chapter 2

1.1K 87 1
                                    

"Off, bisakah kita berbicara sebentar?" P'Kwang, manajernya juga Gun bertanya padanya.

Off yang saat itu baru saja menyelesaikan acaranya, mengangguk sebagai jawaban. Dia lantas mengekor P'Kwang dari belakang dan tujuan mereka akhirnya terhenti di sebuah lorong kantor yang saat itu hanya mereka berdua ada di sana.

"Maaf, jika aku mengganggu waktumu. Tapi ini benar-benar penting," ujarnya dengan raut wajah yang khawatir.

"Tidak apa phi, apa sesuatu telah terjadi? Sepertinya saat ini kau terlihat sangat khawatir," tanya Off penasaran.

"Ini tentang Gun," jawabnya.

Gun? Apa sesuatu telah terjadi padanya?

"Memangnya kenapa dengan Gun?" Tanyanya lagi.

"Sepertinya teror itu datang lagi. Kali ini lebih parah, bahkan orang itu sampai meneror Gun ke apartemennya. Aku dan P'song tadi..."

Perkataan P'Kwang belum selesai ia ucapkan, namun Off secara tak terduga malah berlari meninggalkannya. Dia terdiam sejenak sebelum melanjutkan perkataannya lagi.

"Kami sudah ke apartemennya, tapi Gun sepertinya tidak ada di sana," lanjutnya setengah berteriak, berharap Off bisa mendengarkan teriakannya.

Sementara itu, di sisi lain Off menyetir dengan kecepatan penuh mengabaikan klakson beberapa mobil yang memprotes cara menyetirnya. Tapi di tengah kepanikan yang ia alami, Off sama sekali tidak peduli. Prioritasnya sekarang adalah Gun, pria itu harus baik-baik saja bagaimanapun caranya.

"Gun, apa kau di dalam?" Off menggedor pintu apartemen Gun dengan kasar, "ini aku Off, apa kau baik-baik saja?"

Semua itu ia lakukan berulang kali, tapi tetap tidak ada jawaban. Jika bukan karena apartemen ini mempunyai dinding yang kedap suara, mungkin sudah sedari tadi dia di usir dari sini. Di tengah-tengah kebingungannya, seorang anak laki-laki yang mungkin berusia kurang lebih 5 tahun menarik bajunya dan membuat Off mengalihkan tatapannya pada anak kecil itu.

"Paman, apakah kau mencari paman imut itu?" Tanyanya dengan nada polos.

"Hah?" Off kebingungan ketika anak kecil itu menyebut 'paman imut'.

"Iya, Paman Gun. Ibuku menyebutnya begitu, dia seumuran dengan Ibuku tapi wajahnya sangat imut. Itu yang ibu selalu katakan padaku," ujarnya lagi.

"Oh iya, paman sedang mencarinya. Apa kamu tau dimana dia?" Tanya Gun seraya tersenyum kecil.

"Tidak," anak kecil itu menggelengkan kepalanya. Dia lalu menatap Off dan memberikan boneka beruang kecil yang dibawanya dalam pangkuannya sejak tadi.

"Ibuku bilang, kalau aku harus memberikan ini pada paman. Jadi paman harus menerimanya," dia berlalu setelahnya dengan langkah setengah berlari.

Tatapan Off masih terpaku pada anak lelaki itu sebelum ia masuk ke dalam salah satu kamar yang ada di sana. Boneka kecil itu terdapat tulisan 'OFFGUN', nama yang selalu menggiringnya kemanapun ia berada. Tepat ketika ia hendak beranjak dari tempat itu, sebuah surat jatuh di lantai. Off memungutnya dan membaca tulisan di dalamnya.

'Gun pergi menemui Nenek dan adiknya' pesan itu singkat tapi cukup membuat bibir Off menyunggingkan senyum. Dia sudah tau kemana dia harus menemukan Gun.

#
Gun termenung cukup lama di teras depan rumahnya, sesekali menyesap coklat hangat yang dibuatkan Pim untuknya. Udara malam ini cukup dingin, sehingga dia harus mengenakan baju yang cukup tebal. Langit juga cukup indah malam ini, membuatnya terpana untuk beberapa detik. Ah, keputusan untuk kembali sepertinya adalah keputusan yang tidak buruk. Begitu pikirnya kala itu. Setelah semua masalah yang ia hadapi, menenangkan diri seperti ini cukup membuatnya melupakan sejenak semua masalah itu. Dari mulai ancaman pembunuhan itu, rasa takut jika keluarganya terluka, sampai... perasaanya yang saat ini belum terbalaskan.

'sepertinya aku benar-benar jatuh cinta kali ini,' keluhnya dalam hati.

"P'Gun, nenek bilang kalau makan malam sudah siap," Pim, adiknya datang dari arah pintu. Gadis yang sudah beranjak dewasa itu tersenyum kecil ke arahnya sembari mengulurkan tangannya.

Gun menyambut uluran tangan itu, setiap kali melihat adiknya itu bayangan mendiang ibunya terukir jelas di benaknya. Mereka benar-benar mirip dalam segala hal dan hanya dengan melihatnya saja rasa rindu pada sosok ibunya cukup terobati.

"Eh?" Genggaman tangan adiknya mengendur, fokusnya teralihkan ke arah gerbang rumah. Gun mengikuti arah pandangan adiknya dan ia pun tertegun dengan apa yang dilihatnya.

Off berjalan ke arah mereka dengan seulas senyuman, menangkupkan kedua tangannya dan memberi salam kepada Pim. Gadis itu mengencangkan genggamannya kembali yang kemudian melepaskannya lagi secara spontan.

"Kalau begitu aku akan meninggalkan kalian berdua, nenek sepertinya perlu bantuan ku sekarang." Dia berdalih, berusaha memberi waktu untuk dua orang itu berbicara.

"Tapi..." Gun menarik tangan adiknya itu, menandakan kalau dia tidak ingin ditinggal hanya berdua saja, namun dengan cepat Pim menepisnya.

"Kalau begitu aku permisi P'Off," Pim meninggalkan mereka berdua setelahnya.

Gun dan Off terdiam cukup lama, hanya suara kendaraan yang berlalu lalang mengisi kekosongan tersebut. Hingga pada akhirnya, Off yang lebih dulu membuka percakapan.

"N'Pim sangat mirip denganmu," pria itu tersenyum padanya dan mendekatkan wajahnya ke Gun,"lihat! Hanya bentuk bibir kalian saja yang berbeda," tatapannya kini berlalih ke bibir merah Gun.

Diperlakukan sedemikian rupa hanya membuat Gun mematung di tempatnya, untuk berbicara saja lidahnya terasa kelu. Dia tetap berada di posisi itu sampai Off kembali ke posisi semulanya. Tak hanya sampai disitu, secara tak terduga Off mengusap rambutnya perlahan dan mengucapkan sesuatu yang sepenuhnya membuat Gun kembali bungkam.

"Jika bukan karena kau laki-laki, mungkin aku tanpa ragu akan jatuh cinta padamu."

Selamat membaca untuk semuanya ya😊

Untuk chapter selanjutnya akan dipublikasikan besok ya
Terimakasih 😊

Love and Tears (Offgun)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang