Periksa

21K 1K 3
                                    

Naya sudah siap pergi ke rumah sakit untuk cek kandungannya. Setelah ciuman di kamar mandi kemarin, membuat dirinya semakin canggung ketika berpapasan dengan Reno.

Senyum semangat terpapar di wajah Naya, dia tidak sabar ingin melihat janin dalam kandungannya.

Naya membuka, lalu menutup kembali gerbang kos, berjalan dengan penuh senyuman. Perempuan itu tidak menyadari bahwa Reno sejak tadi memperhatikan dirinya.

Kemudian Reno menyalakan mesin motornya, menghampiri Naya.

"Naik!" singkat Reno.
"Hah?" ucap reflek dari Naya melihat siapa yang berbicara.

"Mau tes 'kan?" Naya menjawab dengan anggukkan kepala sambil meraih helm yang diberikan untuknya.

Di perjalanan menuju rumah sakit tidak ada perbincangan yang keluar dari mulut mereka. Naya sibuk menikmati hembusan angin yang menerpa wajahnya, sedangkan Reno sesekali melirik kaca spion untuk melihat perempuan yang dia boncengi.

Jika dipikir-pikir lagi, lebih baik uangnya dia pakai untuk kebutuhan dirinya dan si bayi, daripada untuk pembuktian yang Reno pun tidak akan peduli.

Namun, ini sudah keputusan akhirnya. Akan terasa lega setelah tes itu selesai dan hasilnya keluar. Lagi pula uang bisa dicari lagi.

"Itu dia," ujar seorang dokter perempuan muda yang sedang memeriksa kandungan Naya.

Terukir senyuman di wajah Naya sambil melihat monitor USG yang menampilkan anaknya yang masih sangat kecil.

"Itu detak jantungnya?" tanya Naya.
"Iya." Sang dokter menganggukan kepala sambil tersenyum.

"Dia normal?" celetuk Reno yang juga ikut melihat pemeriksaan bayi dalam kandungan Naya.
"Normal dan sehat."

"Berdasarkan yang saya lihat di sini, usia kehamilan kamu sembilan sampai sepuluh minggu," tutur dokter muda itu.

Naya selalu senang dan antusias saat mendengar tuturan dokter, sedangkan Reno hanya memasang wajah datarnya, tidak begitu peduli.

"Kalau ayahnya perasaannya gimana?" Mendengar pertanyaan yang bukan diperuntukkan untuknya, Naya mengalihkan matanya menatap ke arah Reno berdiri.

Reno menjawab hanya dengan senyuman singkat.

"Ini kehamilan pertama kamu?" Mata Naya beralih lagi ke arah sang dokter. Sambil tersenyum dia bilang, "Iya."

"Kalo tes DNA biasanya kapan ya, Dok?" Dengan cepat Naya bertanya dengan ekor mata yang melirik Reno.

Sedetik sebelum menjawab dokter itu juga melirik Reno. "Ada tes darah yang bisa kamu lakukan sekarang yang memeriksa DNA ayah dengan sel janin dalam darah kamu." Baik Reno dan Naya fokus menyimak tuturan dokter tersebut.

"Berapa biayanya?" tanya Naya lagi.
"Di rumah sakit ini sekitar 10 juta. Keluar hasilnya sekitar semingguan."

Reno menghela napas, bahkan biaya bulanannya saja tidak sampai segitu, termasuk uang kuliah dan kos-an.

"Oke, sekarang kamu bisa duduk." Foto dari USG berhasil dicetak, lalu diberikan pada Naya.
"Makasih, Dok."

Selesai pemeriksaan, Naya diberikan beberapa vitamin untuk ibu hamil. Reno mengikuti dari belakang, ke kasir hingga ke penebusan obat.

"Kayaknya gak usah tes, gua percaya dia anak gua. Mending uangnya buat biaya lahiran sama kebutuhan lu aja." Selesai dengan sarannya, ponsel Reno berbunyi muncul nama Bianca di layar ponselnya.

"...."
"Iya, sayang." Wajah Reno seakan menjadi cerah kembali setelah mendengar suara dari balik benda pipih itu.

"...."
"Iya, iya aku ke sana." Tanpa menoleh atau pun berpamitan pada Naya, laki-laki itu langsung melangkahkan kakinya pergi.

Mungkin benar yang dikatakan Reno, lebih baik uangnya dia gunakan untuk kebutuhan gizinya dan juga buah hatinya. Dilihatnya lagi foto USG itu. Anak ini lah yang nantinya akan menjadi semangatnya dalam menjalani hidup.

...

"Eh, Nay, abis dari mana?" tanya salah satu penghuni kos, Esa, yang melihat Naya melewati pintu.
"Abis jalan-jalan aja."

"Yuk, sini makan-makan. Rian abis gajian." Rian adalah satu-satunya penghuni kos yang bukan mahasiswa dan sudah memiliki pekerjaan tetap. Biasanya dia yang paling sering mentraktir atau membantu penghuni kos yang lain dalam hal finansial.

Kebetulan sejak dari rumah sakit entah kenapa dia ingin sekali makan martabak manis, padahal hari-hari biasanya jarang sekali dia membeli jajanan tersebut.

"Oh iya, ini ada paket buat kamu." Melina memberikan kotak paket untuk Naya.

Naya baru ingat, beberapa waktu lalu dia memesan buku jurnal untuk mencatat perjalanan kehamilannya. Apapun akan dia tulis dalam buku catatan itu, dari suka maupun duka selama mengandung.

Selesai berkumpul, Naya pamit lebih dulu kembali ke kamar. Sebelum istirahat, dia membuka dulu isi paketnya. Sesuai yang diharapkan buku itu tampak cantik dari luar.

Dia keluarkan foto USG sang buah hati, kemudian ditempel seindah mungkin di dalam buku tersebut. Menempelkan juga hasil tes pack yang masih dia simpan.

Diisi dengan tulisan curhatan hatinya. Suatu saat akan dia perlihatkan jurnal ini pada anaknya, agar dia tahu bagaimana perjuangan seorang Ibu.

Seketika pikiran Naya kembali mengingat malam penuh dosa yang menghasilkan janin mungil dalam perutnya.

...

Air di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang