Kembali

10.1K 442 0
                                    

"Kurang menarik, saya mau ini direvisi. Kerjakan ulang!" perintah seorang pria yang umurnya lebih tua dari Reno.

"Baik, Pak." Saking segannya bahkan Reno tidak berani menatap wajah pria di hadapannya.

"Akhir-akhir ini kinerja kamu terus berkurang. Kenapa sih? Lagi ada masalah?"

"Maaf, Pak."

"Saya gak mau tau, dua jam dari sekarang ini harus sudah selesai. Hari ini juga harus diunggah."

Reno pun mengerjakan tugasnya, sebisa mungkin dengan kapasitas semangat yang kurang dari sepuluh persen saja. Tidak seperti biasanya yang penuh dengan semangat.

Kurang lebih selama seminggu, Reno tinggal sendiri di apartemen. Setelah kejadian tidak mengenakan itu, di malam harinya saat kembali pulang sehabis bekerja, istri dan anaknya sudah tidak ada di apartemen.

Dia menjalani hari dengan tidak bersemangat dan tidak fokus dalam bekerja. Pulang ke rumah tidak ada yang menyambutnya. Masak dan mengerjakan pekerjaan rumah sendiri.

Sepi...

Ruangan dan hatinya kesepian. Seperti sekarang ini. Pulang kerja, Reno berbaring lemas di atas kasur, tertegun dan termenung sambil memandangi foto dan video Rolan di ponselnya.

Berkali-kali dia menghubungi dan mengirim pesan kepada Naya. Namun, tidak mendapatkan jawaban.

Hanya Melani yang Reno hubungi untuk menanyakan keberadaan Naya meskipun tidak mendapatkan jawaban. Dia tidak cukup berani menghubungi orang tua istrinya itu. Jika mereka tahu bisa-bisa masalahnya semakin besar.

Ponsel Reno berbunyi, dengan semangat dia lihat layar ponselnya itu. Perlahan pundaknya merosot begitu melihat nama Alvin.

"Halo, Ren. Lu jadi nobar ke sini gak?"

"Vin, udah berapa kali gua bilang, gua gak mau, udah jangan telpon gua lagi," jawab Reno malas dan ingin memutuskan sambungan telepon.

"Eh, tunggu—tunggu, jangan dimatiin dulu." Reno membatalkan niatnya.

"Sebenernya gua pengen ngomong sesuatu." Terdengar jeda tarikan napas di seberang sana. "Naya ada di kosan, Ren."

Seketika Reno menegakkan tubuhnya, mendengarkan Alvin dengan serius.

Reno yakin temannya itu tidak berbohong karena dia tidak pernah menceritakan kepada siapapun tentang masalah dalam rumah tangganya.

"Lu gak boong 'kan?" Reno memastikan.
"Serius gua."

"Kenapa lu gak bilang dari kemaren-kemaren?" geram Reno sambil tergesa-gesa memakai celana panjang dan jaketnya, bersiap untuk menemui Naya di kosan.

"Melani ngancem gua gak boleh ngasih tau lu. Mangkanya gua terus-terusan ngajak lu buat ke sini, biar gak sengaja lu liat Naya di sini. Lu-nya aja yang gak mau terus." Alvin telah memiliki rencana untuk mempertemukan Reno dengan Naya.

"Ya, mana gua tau dia ada di situ. Yaudah gua ke situ sekarang. Awas lu kalo boong."

"Iya, tapi jangan bilang-bilang lu taunya dari gua. Ntar gua digebukin Melani."

.

Di malam yang dingin, Reno mengendarai motornya dengan kecepatan yang lumayan tinggi menuju kos lamanya. Tidak sabar untuk bertemu dengan anak dan istrinya. Untungnya dia sampai dengan selamat.

Berkali-kali Reno mengetuk pintu kos dengan keras, lalu muncul sosok Melani yang membuka pintu.

"Mau ngapain lu ke sini?" sinis Melani, dari wajahnya saja sudah tergambarkan kekesalan Melani pada Reno.

"Udah gak usah basa basi, Mel. Naya ada di dalem 'kan?" Reno ingin menerobos masuk. Namun, ditahan dan lengannya dipukul oleh Melani dengan remot tv.

"Eh—ngapain lu, main masuk-masuk aja."

