Hening
Keduanya saling menatap dengan keadaan membeku. Heewon menatap penuh kejut dengan wajah longo, sedangkan Dokja sudah mulai gemetar menahan kesal dan malu
"Tunggu tunggu tunggu!! Ini serius?! Kau??!"
Dokja, yang sudah memerah dengan sebuah kerutan tanda emosi di dahi, dengan kasar menarik kancing bajunya sendiri dan menampakkan dada putih datar yang mulus dan memukul kuat
"Lihat... Aku pria!!" Dokja berteriak dengan kesal bercampur malu. Badannya gemetar dengan wajah memerah, namun kesal. Meski banyak kasus tentang kesalahpahaman gender miliknya, tapi ini sudah kelewatan.
Tak tau mau berkata apa lagi, Dokja memasang kembali kancing barunya dan berjalan pergi. Toh pekerjaan nya juga sudah selesai. Tidak peduli meski Heewon meneriaki namanya di belakang, dia tetap tidak menoleh.
Selama di perjalanan, banyak pelayan pria yang melirik, bahkan terang terangan menggodanya. Benar benar,, rumah ini sudah gila! Dokja hanya membalas dengan wajah jijik+horornya. Melihat sinis yang langsung membuat para pria langsung mundur, patah hati karena tau dirinya tertolak mentah mentah
Dokja juga berpapasan dengan Oka yang juga selesai dengan tugasnya.
"?? Dokja-yaa? Apa pekerjaan mu sudah selesai?" Oka menghampiri dengan senang
Dokja hanya bisa menghela nafas berat dan sedikit tersenyum. Hatinya masih sedikit kesal.
"Ada apa? Mood mu tampak buruk hari ini. Apa terjadi sesuatu?"
Dokja menatap dengan mata sedikit berkaca kaca, membuat Oka terkejut dan langsung menatap cemas
"Hei hei... Ada apa? Apa ada yang menjahilimu? Katakan. Biar aku pukul kepalanya" tegas Oka dengan kepalan tangannya. Dokja menunduk sambil menggeleng-geleng kepala
Dokja memegang pundak Oka dengan kepala menunduk. "Oka... Menurutmu aku itu bagaimana?"
Oka menatap sebentar, kemudian tersenyum cerah. "Tentu saja menggemaskan" ucapnya dengan muka yang berbunga bunga
"Lebih detailnya?"
"Kau 'perempuan' yang cantik, imut, lucu, gemas, ah dan juga lumayan keren. Aku tak tau mengapa tapi Dokja-yaa terlihat keren kadang kala. Memangnya kenapa?" Perkataan Oka membuat mood Dokja semakin memburuk. Tanpa sengaja ia menguatkan cengkraman di pundak Oka. Namun wanita itu tidak mengeluarkan respon kesakitan atau apapun.
"Oka... Aku bukan 'perempuan'" ucap Dokja yang masih menunduk
"Hm? Maksudnya?"
"Aku pria..,..." Dokja tidak bisa menahan rasa ingin menangis. Dirinya sangat sensitif jika berhubungan dengan gender. Oka awalnya biasa biasa saja, namun perlahan bisa dilihat wajahnya yang mulai berkeringat dan terkejut
"Ehh??!?!!"
Dokja segera berlari meninggalkan Oka yang masih terkejut. Sadar Dokja sudah pergi, Oka langsung panik, takut Dokja akan salah paham kalau dirinya akan merasa jijik padanya. Padahal tidak. Ingin mencari, namun tidak jadi. Lebih baik anak itu dibiarkan dulu agar pikirannya menjadi lebih tenang. Selepas itu baru nanti dia akan berbicara dengan Dokja lagi
.
.
.Dokja melangkah kesal, saking kesalnya sampai sampai dirinya tidak sengaja tersandung dan terjatuh, lututnya berdarah.
"Ughh.. sial sekali." Dokja bangkit. Dirinya tidak peduli meski lututnya sakit dan lecet, setidaknya lantai yang terkena noda darah tadi dia bersihkan dengan sihirnya.
Tanpa sadar, lorong tadi menjadi lebih lebar, yang tadinya terang menjadi sedikit lebih gelap. Dokja sadar, struktur rumah berubah lagi. Untungnya dirinya mengingat semua nomor nomor dirumah. Dokja merasa, akan bahaya jika dia terus terusan disana. Tapi aneh, bukankah struktur akan berubah setiap 6 jam? Bukankah ini terlalu cepar? Mana di udara sedikit berubah, yang tadi nya menyenangkan kini terasa sedikit berat dan menyiksa. Terasa seperti sebuah jeritan ketakutan
KAMU SEDANG MEMBACA
3 Cara Bertahan Hidup di Kediaman Duke
Fanfictionyang benar saja, setelah sekian lama bekerja dibawah tekanan kerasnya kehidupan masyarakat,, akhirnya aku mendapat waktu dimana aku terbebas dari dokumen dokumen sialan itu. namun kini!! mengapa aku malah memasuki novel yang kubaca tadi malam?!! dan...