Pantone 18-0107

121 8 0
                                    

[Mahesa]

Aku lagi nyetak draft revisi dulu yaaa

Kalau mau otw jemput kabarin ocey

Biar aku lari ke gerbang

"Adeuh adeuh susah emang yang punya kesayangan, liat hape aja senyumnya sampe kuping."

"Iya lah. Emang elu gak laku."

Keanu memasang ekspresi seperti melihat hantu saat mendengar serangan balik dariku. Aku hanya angkat bahu, dia yang duluan kibarkan bendera merah tanda perang.

Tiana tertawa sampei jepit rambut yang menahan konde nya (atau apa ya itu, intinya rambutnya dibuntal seperti bola di atas kepala) lepas. Farhan hanya terkekeh, tipikal Farhan seperti biasa.

Hari ini, kebetulan masing-masing dari kami punya waktu luang yang bersamaan, dan memutuskan untuk makan siang bersama. Setelah ini, aku akan menjemput Rana di kampus karena kekasihku itu telah selesai bimbingan.

Kemarin, aku dan Rana habiskan waktu di perpustakaan, membahas revisian skripsinya yang tidak sedikit, dan mencari bahan-bahan pendukung argumen juga hasil hitungan data yang ia dapatkan.

Aku harap segalanya berjalan lancar untuk Rana ku.

"Awas lo ya nanti gue punya pacar gak gue bolehin salaman sama lo."

Selesai menghabiskan minum, aku berdiri dan kutepuk bahu Keanu dua kali.

"Cari aja dulu pacarnya."

"RESE SANA ENYAH KUMBANG GOT!"

Aku tertawa geli sambil menghindari tendangan-tendangan Keanu. Momen-momen sederhana seperti ini yang membawa tawa selalu terasa berharga.

Bahu Farhan dan Tiana juga aku tepuk, berpamitan.

"Duluan ya. Titip Keanu, kalau makin parah bawa aja ke bangsal."

Farhan mengangkat jempol, sedangkan Tiana hanya terkekeh sambil mengangguk.

"Siap. Udah sana jemput your beloved princess. Paling abis ini Keanu kita suntik penenang."

"Tiana gue fikir kita temen?!?!"

Aku berjalan meninggalkan ketiga temanku yang masih ramai tukar kata dan tertawa (menertawakan Keanu, lebih tepatnya), dan berjalan menuju bagian luar rumah makan.


aku otw ya

gak usah buru-buru. aku nunggu gapapa

Jam jaga ku hari ini akan di mulai malam nanti, masih ada banyak waktu tanpa jas putih hari ini.

Perjalanan menuju kampus Rana tidak memakan waktu banyak. Setelah empat lampu merah, kurang lebih tiga puluh menit berkendara, aku sampai di gerbang hijau tua dengan patung lambang universitas tempat Rana menuntut ilmu dan semboyannya berdiri tegak di antara dua tiang pancang gerbang.

Sesaat setelah aku selesai memarkiran mobil di tempat yang kosong, ponselku bergetar. Masuk pesan balasan dari Rana.


maaf aku baru baca aduhh

aku jalan sekarang yaa sebentar

maaf :(


Rana ini, selalu lucu.

Padahal tadi aku sudah bilang kalau tidak apa-apa jika aku harus menunggu. Tapi tetap saja, Rana selalu considerate dan penuh dengan rasa tidak enak.

Ranaku yang luar biasa.

"Halo, maaf kamu nunggu."

Aku membalas sapaan Rana dengan senyum. Tas laptop dan paper bag yang sama sekali tidak ringan segera kuambil dari Rana dan kuletakkan di kursi belakang.

"Makasih," ucap Rana, kecil.

"Sama-sama. Kita jalan sekarang?"

"Iya. Jadi kan kita nonton?"

"Jadi, dong. Aku udah beli kok tiketnya."

Rana tersenyum lebar. "Yeay! Nanti aku beli popcorn."

Aku tersenyum mendengar Rana yang kini bersenandung riang. Ujung sepatunya sesekali bergerak-gerak sesuai irama lagu yang ia nyanyikan hanya beberapa baris, sebelum ganti lagi ke lagu lainnya.

"Tadi fotokopiannya mahal banget. Yang biasa langganan aku itu, tadi tutup gak tau kenapa. Jadi aku fotokopi di tempat lain, eh selembar enam ratus perak padahal di tempat biasa cuma dua ratus! Mau naik haji, Abangnya."

Aku tertawa. Rana yang penuh semangat untuk bicara tidak selalu ada dua puluh empat kali tujuh hari. Saat-saat dimana ia sedang merasa bahagia tanpa beban yang berarti, saat itulah Rana yang seperti ini muncul.

Tapi, mau versi yang bagaimanapun, dia tetap Ranaku.

"Mudah-mudahan besok langganan kamu buka," balasku. "Eh tapi besok mah gak ngeprint revisian, ya?"

"Iya. Gimana sih, Pak Tua?"

Aku lirik Rana dengan peringatan. Tapi ia hanya tertawa. Tahu kalau aku sedang meladeni caranya bercanda.

"Teruuuuss, aku tadi hampir telat bimbingan gara-gara nungguin sampe Bapak tidur dulu. Sejak pulang dari rumah sakit, aku selalu berhasil pulang waktu gak ada Bapak, dan berangkat tanpa lihat Bapak juga. Keren, gak?"

"Alhamdulillah," ucapku. Jujur, aku sangat lega. "Hebaaaattt." Aku cubit pelan pipi Rana. Ia mengaduh.

Rana tersenyum, lalu memalingkan wajahnya dan menatap ke arah jendela. Memperhatikan landscape kota yang berjalan berlawanan arah dengan laju mobil.

Mendengar ucapannya barusan, aku jadi teringat kembali tentang topik yang sebenarnya sudah kami bahas. Walaupun jawaban dari Rana sudah sangat jelas waktu itu, melihatnya tidak sadarkan diri beberapa waktu lalu membuatku ingin mencova sekali lagi.

Mungkin, Rana sudah berubah pikiran.

"Sayang."

"Hmmm?" respon Rana, tanpa menoleh. Senyuman masih bertengger manis di bibirnya.

"Kamu, gak mau ngekos aja?"

Dan senyum Rana hilang.

Warna Warni Cerita Kita ㅡ [COMPLETED]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang