Special Chapter

1.4K 94 1
                                    

Kisah ini memang berbelit adanya. Berawal dari seorang gadis indigo yang dibenci oleh seorang lelaki, karena ia dituduh membunuh gadis kesukaannya. Namun pada akhirnya, lelaki ini menyukai si gadis indigo.

Apa itu cinta sejati? Halilintar tak tau. Dari awal, ia berpikir jika dirinya hanya menyayangi dan mencintai Amyla, meski sekarang ia sudah tak ada. Namun nyatanya, yang ia dapatkan adalah adik tirinya Amyla.

Halilintar awalnya memang membenci (Name) karena ia berasumsi bahwa (Name) yang membunuh Amyla. Tapi, seiring berjalannya waktu, pikiran itu memudar.

Kepergian Amyla bukan kesalahan (Name). Selain karena kecelakaan, kepergian Amyla merupakan garis takdir yang sudah diatur oleh-Nya. Halilintar sadar akan hal itu saat sudah mulai dewasa. Tak sepantasnya dulu ia menyalahkan sampai membenci (Name).

Halilintar sudah ikhlas dengan masa lalunya. Ia tak lagi terbayang-bayang dengan Amyla, apalagi sampai menganggap (Name) itu Amyla.

Halilintar sadar jika ia mencintai (Name). Apalagi, ia berjanji dengan kakaknya untuk saling menjaga satu sama lain. Janji itupun Halilintar tepati.

Masa lalu memang seharusnya diikhlaskan. Masa depan yang harusnya dijalani. Masa depan Halilintar adalah bersama (Name), hingga tua dan mati. Tak boleh ada belenggu masa lalu yang menahan untuk menjalani masa depan.

──⁠─

Tik tik tik

Rintik gerimis berjatuhan melembabkan tanah. Wanita itu tampak tergesa berlari ke halaman, lalu menggendong seorang anak kecil, dan berlari masuk ke rumah.

Anak kecil yang tampak asik dihujani rintik gerimis itu awalnya agak kaget saat Ibunya menggendongnya masuk ke rumah. Sekarang, dirinya sedang dilap dengan handuk oleh sang Ibu.

"Udah tau hujan, kenapa kamu diam aja di halaman?"

"Aku kan lagi main... akak Thia nda mau aku ajak main, Ayah juga sibuk, aku sendili aja deh."

(Name) menggeleng dibuatnya. "Ayah dimana?"

"Di sini,"

Serempak Ibu-anak itu menoleh, dan mendapati Halilintar masuk dari pintu belakang. Dirinya sedikit basah karena sempat terkena hujan.

"Mandi lagi sana, basah tuh," (Name) melempar haduk milik Halilintar ke arahnya.

"Buang-buang air. Cuma basah sedikit, kok," Halilintar duduk di sofa, lalu mulai mengeringkan rambutnya menggunakan handuk itu.

"Iya! Aku setuju cama Ayah, cuma basah sedikit. Ndak ucah mandi ya?" Bocah lima tahun itu ikutan menyahut.

"Mandi! Kalau ga mau, Ibu mandiin nih,"

"Ndak! Leo udah gede, kata Ayah ndak usah dimandiin lagi,"

(Name) langsung menatap ke arah Halilintar yang memasang tampang pura-pura buta. Sambil sesekali melirik ke arah mereka, lalu mengembalikan pandangannya dengan cepat.

(Name) dibuat geleng-geleng kepala lagi. "Jangan didengar ucapan Ayahmu yang itu. Udah, mandi sana,"

Leo menggeleng kuat. "Ibu mandiin nih, beneran,"

True Love [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang