10

134 18 1
                                    

"Sang. Nanti mau mampir ke rumah ku? kau tidak pernah kan"—Yunho.
"Aku? apa boleh?"—Yeosang.
"Aku mengajakmu, tentu saja kenapa tidak"—Yunho.

"Eum. Nanti tunggu aku di halte bus"—Yeosang.
"Aku mau ke kelas mu nanti, apa tidak boleh?"—Yunho. Memasang muka ala² memelas.

"Bukan begitu. Aku takut kau tidak nyaman kalau ada yang membicarakan mu nanti karena kita bersama"—Yeosang.
"Kau pacarku. Apa tindakanku salah? tidak kan?"—Yunho.

'Tapi orang lain tidak tahu kita mempunyai suatu hubungan'—Yeosang.

"Okey. Nanti setelah pulang ke kelas ku"—Yeosang.
"Eum. Aku duluan"—Yunho.

Perpustakaan menjadi tempat ingin bertemu dengan Yeosang. Apa kabar dirinya kalau temannya tahu dia benar-benar suka pada Yeosang. Setidaknya Yeosang tidak semakin banyak menghabiskan waktu dengan Seonghwa.



"Apa yang mau kau lakukan saat sudah masuk usia legal nanti? mau coba minum?"—Mingi.
"Tentu saja. Itu momen yang paling ditunggu-tunggu"—San.

"Bukannya minum tidak baik untuk kesehatan?"—Hongjoong.
"Semua orang juga tahu. Tapi untuk suatu perayaan kenapa tidak?"—San.

"Hmm. Ngomong-ngomong soal minuman, memangnya mereka enak? atau bagaimana? kok orang-orang suka meminumnya"—Mingi.
"Ya mana ku tahu"—San.

"Ini Yunho kemana saja? dia ke kamar mandi lama sekali melakukan apa?"—Hongjoong.
"Paling-paling sambil mencari siswi-siswi cantik yang bisa di goda nya. Dari dulu kan begitu"—Mingi.

"Benar. Yunho tetaplah Yunho"—San.
"Tolong kirim pesan singkat ke dia bilang kita ke kelas duluan. Aku lelah menunggunya disini"—Hongjoong.

"Padahal kau bisa sendiri"—San. Gumamnya.
"Aku malas. Kalau kalian masih mau disini silahkan, aku duluan"—Hongjoong.

"Tsk, dia itu tidak berubah"—Mingi.

Suasana istirahat berjalan seperti biasanya. Dengan Seonghwa yang masih enggan kembali bergabung dengan teman-temannya. Terserah orang bilang Seonghwa seperti bocah, tapi menurutnya sendiri kalau ada seseorang yang tidak menyukainya untuk apa memohon untuk tetap sama-sama.



"Aku pusing Jongho"—Wooyoung.
"Kenapa lagi? ada evaluasi dadakan lagi dari pelatihmu?"—Jongho.

"Ibuku memintaku ikut les supaya nanti bisa siap tes masuk perguruan tinggi. Padahal pulang sekolah saja sudah lelah sekali"—Wooyoung.
"Pikirkan saja dulu. Kalau aku sudah dari minggu kemarin"—Jongho.

"Hah? les apa? kenapa kau tidak pernah bilang?"—Wooyoung.
"Untuk apa juga aku bilang padamu. Mereka memintaku aku tidak punya pilihan lain selain mengiyakan. Ibuku bilang aku harus bersyukur bisa ikut les, banyak siswa diluar sana yang belajar sendiri. Padahal keberhasilan tidak tergantung dari les juga kan"—Jongho.

"Oh hai. Kalian membicarakan apa?"—Yeosang. Baru kembali dari perpustakaan dan kelas baru ada beberapa orang.

"Aku disuruh ikut les ibuku. Dan Jongho ternyata sudah memulai dulu. Aku tidak bisa lagi mendengarkan musik sambil tiduran saat pulang sekolah"—Wooyoung.
"Apa kau akan menolaknya?"—Yeosang.

"Aku tidak tahu, aku masih memikirkannya"—Wooyoung.
"Klub dance mu tidak ada agenda performance diluar untuk direkam atau apa? aku ingin sekali melihatnya"—Yeosang.

"Belum. Kurasa akhir bulan baru membuat. Kenapa tidak langsung datang melihatku berlatih saja"—Wooyoung.
"Nanti aku mengganggu mu"—Yeosang.

"Eh Yeosang hyung--"—Jongho.
"Yeosang sa.ja. Jong.ho"—Yeosang.

Second ChanceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang