Chapter 13

701 62 0
                                    

Rasanya menakutkan. Itu yang Gun rasakan sebelum ia bertemu dengan orang yang telah menerornya selama ini. Tangannya bergetar hebat, beberapa bulir keringat menetes dari dahinya, ia benar-benar gugup sekarang. Bagaimana jika ia bahkan tidak bisa berbicara di hadapan orang itu?

"P'Gun, tidak ada yang perlu ditakutkan," Luke meraih tangannya dan mengusap punggung tangannya perlahan,"percayalah! Semuanya akan baik-baik saja."

Gun tersenyum kecil,"terimakasih Luke."

Selang beberapa menit setelahnya, seorang polisi wanita menghampiri mereka dan menyuruh keduanya untuk masuk ke ruang interogasi. Hanya Gun yang diperbolehkan untuk masuk menemui orang itu, sementara Luke disuruh menunggu dan hanya melihat dari kaca untuk melihat keseluruhan kejadiannya.

Orang yang menerornya adalah seorang remaja berusia 21 tahun. Tatapannya tajam, wajahnya terbilang cukup cantik dan dia masih seorang mahasiswa. Baru saja Gun duduk dihadapannya, gadis itu langsung meludahnya dan tepat mengenai wajahnya. Gun tidak membalas, dia hanya diam kemudian membersihkan air liur itu dalam diam.

"Bukankah kamu terlalu percaya diri untuk datang ke sini?" nada suaranya terdengar dingin dan setengah mengancam.

Lagi-lagi Gun hanya diam, dia datang bukan untuk berdebat melainkan hanya ingin tau alasan kenapa gadis ini bertindak sampai sejauh ini.

"Sepertinya kamu sedang ketakutan," ucapnya mengejek.

Gun tidak menyalahkan gadis itu jika ia bisa langsung mengetahuinya, tangannya bergetar hebat di bawah meja dan ia sama sekali tidak bisa mengontrolnya. Sekalipun ia hanya seorang gadis remaja, tapi tetap saja ingatan tentang teror itu terus menghantuinya.

"Setidaknya kau harus membela dirimu sendiri, jangan hanya mengandalkan orang lain," gadis itu menyindir Gun yang membawa Luke pergi bersamanya ke tempat ini.

"Sepertinya dia akan menjadi mangsamu selanjutnya," gadis itu menoleh ke Luke yang berdiri di balik layar,"seleramu tidak buruk juga. Harus kuakui kalau kamu bisa memikat hati siapapun, tidak terkecuali seorang laki-laki."

"Tapi apa kau tau, hanya karena orang seperti dirimu seorang Off putus dengan pacarnya dan kamu mengubahnya menjadi seorang Gay. Bukankah itu terdengar menjijikkan?" kali ini ada penekanan pada setiap kata-katanya.

"Kau telah merusak hubungan orang lain dan kamu sepertinya bangga akan hal itu," lanjutnya lagi.

"Sepertinya ibumu mati adalah pilihan yang tepat. Jika tidak, dia pasti akan malu ketika tau kalau anaknya adalah seorang gay murahan dan menggoda semua laki-laki yang dia temui."

Deg... Gun merasakan amarahnya membuncah ketika mendengar ia mengaitkan masalahnya dengan kematian ibunya. Ada satu hal yang Gun pelajari dari gadis ini, semakin lawannya diam tidak berkutik maka ia akan semakin brutal dan menginjak-injak harga diri lawannya. Dia bisa dengan mudah membuat seseorang marah dengan menggunakan kelemahan orang itu. Gun jelas tersulut amarah karena hal itu. Ia melupakan rasa takutnya, kemudian mendekatkan tubuhnya ke remaja itu dan menatapnya cukup tajam.

"Hanya karena masalah itu kamu menerorku?" pertanyaan itu Gun ucapkan dengan datar. Tak ada ekspresi apapun di dalamnya.

"Menurutmu karena hal lain?" gadis itu semakin menjadi-jadi,"aku fans berat P'Mook dan kamu orang yang baru datang ke kehidupannya malah menghancurkan hubungannya dengan P'Off. Gay sepertimu sama sekali tidak pantas di sebut manusia," wajahnya memerah, amarahnya menggebu-gebu dan dia seperti siap menerkam siapapun yang menghalangi jalannya.

"Lalu apa kamu pantas di sebut manusia?" nada suaranya berubah dingin,"Sekali lagi kutanyakan, apa orang sepertimu pantas di sebut manusia?"

"Mengotori mobil orang lain dengan darah dan menulis kata-kata jorok di atasnya. Mengancam akan membunuh keluarganya, mengetahui semua tentang orang lain, dari tempat tinggal, tempat yang sering dikunjungi, semuanya kamu tau. Apa orang seperti itu masih bisa di sebut manusia?"

Love and Tears (Offgun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang