[Mahesa]
Pesanku masih belum berubah nasibnya di ruang percakapanku dan Rana. Centangnya masih abu-abu. Terdiam begitu saja, gidak terbaca. Beberapa kali aku kirimkan pesan baru, namun akhirnya masih seperti yang terdahulu.
Sampai saat ini masih belum ada kabar dari Rana. Sebisa mungkin aku berusaha agar rasa khawatirku tetap tertutupi dengan sempurna. Jangan sampai kabar ini sampai ke Mama. Aku tidak sampai hati untuk menambah rasa khawatir yang sudah tertumpuk terlalu banyak di kepala Mama.
Pesan Mama agar aku jangan sampai kenapa-kenapa menahanku untuk tidak melaju membelah jalan ibu kota dan memeriksa keberadaan Rana langsung di rumahnya. Resiko untuk bertemu sosok yang membuatku babak belur disana terlalu besar. Bogem mentah bukan apa-apa dibandingkan bayangan jika sekali lagi aku membuat Mama khawatir. Bukan hal yang baik untuk mengulang hal tersebut terjadi di rentang waktu kurang dari seminggu.
"Sa? Udah masuk?" Suara Farhan menyapa telingaku sesaat setelah aku menutup pintu mobil di parkiran rumah sakit.
Aku mengangguk. "Emang gak kenapa-kenapa sebenernya. Tapi lo tau lah, gimana Mama kalau udah khawatir."
"Namanya juga seorang ibu," kata Farhan.
Aku hanya merespon dengan gumaman sekilas, sembari membuka pintu belakang mobil untuk mengambil tas disana.
Farhan masih berdiri di posisinya saat aku kembali menutup pintu mobil untuk yang kedua kali. Ia menatapku dengan ekspresi yang membingungkan. Seolah ia sedang menimbang-nimbang tentang apa yang ingin ia lakukan atau katakan. Ekspresi yang sangat jarang kulihat di wajah Farhan.
"Kenapa lo?"
"Gak apa-apa. Rana gimana kabarnya hari ini?"
Untuk apa Farhan bertanya kabar tentang Rana?
"Baik," jawabku. Walaupun dalam hati, sebenarnya aku tidak tahu. Dan ketidaktahuan ini membuatku merasa seperti orang dungu.
Farhan mengangguk. "Syukur deh. Shock banget dia kayaknya kemarin."
"Shock?" Tanyaku, terkejut.
Farhan terlihat bingung dengan reaksiku.
"Lo belum ketemu Rana?"
"Rana kenapa emang? Shock? Emang ada apa?"
"Dia masuk IGD kemarin lusa. Gue gak tahu detailnya karena ala, waktu itu gue juga lagi nanganin pasien waktu. Tapiㅡ"
Sisa kalimat yang diucapkan Farhan tidak terdengar sama sekali. Seakan kepalaku berhenti bekerja sesaat setelah aku mendengar kalau Rana masuk rumah sakit dan aku sama sekali tidak tahu tentang hal tersebut.
"Dia masih dirawat? Apa udah pulang? Lo tau gakㅡ"
"Sa, calm down."
"How can i?!?!"
Aku mengusap wajah gusar sambil mengambil ponsel di saku celana. Dengan cepat membuka ruang percakapanku dengan Rana.
"Lo cuma akan bikin Rana takut kalau lo ngehubungin dia dalam keadaan marah kayak gini."
"Gue gak marah."
Farhan menarik ponsel dari tanganku.
"Apa sih? Balikin gak?"
"Lo marah. Sama diri lo sendiri. I know you. Calm down, Sa."
Aku menghembuskan nafas kasar. Dadaku masih bergemuruh, tapi aku tahu apa yang diucapkan Farhan ada benarnya.
"Dia udah pulang, cuma ditanganin di IGD beberapa jam. Yang nanganin dia dokter Bayu, lo boleh tanya langsung ke beliau."
Mendengar penjelasan Farhan masih tidak cukup untuk membuatku tenang. Aku buang muka sambil menyisir rambutku dengan jari secara kasar. Bagaimana caranya sekarang aku harus berfungsi dengan normal dan bekerja jika satu-satunya hal yang ingin kulakukan adalah menemui Rana dimanapun dia berada dan memastikan bahwa ia baik-baik saja dengan kedua mata kepalaku sendiri?
Farhan mengembalikan ponselku yang ia pegang ke tanganku.
"Lo dulu selalu cerita gimana Rana berbagi tentang segalanya ke lo. Gue emang gak mahir tentang hal semacam ini, tapi mungkin dia cuma butuh waktu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Warna Warni Cerita Kita ㅡ [COMPLETED]
Romansaㅡa short chaptered novel #1 - Puitis, September 2023, May 2024 #1 - Doctor, Februari, Mei 2023 #4 - Puitis, Oktober 2022 #1 - Abusive, Oktober 2022 #1 - Hospital, Februari 2023 "Kamu lihat sendiri kalau aku datang penuh warna. Ungu, merah, biruㅡdari...