Pantone 426-C

141 11 0
                                    

[Mahesa]

18 missed calls from Rana

Rasanya jantungku jatuh ke mata kaki saat melihat pemberitahuan dengan font hitam tebal yang tertulis di paling atas pada layar ponselku. Handuk yang di tangan kiri yang sedang aku gunakan untuk mengeringkan wajah, ku lepaskan dengan cepat ke atas tempat tidur.

Seribu skenario buruk berlalu-lalang dengan kecepatan tinggi dalam kepala. Sekuat mungkin aku berdoa agar tidak satupun dari mereka benar terjadi saat ini.

Sedetik sebelum aku sempat memencet tombol dial untuk menelepon Rana, panggilan masuk kembali datang.

"Rana? Kenapa? Maaf aku tadi di kamar mandi-"

"Kak Ma-hhh-mahesa, ini Mario...huks."

"Mario kenapa nangis? Kok Mario bisa pegang hape Kak Rana?" ucapku berusaha tenang, walaupun rasanya aku ingin meledak karena rasa khawatir yang terlalu banyak.

Aku bergerak memasang mode loud speaker dan meletakkan ponselku di atas meja. Instingku mengarahkanku untuk kembali berganti ke pakaian luar, memakai jaket dan celana panjang.

"Kak Rana piㅡhuksㅡpingsan, gak mau bangun."

Kunci mobil sudah ku pegang.

"Pingsan? Kok bisa?" tanyaku, berusaha mengontrol volume suara sebisa mungkin, walaupun sebenarnya aku sangat ingin teriak.

Rana. Rana ku. Pingsan.

"Kakak...huks...huhuhu." Bukannya menjawab, Mario justru menangis semakin kencang.

Aku kembali duduk. Harus kutenangkan dulu Mario agar aku bisa tahu apa yang terjadi, dan apa yang harus kulakukan selanjutnya.

"Mario, tenang ya. Anak pintar, hebat. Coba jelasin ke Kak Mahesa, Kak Rana kenapa? Biar kita bisa obatin Kakak, ya?"

"Iㅡiya," jawab Mario terbata-bata.

Aku bimbing Mario untuk tarik-hembuskan nafas sampai isakannya agak mereda, sambil kutenangkan juga diriku sendiri.

Tiga puluh detik kemudian, isakan Mario berkurang.

"Kakak tadi berantem sama Bapak. Kepala Kakak berdarah, terus perut Kakakㅡhuks...kena dengkulnya Bapak. Sekarang Kakak pingsan."

Tuhan, kan tadi aku sudah berdoa agar skenario buruk yang berlalu-lalang dalam kepalaku jangan sampai jadi kenyataan. Tapi kenapa ada saja doa yang tidak terkabulkan?

"Sekarang kalian berdua dimana? Di rumah?"

Sambil bicara, aku tuliskan catatan di kertas kecil untuk Mama yang sudah tidur di kamarnya. Memberi tahu secara singkat kemana aku pergi dan apa yang terjadi, et cetera. Aku tinggalkan kertas catatannya dengan penahan magnet di pintu kulkas.

"Iyaㅡhhhh, di depan kamar aku. Tadi aku mau telfon ambulance, tapi aku cari di hape kakak, gak ada nomor telfonnya. Jadi aku telfon Kak Mahesa."

Aku sudah duduk di dalam mobil saat Mario menjawab.

"Gak apa-apa, sayang. Pinter, kamu udah betul telfon ke Kak Mahesa," ucapku. "Bapak sekarang dimana? Kalau Kak Mahesa ke rumah sekarang, gak apa-apa?"

"Bapak udah pergi lagi. Kak Mahesa kesini ya, tolongin Kakak akuㅡhuks. Aku takut, Kakak gak mau bangun dari tadi."

Mobil aku nyalakan.

"Kak Rana gak akan kenapa-kenapa. Tunggu sebentar, ya. Kak Mahesa sampai sana, gak lama."

Warna Warni Cerita Kita ㅡ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang