Pantone 3546 C

104 9 0
                                    

[Rana]

Dua foto sudah kuabadikan dalam galeri. Ada sedikit rasa masam di lidah saat aku sadar kalau aku belum membalas pesan yang Mahesa kirimkan sejak ratusan menit yang lalu. Semakin masam rasanya saat ternyata pesannya sudah terbuka, aku sudah membacanya. Bukan hanya dari kolom notifikasi saja.

Semoga Mahesa tidak berpikir kemana-mana.






Sa maaf baru bales :(

Kamu istirahat yg banyak!!!

Seru banget di villa pasti adem yay

Gak kayak di sini mataharinya ada tiga

Ranaaa sayang

Ya Tuhan

Kirain kamu kenapa gak bales2

Aku ketiduran, maaf :(

Gapapa

Yg penting km udh bales skrg

Hehe

Liat aku pake hadiah dari kamu

[pictures sent]

So pretty!

Kamu suka?






Tidak terasa, hujan berhenti sembari aku bertukar pesan dengan Mahesa. Benar kata para pujangga, waktu selalu berlari dengan kecepatan penuh saat kamu menikati setiap detiknya dengan rasa bahagia. Kalau bagiku, rasanya seakan waktu berkata 'sudah, jangan terlalu lama senyumnya. Hidup itu banyak pahitnya'.

Dan, benar saja. Tepat saat aku dan mahesa bertukar janji untuk saling menghubungi lagi, pintu kamarku terbuka tanpa permisi atau ketuk barang sekali.

Bau alkohol yang sangat ku benci langsung menguar, sekuat apapun aku tahan nafas untuk mengunci indera penciuman.

"Eh, anak gak berguna ada di rumah."

Bapak bersandar di kusen pintu. Matanya merah. Entah berapa banyak uang ia habiskan malam tadi, dan dari mana ia mendapatkan uang itu. Aku sudah cukup muak hanya dengan membayangkannya.

"Udah gak berguna, bisu pula. Diajak ngomong tapi gak bisa jawab. Batu kamu?"

Aku simpan ponselku dalam saku. Berjaga jika memang lari adalah salah satu pilihan yang ku punya.

"Bapak gak ketemu Pak RT di jalan pulang?"

Bapak mendengus. "Ada jalan yang gak bakal ketahuan. Jangan samain sama kamu yang tolol."

Setelahnya, Bapak maju dua langkah. Diperintahkan dengan trauma yang sudah beranak pinak dalam kepala, kaki ku langsung mengambil langkah mundur di saat yang sama.

"Dimana kamu nyimpen uang?"

"Gak ada."

"Tsk. Percuma ngomong sama anak tolol."

Bapak merangsek maju menuju meja nakasku. Lacinya ia buka paksa, buat suara retakan kayu memekakkan telinga.

"Gak ada disitu. Aku gak nyimpenㅡ"

"YA TERUS DIMANA?!?!"

Aku pejamkan mata erat-erat saat kotak tempatku menyimpan pena dan alat tulis lainnya Bapak banting tanpa ampun setelah ia gagal menemukan uang sepeserpun.

Saat aku buka mata, Bapak sudah beralih ke lemari. Berjongkok, dan membuka laci di bagian bawah lemari. Melempar keluar semua kaus kaki yang ku lemparkan disana.

Jantungku serasa jatuh ke tanah saat gerakan Bapak berhenti. Entah apa yang Bapak lihat di pojok sana, hal itu berhasil menyita semua perhatiannya.

Nyawaku seperti dipaksa terpisah dari raga saat tangan Bapak mengambil selembar kertas buram yang sudah tidak licin lagi rupanya.

Aku tidak sempat berreaksi apa-apa saat Bapak meringsek maju dan menarik rambutku tanpa kira.

"ANAK SETAN!!! BENAR KAN KAMU DIAM-DIAM KOMUNIKASI SAMA PEREMPUAN GAK TAU DIRI ITU. NGAKU KAMU!!"

Surat dari Ibu...

~

a.n

hehehehehehehe aku seneng banget bisa update banyak yaaayy

Warna Warni Cerita Kita ㅡ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang