Sehari sebelum kepulangannya, Reno mengajak Naya untuk jalan-jalan di sekitar daerah kelahiran calon istrinya itu. Calon mertuanya meminjamkan mobil untuk membawa Naya rekreasi.
"Dulu kamu sering ke sini?" tanya Reno dengan pandangan lurus memandangi hamparan pasir putih dan mendengar merdunya deburan ombak.
"Cuma ngelewatin doang sih, aku kalo pulang sekolah sering lewat sini."
Setiap hari, sepulang sekolah Naya melewati daerah pantai itu. Rumahnya juga tidak terlalu jauh dari sana.
Naya menatap wajah Reno dari samping. Dilihat dari matanya, laki-laki di sampingnya itu terasa sangat senang memandangi laut sore yang membentang luas. Namun, juga terdapat kesepian di mata itu.
"Kamu jarang liburan ya?" celetuk Naya memecah keheningan. Reno menoleh ke sumber suara, dan mengangguk.
"Keliatan dari muka kamu gak pernah liburan ke alam bebas," ledek Naya sambil merentangkan tangannya, menikmati angin pantai yang sejuk.
"Hmm-udah berani ngeledekin aku nih?" Sekejap Reno langsung mendekap tubuh Naya, memberikan sentuhan-sentuhan menggelitik.
"Udah ih geli!!" pekik Naya diiringi dengan tawa kecil.
"Emang kamu sama Bianca gak pernah jalan-jalan?" pancing Naya.
"Ya paling jalan-jalannya ke mall." Sebenarnya Reno sudah tidak ingin mendengar nama itu lagi.
Beberapa detik mereka saling bertatapan, kemudian Naya merebut ponsel Reno dan berlari kecil mendekati air laut.
Sudut bibir Reno terangkat, dan terkekeh melihat tingkah Naya yang jahil. Dirinya terasa nyaman saat melihat Naya tersenyum.
Karena, kalah cepat dalam hal berlari, Naya pun berhasil masuk ke dalam pelukan Reno. Mereka tertawa gembira selayaknya pasangan muda pada umumnya.
"Sekarang kita mau kemana lagi?"
"Nanti, kita liat itu dulu," balas Naya sambil menunjuk matahari yang akan tenggelam.
"Iya, habis ini."Reno memeluk Naya dari belakang. Mereka memandangi indahnya matahari yang perlahan mulai terbenam.
.
"Ke situ dulu, Ren," tunjuk Naya kegirangan pada sebuah photo booth, menunjuk-nunjuk sambil berjingkrakan.
"Ayo, buat ditempel di jurnal aku." Naya menarik lengan Reno ke arah bilik foto itu.
"Diari?" goda Reno, dan satu cubitan ringan mendarat di pinggangnya.Di dalam bilik itu, Naya merapikan penampilannya sebelum difoto, sedangkan Reno hanya memandang Naya yang sibuk menata dirinya sendiri. Sudut bibir Reno terangkat melihat kehebohan perempuan di sampingnya.
Foto pertama, Reno memeluk perut Naya dari samping. Foto kedua, mereka berpelukan dan Reno mengecup kening Naya. Foto ketiga, Reno mencium leher Naya, yang dicium memejamkan matanya sambil tersenyum. Foto terakhir, bibir mereka saling menyatu.
Selesai selembar foto tercetak, mereka melanjutkan berjalan memasuki toko perlengkapan bayi.
Begitu masuk toko tersebut, rasanya barang-barang yang dijual di sana ingin Naya beli semua. Terbawa euforia menyambut buah hati pertamanya. Belum lagi perlengkapan bayi dengan bentuk yang lucu-lucu dan menggemaskan.
Namun, akhirnya mereka hanya membeli barang yang penting-penting saja. Percuma dan sayang juga kalau nantinya tidak terpakai. Lagipula, pakaian anak bayi tidak perlu yang heboh-heboh. Cenderung pakaian yang lembut dan nyaman untuk sang buah hati.
"Udah, sayang. Segini aja dulu, nanti kalo ada yang kurang kita beli lagi," bujuk Reno.
"Tapi, aku mau ini, lucu." Naya memperlihatkan piyama kostum binatang, rubah mungil."Iya nanti, pas anak kita udah gedean dikit, oke?" tawar Reno.
Naya mengangguk menyetujui.Selesai berbelanja, mereka pun pulang. Tidak terasa hari sudah semakin malam. Hanya tinggal beberapa jam lagi sebelum kepulangan Reno.
Naya memiliki ide ingin memberikan hadiah perpisahan kecil untuk Reno. Dia yakin laki-laki itu akan suka.
Sampai di rumah, selagi Reno mengeluarkan belanjaan dari mobil, Naya lebih dulu berada di kamarnya. Dia membuka seluruh pakaian yang dipakainya, termasuk bra. Namun, hanya menyisakan celana dalam saja.
Sejak hamil dirinya selalu merasa sesak saat memakai bra. Jika di rumah dia tidak memakainya. Itulah yang menyebabkan Reno selalu menegang, tapi untung laki-laki itu bisa menahan nafsunya.
Beberapa menit setelah itu, pintu terbuka, Reno masuk ke dalam kamar Naya. Membawa tas belanja berisi perlengkapan bayi yang tadi mereka beli.
"Nay?" panggil Reno dengan nada terkejut, dan tercengang melihat tubuh telanjang Naya di atas kasur.
Naya yang sedang mengelus perut mendongak mendengar panggilan itu, lalu tersenyum kepada Reno.
Tangan Naya membuat gestur memanggil agar Reno menghampirinya. Buru-buru Reno mengunci pintu kamar, kemudian menghampiri ibu hamil itu sambil membuka bajunya.
Tanpa disuruh Reno mengerti apa yang harus dilakukan. Dia ikut bersandar pada dipan kasur, dan memindahkan Naya untuk bersandar pada dadanya.
Kedua tangan Reno mulai mengelus perut buncit Naya. Bayi mereka bergerak-gerak menyambut sapaan ayahnya. Elusan Reno mulai naik menuju dada di atas perut itu.
"Sayang?" Naya mengangguk menyetujui keinginan Reno, dan memberikan izin untuk bermain.
Desahan pelan keluar dari mulut Naya. Selagi tangan Reno meremas dada, bibirnya tidak tinggal diam untuk menciumi dan mengisap leher Naya.
"Reno-" Naya memejamkan matanya menikmati sentuhan Reno. Dia juga ikut mengelus-elus perutnya sendiri. Ukuran dada Naya sangat pas di tangan Reno.
Seketika pikiran mesum mulai menjalar di otak Naya, dielusnya dengan halus sesuatu yang menonjol di bawahnya, yang ingin keluar dari dalam celana. Tangan Reno masih setia menari-nari di perut dan dadanya.
"I love you-" bisik Reno tepat di telinga kiri Naya.
"I love you more," balas Naya, kemudian mencium bibir Reno."Mau lanjut apa sampe sini aja?" Reno bertanya dengan lembut.
"Sampe sini aja." Reno pun mengerti dengan balasan itu.Naya kembali memakai baju, tubuhnya ditutupi selimut oleh Reno. Mereka pun kembali berpelukan.
"Aku maunya kamu gak pulang," rajuk Naya dengan memanyunkan bibirnya sedih.
"Manja banget sih," canda Reno kemudian mencium lagi bibir perempuan di pelukannya."Kalo Rolan udah lahir, nanti aku bikin kamu gak bisa jalan setiap hari," racau Reno dan mendapatkan jeweran cinta dari Naya.
Reno tidak tinggal diam dan semakin nakal. Diposisikan tubuhnya berada di atas Naya. Menciumi bibir perempuan di bawahnya.
Tubuh Reno bertumpu pada lutut dan sikunya agar tidak menekan tubuh Naya. Sebisa mungkin Reno menahan diri untuk tidak menyetubuhi Naya.
"Kamu udah gak tahan ya?" Suara lembut Naya, membuat bagian bawah Reno semakin tak terkendali.
Tak bisa berkata-kata lagi, Reno segera memasuki kamar mandi. Menuntaskan apa yang seharusnya dikeluarkan.
Dari luar, Naya mendengar suara keran air mengucur yang diselingi erangan-erangan kecil dari Reno. Walaupun pelan, dia masih bisa mendengarnya.
Naya tersenyum sekaligus merasa bersalah, padahal itu sama sekali bukan salahnya.
Kalau pun diperbolehkan, Naya tetap ragu untuk berhubungan intim saat kondisi perutnya semakin membesar. Apalagi ada bayi yang sudah terbentuk di dalam perutnya.
Pada akhirnya mereka akan menunggu sampai Rolan lahir, dan setelah sah menikah.
×_+
KAMU SEDANG MEMBACA
Air di Atas Awan
ChickLitMengandung anak dari lelaki yang dia sukai, akibat dari kesalahannya sendiri. Merelakan kehidupannya demi merawat dan menghidupkan sang buah hati. Belum lagi buah hatinya mendapatkan penolakan dari sang ayah kandung, membuat dirinya semakin bersung...