"Tolong, Mel. Gua mau minta maaf ke dia," mohon Reno, dengan wajah melasnya.

"Naya gak ada di sini!" Melani tetap tidak goyah.
"Jangan boong, Naya ada di sini, gua tau dari dia tuh." Reno menunjuk Alvin yang sedang mengintip.

Melani menengok ke belakang dan melihat Alvin yang sedang melarikan diri ke kamarnya untuk menyelamatkan diri.

"ALVIN!!!" teriak Melani, berjalan menghampiri laki-laki bermulut lemes itu.

Reno pun memanfaatkan momen itu untuk masuk dan mencari Naya. Instingnya mengarah ke kamar Melani. Ya, di mana lagi kalau bukan di kamar teman Naya satu-satunya itu. Tidak mungkin di kamar Rian 'kan.

"Nay," panggil Reno, membuka pelan pintu kamar Melani.

Begitu dibuka, ternyata kamar itu kosong. Naya tidak ada di situ.

"Gua bilang apa, Naya gak ada di sini."
"Gua tetep percaya dia ada di sini. Lu sembunyiin di mana dia?" Reno tidak menyerah begitu saja.

Bersamaan dengan itu, terdengar suara panggilan perempuan yang baru saja keluar dari kamar di seberang kamar Melani, yang merupakan kamar Rian.

"Mel, ada apa sih?" Mata Reno bertatapan dengan mata perempuan yang beberapa hari ini jauh darinya.

"Kamu ngapain di kamar Rian?" tanya Reno dengan nada curiga.

Pemilik kamar itu juga keluar dari kamarnya sambil menggendong dan menghibur Rolan agar tidak menangis.

"Kamu nuduh aku selingkuh, tapi ternyata kamu yang selingkuh." Kalimat tuduhan itu spontan keluar dari mulut Reno.

Naya tersinggung dengan ucapan laki-laki yang masih berstatus sebagai suaminya itu.

"Lu apa-apaan sih. Nuduh istri lu begitu?" geram Melani, mendorong Reno agar menjauh dari Naya, kemudian menyuruh Naya untuk masuk ke kamarnya.

"Katanya lu mau minta maaf, tapi malah nuduh-nuduh istri lu. Pulang aja deh lu sana."

"Ayo, Nay, masuk aja." Naya mengambil alih Rolan dari gendongan Rian.

"Sumpah lu cowok paling brengsek yang pernah gua kenal," umpat Melani, lalu mengunci pintu kamarnya.

Tersisa Rian dan Reno dalam keadaan canggung. Rian menghela napas panjang sambil menggaruk tengkuknya.

"Harusnya lu dengerin dulu jawaban Naya. Jangan berasumsi yang aneh-aneh. Tadi jari tangan anak lu gak bisa keluar dari mainannya, Naya minta bantuan ke gua, ada Melani juga tadi yang bantuin." Rian menjelaskan dengan santai.

"Hebat anak lu sama sekali gak nangis. Nih." Rian memberikan bukti mainan Rolan kepada Reno, kemudian dia kembali masuk ke kamarnya.

×_+

Tengah malam tiba, Reno beristirahat depan televisi di ruang tengah. Ditemani teman-temannya yang berisik, siapa lagi kalau bukan Alvin dan beberapa penghuni kos yang lain. Mereka sedang menonton bola bersama dan tentunya disertai dengan perjudian.

"Ren, mau masang gak?" tawar Alvin.
"Jangan berisik anak gua lagi tidur." Reno berusaha untuk tidur.

"Buruan minta maaf. Ren. Jangan sampe istri lu diambil Rian," gurau Alvin, menertawakan Reno.

Sejak kedatangan Reno tadi, Alvin selalu meledek dan menjadikan Reno sebagai bahan candaan. Bukan hanya Alvin, temannya di kos itu juga sibuk mengolok-oloknya.

"Kalo gua jadi Naya sih, gua gak mau pulang ya. Suaminya begitu," timbrung Esa.

"Bacot lu pada." Daripada semakin diolok-olok, Reno pindah tidur di satu-satunya sofa yang ada di kos itu, berada di ruang tamu.

Perlahan matanya tertutup dan tertidur, meski ditemani suara teman-temannya yang sedang menonton bola.

...

Air di Atas AwanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang