe orang yang mudah luluh. Sementara ayahku tipe orang yang bijaksana, dia tidak pernah pilih kasih. Tapi, selaku anak pertama, kakakku mendapatkan dua kasih sayang dari orang tuaku," kata Agatha.

"Bagaimana denganmu?" Tanya Rowena.

"Dari kecil aku tidak pernah bersikap imut atau manja. Seluruh keluarga besar Hardiswara tahu aku gadis yang tomboy. Sekarang mungkin aku berbeda, karena aku seorang pengusaha fashion, jadi aku harus terlihat lebih feminin. Ayahku memperhatikanku, ibuku juga, tapi perhatian mereka tidak sebesar itu padaku. Karena aku anak tengah, aku memang jarang mendapatkan sororitas," jelas Agatha.

"Kau sudah berjuang dengan baik sejauh ini," hibur Rowena.

Agatha tersenyum. "Meskipun aku membangun perusahaanku sendiri dan membuat perusahaanku maju pesat, mereka tetap tidak akan melihatku. Mereka hanya ingin aku menikah dan itu yang mungkin membuat mereka bahagia. Bukan karena bahagia aku menikah, tapi bahagia karena anak bungsu mereka bisa menikah setelah aku menikah."

🌠🌠🌠

07.40 | 1 Agustus 2021
By Ucu Irna Marhamah

ASTROPHILETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang