Chapter 26 - Kekhawatiran

135 12 3
                                    

Soundwave sudah sampai di rumah. Ia sedang bersantai di kasur lebar kamarnya yang tampak tenang. Namun, pikiran Soundwave justru sedang penuh sekarang. Ia kepikiran perkataan Shockwave sewaktu di bus yang secara tak langsung menyatakan kalau mereka bukanlah teman, atau ia tidak tulus berteman dengan mereka.

Harusnya gue nggak kaget juga, sih, denger omongan kayak gitu dari dia. Cuma gue kok kepikiran banget, ya?

Pikirannya masih bergelut sendiri hingga tanpa sadar ia bangkit berdiri. Soundwave menggigiti ibu jarinya dan berjalan mondar-mandir perlahan. Apa bakal baik-baik aja kalo gue biarin Shockwave dulu? batin Soundwave bertanya. Ia juga tak yakin. Soundwave berpikir, memangnya Shockwave punya rencana apa?

...Tunggu. Gue bahkan nggak tahu dia punya niat jahat apa.

Soundwave memegangi kepalanya geram. Ia sempat terpikir untuk menghubungi Megatron melalui aplikasi perpesanan, tetapi apa yang mau ia bicarakan nanti? Megatron jelas bukan orang yang mau meladeni prasangka buruk belaka. Ia bisa saja mengingatkan Megatron tentang perilaku Shockwave, hanya saja sepertinya dia terlalu meremehkan Megatron jika dia harus begitu.

Kenapa gue jadi suka overthinking gini, sih, sejak masuk SMA?

Soundwave terduduk di sisi kasurnya dengan kedua tangan menungkup di atas paha. Kali ini, ia terpikir akan teman berpenutup kepala abu-abunya itu. Omongan Shockwave ada benarnya, sebetulnya. Tidak usah berpikir jauh dari awal. Contohnya saja, ya, saat ini. Rasanya, apa-apa ingin ia bicarakan saja pada teman abu-abu yang baru dikenalnya itu. Meski baru beberapa waktu yang lalu ia bertengkar dengannya, pikiran jernih Soundwave tahu bahwa kejadian rekamannya yang dirusak itu berada di luar kendali mereka. Soundwave berpikir, kemungkinan ia seperti ini karena ia percaya dengan Megatron, dan alasan ia percaya adalah Megatron selalu mengatakan hal-hal yang berupa fakta. Seumur hidupnya, bahkan sampai saat ini, yang ia dengar selalu omong kosong saja--kecuali dari neneknya, dan Shockwave juga sebenarnya (lelaki itu selalu menimbang segala sesuatu dengan perkataan logis-tidak-logis). Ia melihat Megatron adalah orang yang apa adanya. Meski terkadang temperamennya terlihat buruk, dan bahkan terkesan arogan, setidaknya Megatron bukan orang yang mengada-ada.

Ah, sudahlah.

Soundwave menyerah dengan kekalutan pikirannya sendiri. Ia baru saja hendak membanting badannya di kasur, tetapi tiba-tiba seseorang membuka pintu kamarnya.

"Mas," panggil laki-laki yang memiliki rupa mirip dengan Soundwave dan mengenakan penutup kepala bermodel sama berwarna hitam. "Ravage mana?"

"Paling main di luar," ucap Soundwave. Ia berbaring perlahan, lalu menoleh malas. "PR udah kamu kerjain?"

"Udah." Adiknya itu memasuki kamarnya. "Aku mau lihat Buzzsaw, Mas."

Soundwave menunjuk malas pada kandang burung yang tergantung di dekat pintu lebar yang menghubungkan kamar dengan serambi luar. Adiknya yang bernama Soundblaster langsung mendekati kandang burung dan bermain-main dengan hewan peliharaan itu.

Soundwave membuang napas pasrah. Adiknya yang melihat ia tampak lemah pun berujar, "Lagi banyak masalah, Mas?"

"Bukan urusanmu." Soundwave membalas ketus. Ia membenarkan posisi tidur di tengah kasur dan berbaring membelakangi Soundblaster.

"Ditanya baik-baik, maunya mancing kujahatin terus." Soundblaster tidak mengindahkan kakaknya lagi. Ia kembali bermain dengan burung kecil berwarna putih-kuning dalam kandang. Soundwave hanya berbicara lagi untuk menyuruhnya menutup pintu kamar jika ia sudah puas bermain dengan burung kesayangannya sebelum ia terlelap.

***

Senin sore tepat pukul 3 esoknya adalah pertemuan pertama ekskul debat. Saat kakak kelas mereka sedang menyampaikan materi yang menurut Megatron kurang penting, ia memulai obrolan pada teman yang kini duduk di sebelahnya. "LDKO kemarin gimana? Ada kejadian?"

A Whole New Story: Transformers High School AU Fanfiction [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang