Chapter 9

772 85 0
                                    

Hari sudah malam, dan saat ini (Name) sedang istirahat di rumahnya. Tiba-tiba dia mendengar sepertinya ada suara mobil terparkir di garasi rumahnya. (Name) langsung tau siapa itu, namun ia enggan untuk keluar.

"Ayah dan Ibu sudah pulang ya.. tapi aku merasa tidak ingin bertemu dengan mereka." gumam (Name)

(Name) tau jika dirinya akan dipanggil dan disuruh keluar menemui orang tuanya. Jadi mau tak mau keluar saja menuju ruang tamu.

"Hai Ayah, Ibu." (Name)

"Halo, nak. Ibu sangat merindukanmu. Sudah dua bulan kami di luar negeri dan baru pulang. Bagaimana kabarmu?" Dina

"Baik, bu." (Name)

Demi apa, (Name) merasa tak nyaman setiap kali berada di dekat orang tuanya. Bayangan tentang keluarga yang dingin selalu muncul di kepalanya saat orang tuanya berada di dekatnya. Bahkan ia merasa sangat bersyukur jika orang tuanya berada di luar negeri dan bahkan ingin agar mereka tak usah pulang sekalian.

"Kami dengar ada banyak kejadian yang menimpamu di sekolah. Namun kami baru bisa pulang sekarang untuk melihatmu," ujar Evano

"Iya, (Name). Kami khawatir jika semakin lama di sana kamu tak bisa tenang." Dina

"Aku baik-baik saja. Tak perlu pindah sekolah, meski ada banyak kejadian aku bisa melewatinya dan masih hidup sampai sekarang." (Name)

"Tapi-" Dina

"Sudahlah, bu, untuk apa khawatir begitu? Tak usah urus tentang sekolahku, lebih baik untuk saat ini urus pekerjaan kalian saja. Lagipula aku sudah kelas dua SMK dan sudah semester dua. Waktuku di sana sudah tak lama." (Name)

Evano dan Dina hanya diam.

"Apa kalian tak beristirahat? Jika tidak aku saja yang istirahat di kamar." (Name) segera kembali ke kamarnya

Evano dan Dina saling pandang sebentar. Lalu mereka menghela nafas.

"Inikah yang kita dapat?" Evano

"Kita.. tak mendidik (Name) dengan baik. Jarang memberinya perhatian dan menjadi seketus itu." Dina

Sementara itu di kamar (Name), ia sudah mengunci pintu dari dalam. Ia tampaknya sedang menangis.

'Aku tak berniat bersikap seperti itu pada mereka.. apa aku ini anak durhaka? Aku selalu merasa tak nyaman berada di dekat mereka. Dalam pikiranku hanya tergambar suatu keluarga yang dingin, Ayah dan Ibu yang selalu bertengkar, memikirkan pekerjaannya selalu, tak pernah memperhatikanku..' batin (Name)

'Jahat.. siapa yang jahat?..'

(Name) merebahkan diri di atas kasurnya. Lalu ia mengambil handphone miliknya kemudian langsung mencari nomor seseorang. Tak lama (Name) sudah menemukannya dan langsung memulai obrolan.

Kak Hali

Malam kak
21.07✓✓

?
21.08

Belum tidur ternyata
21.08✓✓

Kenapa?
21.10

Gapapa sih..
21.11✓✓

O
21.12

(Name) hanya bersweatdrop menatap layar handphone-nya. Tak ada hal bagus untuk dibicarakan. Apalagi Halilintar yang seperti fasilitator. Harus dirinya yang bertanya dulu, barulah Halilintar bersuara.

(Name) pun mematikan handphone-nya.

===

Pagi hari telah tiba. Semua tampak sedang sibuk dengan aktivitas masing-masing. (Name) kini sudah selesai bersiap untuk pergi sekolah.

Daritadi ia mendengar suara samar-samar seseorang yang sedang bertengkar dari kamar orang tuanya. (Name) mencoba untuk mengabaikannya, namun tetap saja terdengar. Ia merasa sangat terganggu dan tak nyaman dengan itu. (Name) pun langsung keluar dari kamar.

"Sekolah, Bi." ucap (Name) dengan singkat dan langsung keluar dari rumah

Akhirnya ia sudah tak mendengar suara bising seperti itu lagi. (Name) merasa tenang karena itu. Ia pun melanjutkan perjalanan dengan santai menuju sekolah.

'Kenapa sih orang tuaku hobi bertengkar?.. Kalau ada masalah kan bisa diselesaikan baik-baik, tanpa bertengkar.' batin (Name)

'Aku harap mereka secepatnya pergi ke luar negeri lagi dan tak pulang.'

(Name) berjalan kaki sambil melamun. Hingga akhirnya ia tiba di sekolah, (Name) masuk ke dalam sekolah dan segera menuju ruang kelasnya.

"Woi kita harus adain pemilihan ketua kelas lagi! Lany kan udah dikeluarin gara-gara si anak aneh." ujar wakil ketua kelas

"Ya benar! Kalau bukan karena dia, kita tak perlu repot melakukan pemilihan."

"Ah aku tak mau jadi ketua kelas. Pilih saja yang lain."

Baru saja tiba di depan kelas, sepertinya akan ada perang dingin. Semuanya terlihat menatap ke arah (Name) dengan rasa tak senang. Namun (Name) tak peduli dengan mereka.

"Heh harusnya dia aja sih yang keluar dari sekolah."

"Gw ga percaya kalau Lany dituduh ngebakar gudang bareng temen-temennya."

"Masa dia sejahat itu sih? Ah ga mungkin, Lany itu ketua kelas. Sikapnya oke-oke aja."

(Name) tak mempedulikan ada berapa bisikan pembelaan orang-orang di kelas pada Lany. Yang jelas, kebenarannya bertentangan dengan kata-kata mereka.

"Heh masih ada muka aja buat balik ke sekolah." ucap seseorang yang menghadang (Name)

"Minggir." ucap (Name) dengan dingin

"Eleh berani banget lo."

Orang itu memukul (Name) yang hendak lewat. Pukulan itu malah mengenai dada kiri (Name) yang beberapa hari lalu baru dioperasi. (Name) pun langsung terjatuh sambil memegangi dada kirinya.

"Masih berani ga?"

"Masih."

"Eh?!"

To Be Continued

True Love [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang