“Tooor. Temenin gue ke kantin, yuk.”
Seorang gadis berpenutup kepala biru muda kehijauan di kelas IPA-2 sedang menarik lengan teman sebangkunya untuk menemaninya ke kantin.
“Bentar, bentar, tugas gue belum siap--” Laki-laki yang mengenakan kacamata sebelah yang menempel dari penutup kepala hitamnya itu tampak sibuk pada buku tulis dan pena yang masih ia genggam di tangan.
“Demi Allspark, Perceptor! Itu tugas matematika masih seminggu lagi dikumpulin!”
“Kok grafiknya masih nggak ketemu, ya? Ini kayaknya beneran soalnya yang salah.”
“Iiiiiiiih, Perceptor!” Gadis itu melepas tangan Perceptor dan menggerutu sambil memanyunkan bibirnya.
“Minta temenin sama yang lain sana,” saran Perceptor pada gadis berkepala biru itu.
“Ah, Tor. Gue nggak deket sama yang lain selain elo …,” ucapnya agak pelan. “Ayo ke kantin.”
“Iya, iya.” Perceptor meletakkan pena dan menutup buku tulis matematikanya. “Ini gue udah kelar.”
Mereka berdua pun berjalan keluar kelas menuju kantin. Sebelum memasuki area kantin, Elita tampak sedang berjalan sendirian dari arah seberang.
“El!” panggil Chromia melambaikan tangan. Sosok yang dipanggil menyahut.
“Eh, Mia. Mau makan di kantin bareng?” tanya Elita padanya. Chromia mengangguk dan mereka bertiga pun jadi duduk di satu meja yang sama.
“Gimana LDKS kemarin, El?” tanya Chromia di sela-sela makannya.
“Gimana apanya?” Dua antena Elita saling menjauh ke arah yang berlawanan.
“Lo sama Optimus.” Chromia menyeruput gelas es jeruk besarnya. “Gue lihat kalian deket waktu LDKS kemarin.”
“Masa iya?” tanya Elita dengan memasang sedikit tawa. “Optimus mah deket sama semua orang, Mia.”
“Tapi kan lo punya kesempatan buat bisa lebih dekat lagi, tuh, selama LDKS kemarin.”
“Haha, maksud lo?” Elita masih berlagak tak mengerti dengan arah pembicaraan teman dekatnya ini.
“Nggak ada apa-apa gitu selama LDKS kemarin?”
“Nggak … ada?” Elita memasang senyuman yang disertai kebingungan, kemudian kembali memakan santapan siangnya.
“Lo ngomong apa, sih, dari tadi, Mi?” tanya Perceptor yang juga sedang makan seraya tak paham.
“Ah, lo nggak ngerti, mah, sama obrolan kayak gini,” tanggap Chromia dengan wajah pasrah.
Sementara itu, di meja yang lain, Optimus sekawan tampak membicarakan sesuatu yang topiknya tidak jauh berbeda.
“Eh, Mus. Gimana lo sama Elita?” tanya Prowl di tengah kunyahan nasi ayam kantin langganan mereka.
“Gimana apanya?” tanya Optimus tak paham.
“Ya, Primus, Mus.” Jazz menyuarakan kekecewaannya. “Lo nggak naksir? Manis, loh, dia,” ucap Jazz memberi pandangan.
Optimus tak langsung menjawab. Jazz pun menambahkan, “Tapi kami nggak mau, lah, duluin ketua.”
“‘Kami’? Gue nggak ada pikiran mau deketin dia, ya.” Prowl bersuara tidak setuju. “Tapi bener kata Jazz, Elita manis. Agak heran aja, sih, gue, kalo lo sampe nggak ngelirik. Apalagi lo nyikapin Elita baik selama LDKS.”
“Gue juga enggak. Nggak ada pikiran ke situ.” Ratchet juga memberi tanggapan.
Optimus masih terdiam. Setelah diperhatikan, ternyata matanya sudah membulat lebar dengan wajah menatap lurus ke depan. Garis bibirnya pun jadi datar.
KAMU SEDANG MEMBACA
A Whole New Story: Transformers High School AU Fanfiction [ON HOLD]
Fiksi Penggemar[For Age 15+: Terdapat kata-kata kasar yang kurang pantas] Sekolah Menengah Atas Cybertron, tempat Optimus menimba ilmu mulai saat ini. Ia bertemu dengan teman-teman baru serta teman lama yang sudah ia kenal dari jenjang sekolah sebelumnya. Sosok Me...