Reno mengerjapkan matanya, terbangun dari tidur yang lelap. Matanya yang masih setengah terbuka mencari-cari keberadaan Naya.
"Nay," panggil Reno. Dia pun bangkit dari tidurnya dengan tubuh yang setengah telanjang. Memang kebiasaannya ketika tidur.
Ternyata Naya sedang berjemur bersama Rolan di balkon. Dipeluknya tubuh istri dan anaknya itu.
"'Ronde' bonus aku mana?" Naya memejamkan matanya. Untuk kebutuhan hasrat seperti itu suaminya tidak akan pernah lupa. Namun, untuk hal kerjaan dia selalu lupa.
Tangan Rolan menepuk-nepuk kepala Reno yang sedang menciumi leher Naya.
"Kamu bukannya harus ke kantor ya hari ini," ucapan Naya menghentikan aksi Reno.
"Oh iya." Reno menghela napas panjang. "Ckk, males. Setiap sabtu minggu aku harus ninggalin kalian," lanjutnya.
"Gak apa-apa resiko pekerjaan kamu." Naya mengecup bibir Reno. "Kira-kira kamu pulangnya kapan?"
"Gak tau, tergantung ada berita apa aja hari ini. Kalo jam tujuh aku belum pulang, kamu makan duluan aja, ya." Naya mengangguk.
"Iya. Udah siap-siap sana, mandi dulu."
"Cium lagi," manja Reno.Rolan kembali menepuk wajah ayahnya itu. Kesal karena terus mengganggu waktu dia dengan Ibunya.
"Kakak, jangan tabok-tabok ayah terus." Rolan tertawa melihat ayahnya merajuk. Sebagai balasannya Reno menciumi setiap sudut wajah anaknya itu.
Setelah itu, Reno segera bersiap-siap untuk ke kantor.
°~°
"Halo, kak," sapa seorang perempuan dengan sesegukan.
"Raina?""Kakak di mana?"
"Lagi di kantor habis liputan. Kamu kenapa?" Reno bisa mendengar tangisan Raina."Kakak bisa ke apartemen aku gak?" Reno terdiam sejenak, mengecek jam di tangannya.
"Please, kak-" tangisan di seberang sana semakin dalam.
"Yaudah, kirim alamat apartemen kamu."Di kantor, sehabis menyelesaikan pekerjaannya yang cukup menguras otak dan melelahkan, Reno harus berpikir berkali-kali lagi untuk pergi menemui Raina atau tidak.
Di satu sisi dia tampak kasihan dengan perempuan yang menangis tadi dan penasaran apa yang terjadi kepada adiknya itu. Namun, di sisi lain ada anak dan istrinya yang menunggu kepulangannya.
Di lain tempat, Raina menunggu kedatangan Reno di lobi apartemen. Apakah kakaknya itu akan datang menemuinya?
Hampir tiga puluh menit dia menunggu, sudah tak terhitung berapa kali dia bolak balik ke toilet. Langit pun mulai gelap.
Saat sudah pasrah menunggu dan ingin kembali ke kamar, Raina bisa mengenali sosok Reno yang baru saja sampai.
"Kakak—" Reno sempat terkejut dengan terpaan pelukan dari Raina.
Raina mengajak dan mempersilakan Reno untuk masuk ke kamar apartemennya. Tidak lupa membuatkan minum untuk tamunya.
"Kamu kenapa?" tanya Reno tidak ingin basa basi.
Bukannya menjawab, Raina malah memeluk lagi, kali ini dibalas oleh Reno, dengan mengelus punggung adiknya itu.
"Aku gak mau nikah." Raina kembali menangis.
Alasan Raina menangis karena acara lamaran minggu lalu. Sebenarnya dia dijodohkan dengan seseorang yang lebih tua tujuh tahun darinya. Sedangkan dia masih mahasiswa semester empat, kuliah pun belum lulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Air di Atas Awan
ChickLitMengandung anak dari lelaki yang dia sukai, akibat dari kesalahannya sendiri. Merelakan kehidupannya demi merawat dan menghidupkan sang buah hati. Belum lagi buah hatinya mendapatkan penolakan dari sang ayah kandung, membuat dirinya semakin bersung...